Roseminah, gadis blitar. [Lanjutan Sri, gadis pujon
Menyimak berita di TV
mengenai banjir dan tanah longsor bikin ngeri
Ini semua bagaikan misteri
Apakah ini salah satu rahasia Ilahi
Tawangmangu
Kudengar beritamu beberapa hari yang lalu
Letakmu yang berada dilereng Gunung Lawu
Porak poranda membawa pilu
bagi penduduk yang beribu ribu
Kududuk termangu didepan TV
Melihat berita dan menangisi
seluruh apa yang terjadi
banjir, longsor, adalah sejenis tragedy
Ribuan penduduk yang perlu dikasihani
Kupernah torehkan memori di losmen itu
bergulat dengan Sri tanpa kenal waktu
Penuh birahi dan penuh nafsu
menikmati indahnya tawangmangu.
Berita terakhir yang kudengar
membuat hati dan jantung berdebar
Seluruh kata kata penyiar
menjadi sebuah hal yang tidak benar. [selah olah tidak mungkin]
Aku harus bisa menerima
semua hal itu telah sirna
ketika aku mendengar seluruh berita.
Di pagi dan malam selasa.
Tawangmangu
keindahanmu
masih terkenang selalu
didalam hatiku.
-------------------------------------
Setelah mengantar Sri ketravel yang mengantarnya ke
“Mbak, trima kasih ya…….” kataku kepada penjual tiket travel sambil berjalan keluar. Cuaca agak buruk, langit gelap dan awan menggantung tebal dilangit. Cuaca bulan Desember memang seperti ini. Hujan akan segera turun dan memandikan bumi serta membasahi tanah tanah yang gersang dan kering.
“Mas Polie………..terima kasih, kamu menorehkan sebuah kenangan indah didalam hidupku. Aku tidak tahu apakah kita akan masih bisa bertemu. Mas……….nanti kalau ada waktu, aku akan menulis sebuah
Butir butir air mata mengalir turun dipipinya, butiran itu ku seka dengan jariku dan kupeluk dirinya dengan pelan dan lembut. Kelembutan itu memancarkan kehangatan yang tidak dipaksakan dan itu membuat Sri ingin membatalkan kepulangannya.
“Mas………..didekat sini apa tidak ada hotel?” katanya ingin tahu
“
“Aku tidak ingin pulang mas………., aku ingin berada disini bersamamu. Aku rasanya berat sekali meninggalkan tempat ini dan dirimu.” Katanya lugu.
“Sri……….tiketnya udah dibeli, dan siapa tahu keluargamu menunggumu disana” Jangan menunda lagi……..kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Jangan lupa menulis
Aku berjalan kearah selatan menuju kelurahan kratonan dimana tanteku tinggal. Seorang tukang becak menghadang jalanku dan matanya menyelidiku.
“Mas Polie…………?” tanyanya dengan senyum persahabatan.
“Inggih mas……..penjenengan sinten? Dalem kesupen” tanyaku ingin tahu.
“Walah………..aku iki Purwadi……….tetangganya budhemu” jelasnya
“Mas Purwadhi toh…..?” kataku agak heran
“Ayo aku antar ke tempat Budhe?” katanya sambil menggerakkan becaknya.
Aku menggeser badanku dan menundukkan kepala ketika akan menaiki becak
“Perjalanan ke Kratonan tidak makan waktu lama karena memang dekat dan setelah memberikan uang, aku memasuki pekarangan budheku yang bersih dan teratur. Beberapa malam tinggal disana dan melewatkan rasa sedih sepeninggal Sri. Pulang ke Kartosuro menengok Ibu seperti sebuah tugas yang berat. Belum nanti interview dan pertanyaan pertanyaan seperti wawancara dan inspeksi yang harus aku jawab. Tapi aku harus pulang ke pangkuan ibu yang selalu mengharapkan anaknya berbuat hal yang benar dan kebajikan.
Ibu membukakan pintu saat aku hadir didepan, memegang tas yang berisi pakaian kotor dan beberapa buah tangan yang aku bawa dari
“Kenapa tidak beri kabar kalau mau pulang. Ibu bisa masakkan sayur kesukaanmu dan menggorengkan limpung [ubi jalar goreng] kesukaanmu” katanya sambil memelukku.
“Aku mau bikin surprise” jawabku. Pelukan ibuku kubalas dengan pelukan dan kucium pipinya sambil menepuk punggungnya yang gemuk. “Aku kangen sama ibu…..bisikku kepadanya. Aku ngga bisa lama lama dirumah, bu.” Kataku kepada ibuku
“Memangnya kenapa kok buru buru?” tanyanya dengan heran.
“Toko disana tidak bisa ditinggal lama lama, baru buka masih mencari pelanggan.”
kataku memberi alasan. Keberadaan ibu menetralisir pikiran dan hatiku. Kesedihan dan kegundahaan sepeninggal Sri seolah olah penuh kembali. Ibuku merasakan apa yang aku rasakan. Tapi nampaknya ibu hanya bisa merasakan, tidak mau ikut campur tangan.
Beberapa hari tinggal disana membuatku agak fresh, pikiran agak senang dan bayangan Sri agak sirna. Ibu yang sangat mengasihi dengan sepenuh hati.
“Pakdhemu yang tinggal di Sragen minta kamu mampir sebelum kamu kembali ke Jawa Timur. Dia mau kamu ngajari anaknya mathematika selama beberapa hari disana.” Kata ibuku
Pakdheku tinggal disebuah daerah pinggir dengan semak belukar dan kerumunan pohon pohon bambu mengitari rumahnya yang kaya dengan berbagai macam tanaman dan tumbuhan. Berpetualang ditempat ini sungguh mengenakkan pikiran dan udara yang segar terasa sangat mahal bila kita berada di
“Pakdhe…….itu tanaman apa ya kok merambat?” kataku bertanya kepadanya sambil menunjuk sebuah tanaman dengan buah berbulu lebat kuning. Buah buahnya tidak banyak tetapi tanaman itu merambat kemana mana sehingga buahnya yang bergelantungan itu bisa nampak jelas diantara daun daun hijau.
“Itu rawe……. Jangan pegang atau terkena tangan, bulu bulunya akan membuat gatal seluruh badan.” Jelasnya.
“Terus kalau terkena bagaimana menyembuhkannya?” tanyaku ingin tahu.
“Kamu harus lamuri badanmu dengan abu supaya hilang gatal gatalnya.” Jelasnya.
Aku tertarik memetik dan membawanya kembali ke Sidoarjo. Aku tidak tahu akan aku gunakan untuk apa buah rawe itu. Aku petik beberapa buah dan memasukkannya kedalam plastik gula, kira kira ada sepuluh buah yang aku masukkan kedalamnya. Tinggal di Sragen selama beberapa hari membuat kepala dan pikiran agak jernih. Hatiku sudah ingin cepat kembali ketoko dan bekerja lagi. Melayani dan menghitung uang setelah toko tutup dan melakukan beberapa kegiatan baru. Bermain bola basket dengan Maria dan beberapa temannya.
Sesampai di sidoarjo, aku kerumah Mas Jaya ngabari tentang ibu dan keadaanya.
“Kamu berangkat jam berapa tadi dari Kartosuro?” katanya bertanya.
“Aku dari Sragen………..aku tinggal di rumah pakdhe selama tiga hari” jawabku
“Ngapain saja kamu disana?” tanyanya.
“Dholan dan ketemu sepupu.” Jawabku singkat.
“
“Bukankah aku sudah pamitan kalau aku mau pulang ke Kartosuro” jawabku balik
“Ya sudah
“Siapa yang akan membantuku Mas…..?” tanyaku
“Nanti biar slamet yang mengantar Roseminah kesana, biarkan dia selesaikan pekerjaannya disini.” Jawab Mas Jaya.
“Dimana keponakanku……?” tanyaku tiba tiba.
“Mamanya bawa pulang ke
“Ya sudah aku pergi ke toko pasar” kataku, berjalan ke arah meja dimana kunci toko terletak dan keluar memanggil becak.
Kubuka tokoku dan aku mencium bau ruangan yang beberapa hari tidak berpenghuni.
Aku berjalan keatas dan bersiap siap akan mandi. Gerah sekali hari itu dan perjalanan melelahkanku. Kubuka tas pakaianku dan buah rawe yang ku petik dari kebun pakdheku teronggok didalam tas itu. Kuambil plastiknya dan kuangkat guna melihat apa seperti apa modelnya. Mungkin suatu saat akan berguna.
-------------------------------------------------
Rose datang kira kira jam
“Jangan keras keras kalau mengetuk pintu!” kataku memperingatkan.
“Maaf mas……kebiasaan di rumah
“Kamarmu diatas Rose………..pintunya terbuka. Kamu bersihkan dulu sebelum kamu taruh baju bajumu dilemari. Terus bantu aku ngepel ditoko ya.” Kataku.
“Mas Polie baru datang ya?” tanyanya tanpa menoleh kepadaku.
“Iya………’jawabku
“Mas……..aku perlu masak nasi tidak?” tanyanya kepadaku.
“Ya……….kamu masak nasi dulu saja, supaya kita tidak kelaparan setelah memberishkan ruangan.” Jawabku.
Rose bergegas menuju kedapur dan mencuci beras. Gerakannya gesit dan lincah dan kelihatan tidak canggung dengan lingkungan baru. Aku memandangi bagian belakang tubuh Rose. Dia memakai rok pendek sebatas lutut dan menunjukkan tungkai yang bersih. Badannya tidak terlalu tinggi mungkin hanya 155 kurang lebih. Punggungnya meluncur kebawah dan pinggulnya cukup indah.
“Rose………..?” kataku.
“Ya mas……….?” Tanyanya cepat
“Kamu berasal dari mana? Tanyaku
“Saya dari Blitar.” Katanya singkat
“Jauh tidak dari sini ke Blitar?” tanyaku melanjutkan.
“Ya jauh mas……kira kira 4 jam kalau naik bis dan dilanjtukan lagi naik angkot kira kira 45 menit” katanya
“Siapa yang membawa kamu kesini?” kataku ingin tahu.
“
“Kamu suka tidak kerja di sini?” tanyaku lagi
“Ya senang toh mas………bisa melupakan suami yang kerja di Arab Saudi” katanya menjelaskan.
“Loh …..memangnya kamu sudah menikah apa?” tanyaku bego
“Iya mas…….orang tua yang mau. Jadi apa boleh buat, menolak kemauan orang tua takut kalau kualat. Jadi aku jalani saja.” Katanya sambil mencuci beras.
“Lah suamimu kok meninggalkan kamu kerja di
“Khawatir apa mas……..?” tanyanya
“Ya khawatir kalau istrinya yang ditinggal di desa diambil orang?” kataku.
“Ya tidaklah mas……..mana ada yang mau mengambil saya? Aku ini
“Aku mau Rose………..!!!!!!” hatiku berteriak
Rose terus menyiapkan makanan dan aku turun kelantai bawah. Teringat kakinya yang bersih dan lincah bergerak kesana kemari. Aku membersihkan ruangan toko dan merapikan barang barang sebelum aku buka besok paginya. Kenangan dengan Sri…..[Baca dulu Sri, sebuah nama yang tak terlupakan] berada ditoko mengelebat seperti film yang bergerak cepat. Masih teringat kata kata terakhirnya dimana Sri mengatakan “Mas tidak sulit mendapatkan gantinya.” Aku berpikir sejenak dan tersenyum dengan apa yang dikatakan Sri kepadaku. Tidak banyak hal yang hilang tentang Sri didalam pikiranku. Kadang muncul dan membuat rindu yang dalam. Kadang menghibur hati dan menimbulkan rasa gembira. Sri memang special, bagaimana dengan Rose? Aku tidak tahu, bagaimana sikapnya. Yang jelas dia berasal dari desa dan bekerja disini dengan aku.
-------------------------------------------------------------
Rose bersenandung dilantai atas, suaranya terdengar merdu dan lagu yang disenandungkan adalah lagu dangdut. “
Kunyalakan lampu toko sehingga aku bisa bekerja dengan baik. Kuatur barang barang yang berserakan ataupun barang barang yang baru datang dan masih berada di kerdus dan kotak kotak kecil.
“Rose menuruni tangga dan berjalan turun, senandungnya tidak terdengar lagi.
“Mas Polie……….saya kerjakan apa lagi?” tanyanya kepadaku.
“Kamu ambil pel dan bersihkan ruangan toko. Ambil sapu sekalian dan ember ditempat cucian baju.” Perintahku.
Pekerjaan hari itu sangat melelahkan tetapi aku suka melakukannya. Rose membantuku hingga aku selesai. Kira kira jam 8 malam semua pekerjaan selesai. Aku berjalan ke lantai atas dan mengambil handukku sebelum masuk kamar mandi. Aku nyalakan radio di Laser Disc compo Pioneer didalam kamarku yang di berikan mas Jaya sebelum aku pulang ke Kartosuro. Suara Rose terdengar mengikuti alunan lagu yang disiarkan oleh stasiun radio tersebut.
“Wah bisa diajak karaoke” pikirku sejenak. Suasana sangat meriah dengan hadirnya Rose di toko ini mengubah sebuah suasana sebelumnya.
Keluar dari kamar mandi, tidak kulihat Rose dilantai 2. Hanya makanan yang tersedia di meja. Nasi dan mie kuah yang tadi ku minta Rose masak sudah terhidang di meja. “Kenapa hanya satu saja” pikirku.
“Rose, ……………..kamu dimana?” teriakku dari
“Aku sedang dikamar mandi?” jawabnya membalas.
“Kenapa kamu mandi di bawah? Lain kali kamu mandi disini saja.” Kataku memberitahu.
Aku turun tangga ingin mengunci pintu toko yang tadi lupa kulakukan. Walaupun telah kututup tetapi belum kukunci. Aku menuruni tangga dan melihat lampu toko menyala. Aku heran mengapa lampu menyala.
“Rose……..?” kataku lagi.
“Aku didalam sini, mas.” Jawabnya
“Kenapa kamu mandi dikegelapan begitu?” tanyaku
“Lampu kamar mandinya mati mas” katanya menjelaskan. Lampu toko aku nyalakan supaya agak terang sedikit.” imbuhnya lagi.
Aku mendekat kepintu kamar mandi dan menekan tombol lampu kamar mandi. Menggerakkannya ke atas untuk mencoba menyalakannya. “Klik” dan aku menengok kedalam kamar mandi. Lampu bisa menyala dan aku melihat Rose sedang telanjang dada sedang berhandukan mengeringkan bagian tubuh bawahnya.
“Weeeeeeeeeiiiiiiiiiii” Rose menjerit kaget sambil berusaha menutupi bagian vital tubuhnya. Tidak menyangka bahwa aku akan melihat kedalam. “Kenapa bisa menyala, mas?
“Sorry rose” kataku. “Aku hanya mau memeriksa saja.”
“Mas Polie mau ngintip cewek mandi ya” katanya menuduh.
“Tidak………aku tidak bermaksud mengintipmu Rose. Kamu bilang lampunya tidak bisa menyala maka aku coba nyalakan” kataku menjelaskan.
“Awas kalau mengintip lagi, aku beritahukan ke Mas Jaya.” Katanya mengancam.
“Bilang saja……….aku ngga sengaja. Aku
Aku kunci toko dan meletakkan kembali kuncinya digantungan. Rose keluar dari kamar mandi, handuknya dia lilitkan disekitar tubuhnya. Baju kotornya dia tenteng. Berjalan menaiki tangga ke lantai dua. Aku matikan lampu toko dan melihat tubuh Rose berbalut handuk bergerak menapaki undakan tangga. Tubuhnya kecil terlihat segar setelah mandi. Mataku jalang mengamati tubuhnya dari kegelapan. Rose tidak merasa canggung dan berjalan keatas tanpa menoleh kepadaku.
“Acara seperti ini bisa terjadi setiap hari” kataku dalam hati. Batang batreiku bergerak naik melihat pemandangan tubuh Rose. Pikiranku mengembara lebih jauh dengan pertanyaan pertanyaan lanjutan. “Dia tadi pakai celana dalam atau tidak ya dibali handuknya? Kenapa dia begitu polos memakai handuk saja keluar dari kamar mandi?”
“Aku rindu menjamah tubuh seorang wanita, aku rindu menindih tubuh seorang wanita. Aku rindu mendekap tubuh seorang wanita. Aku rindu mendengar pekikan dan teriakan suara wanita.” Otakku berteriak teriak. Batang batreiku semakin keras terasa di balik celana yang ku pakai.
“Mas……….kenapa ngga dimakan?” tanyanya
“Aku nunggu dingin Mie nya……….kamu tidak masak buat kamu sendiri?” tanyaku
“Tidak mas…..aku tidak lapar.” Jawabnya
“Aku tidak bisa menghabiskan semua mie yang kamu masak, yuk kita bagi dua” ajakku
“Tidak usah mas…., Aku tidak lapar sungguh.” Jawabnya
“Aku tidak percaya…………” kataku. Aku berjalan kearah dapur dan mengambil piring dan sendok untuknya. “Nih….ayo makan sama sama” ajakku
Rose berdiri dan mengambil piring dan sendok yang aku sodorkan kepadanya. “Aku belum lapar mas…..” katanya.
“Ya sudah tapi temani dulu aku makan.” Rajukku. Aku angkat mangkok berisi mie dan menuang sedikit mie yang di mangkok keatas piringnya Rose. Rose menerimanya sambil bicara “sudah mas….sudah cukup”
“Kamu suka menyanyi ya Rose?” tanyaku “Suaramu bagus.” Pujiku
“Iya mas…….tapi suaraku agak false” jawabnya
“Tidaklah………aku tidak dengar suaramu false” kataku menjawabnya.
“Kamu pernah tidak ikut perlombaan menyanyi?” tanyaku ingin tahu.
“Belum mas……..aku hanya nyanyi dipanggung 17 agustusan saja. Itupun waktu aku masih didesa.”
“Kamu suka lagu jenis apa?” tanyaku ingin tahu.
“Biasanya lagu dang dut. Tapi aku juga suka lagu pop” jawabnya pendek. “Mas suka nyanyi juga ya?” tanyanya balik.
“Ya sedikit sih, tapi suaraku tidak sebaik suaramu” kataku menjawab.“Kamu suka nyanyi lagu barat?” kataku ingin tahu.
“Aku kadang dengar mas………..tapi aku tidak bisa bahasa inggris.” Jawabnya.
“Ayo kita nyanyi sebentar dengan karaoke setelah makan?” ajakku. Aku ajari kamu lagu bahasa Inggris.
“Ngga deh mas……..aku malu kalau salah nanti mas akan ketawakan aku” katanya membalas.
“Tidaklah aku
Makan selesai dan Rose mencuci piring dan mangkoknya. Aku ambil piringan Laser disc yang berisikan lagu lagu ever green yang di berikan bersamaan dengan Pioneer Compo.
“Masuk kedalam kamarku Rose?” perintahku sambil menyiapkan Microphone dan kabelnya.
Rose agak canggung masuk kedalam kamarku dan berjalan perlahan lahan.
“Bantu aku pegang ini…….” Kuberikan piringan Laser Disc padanya.
“Ini apa namanya mas……?” tanyanya kepadaku.
“Laser Disc……….kamu belum pernah melihat ya?” kataku bertanya
“Belum mas………ini isinya apa?” tanyanya
“Ini seperti Video tapi isinya lagu lagu.” Kataku menjelaskan “
“Kalau sewa dimana mas…” tanyanya ingin tahu
“Di tempat sewa rose. Perbijinya sepuluh ribu” kataku.
Kabel selesai dan TV sudah nyala, aku masukkan piringan LD yang tadi Rose pegang. Microphone sudah berfungsi.
“Yuk kita duduk di lantai saja” ajakku. Rose mengikutiku dan duduk agak menjauh dariku.
Aku nyalakan lagu pertama. “Hotel California” Aku nyanyikan lagu itu dan Rose melihatnya dengan seksama. Mulutnya mengikuti gerakan kata kata di TV. ………….
On a dark desert highway, cool wind in my hair
Warm smell of colitas, rising up through the air
Up ahead in the distance, I saw a shimmering light
My head grew heavy and my sight grew dim
I had to stop for the night
There she stood in the doorway;
I heard the mission bell
And I was thinking to myself,
'This could be Heaven or this could be Hell'
Then she lit up a candle and she showed me the way
There were voices down the corridor,
I thought I heard them say.................
“Wah suaranya Mas Polie juga bagus……….. “katanya setelah aku selesai menyanyikan lagu itu.
“Sekarang kamu yang menyanyi” kataku sembari memberikan Mic kepadanya.
“Ngga deh mas…….lagunya inggris semua. Aku tidak tahu.” Jawabnya mengelak.
“
“Aku pencet tombol nomor 9 dan muncullah lagu yang aku mau tunjukkan kepada Rose. “Boulevard”
I don’t know why……
You said good bye……
Just let me know you didn’t go forever my love…….
Please tell me why……
“Wah lagunya kok sedih ya mas………” katanya menyela “Tapi bagus kok mas”
“Kamu mau nyanyi lagu ini?” tanyaku
“Belum bisa mas…….., nanti saja kalau aku sudah terbiasa aku akan nyanyikan” elaknya
----------------------------------------------------------
Malam itu Rose hanya menjadi pendengar saja sementara aku menyanyikan lagu untuknya. Kadang kadang dia ikut bersenandung mengikuti irama dan mengucapkan kata kata di layar kaca. Suasana sangat tenang, matanya mengarah pada layar Televisi dan lagunyapun terasa syahdu.
“Mas Polie……….lagunya bagus bagus ya!?” katanya pelan.
“Ya lumayan………kamu mau lagu yang duet?. Kamu nyanyikan bagian yang wanita aku nyanyikan bagian yang pria.” Ajakku.
“Aku mendengarkan dulu saja mas, aku belum tahu banyak lagunya. Jadi aku ngga tahu, apalagi semua lagunya dalam bahasa inggris begini. Sulit lidahku mengucapkan dan menyanyikan kata kata lagunya.” Jawabnya
“Kamu dengar dulu saja ya……………pelan pelan kamu nanti pasti bisa.” Aku membesarkan hatinya. “Memang kamu tidak pernah dengar lagu lagu ini apa?” lanjutku
“Ya tidak pernah mas………..orang desa masak suka dengar lagu lagu bahasa inggris begitu.” Jawabnya.
“Memang di desamu tidak ada radio apa?” tanyaku ingin tahu.
“Ada sih…..tapi kebanyakan siarannya berita dan lagu dangdut kesukaan orang setempat. Lagu lagu seperti ini kan hanya orang kota yang tahu mas” jelasnya.
“Kamu mau nyanyi atau dengarkan saja. Aku mau tiduran capek sekali” kataku
“Aku dengar saja mas, sambil nonton.” Katanya menjawabku.
Aku berbaring dan memeluk gulingku, sambil mendengarkan lagu lagu yang ada di piringan raksasa [dibandingkan VCD dan DVD jaman sekarang]. Rose masih tetap disitu duduk didekat pintu sambil menonton dan mendengarkan lagu di karaoke yang aku mainkan.
Entah berapa lama aku terlelap, Rose membangunkan aku.
“Mas……….lagunya sudah habis. Matikan dulu mesinnya, aku sudah mau tidur mas” pintanya kepadaku.
“Ya sudah sana kamu tinggal tidur, aku matikan. Besok bangun pagi ya, bikinkan aku teh manis.” Pintaku padanya. Aku ambil remote kontrol dan mematikan TV dan compo pioneer Karaoke. Terlelap aku tidur dalam indahnya mimpi.
Keadaan seperti ini kita lakukan selama berhari hari setelah toko tutup setelah Rose mengerjakan semua pekerjaannya. Bagi rose menyanyi adalah sebuah penyaluran dari semua hasrat yang dia punya. Hampir dua minggu kita menyanyikan lagu lagu yang sama dan pada waktu yang sama juga aku membangun sebuah jembatan yang indah untuk menghubungkan kedekatan kita.
Lagu lagu yang kita nyanyikan membuat kita semakin dekat. Kedekatan kita berawal dari duduk yang pada awalnya berjauhan, perlahan lahan mendekat. Kedekatan kami menimbulkan efek yang tidak jarang membuat aku pusing. Bila Sri masih ada disini mungkin rasa pusing itu tidak akan pernah aku rasakan. Karena rasa pusing itu mudah teratasi dengan bergelut dengannya hingga batang batreiku bocor dan meleleh.
Aku ingin sebuah penyaluran biologis yang semakin menggenang karena penampungan sudah penuh. Mau onani rasanya sayang terbuang percuma. Kedekatan dengan Rose membuat batang batreiku meradang ingin penuntasan. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana memulai sebuah pertarungan biologis dengannya sementara keinginan terus mendesak. Selama dua minggu tidak tumpah membuat aku sangat sensitive. Ingin aku tubruk dia dan mengangkangi belahan pahanya rasanya sangat biadab.
Sebuah hari sabtu sore, aku memutuskan untuk menyewa sebuah piringan Film Laser Disc setelah toko tutup. Kebetulan besok hari minggu dan aku bisa meminjam 2 keping. Karena aku bisa kembalikan hari senin malam sehingga tidak terburu buru harus mengembalikan Laser Disc. Satu film yang pernah populer waktu itu adalah Ghost. Dan aku meminjam piringan itu, satu lagi adalah sebuah film action “The last of The Mohican”.
Kedua film memberikan sebuah kenangan yang sangat mendalam karena kedua duanya mempunya cerita yang sangat bagus. Ceritanya ringan dan mudah dipahami, khususnya Ghost. Kisah percintaan romantis antara Demi Moore dan Patrick Swazye terpatri erat dipikiranku. Adegan percintaan dalam film itu sangat vulgar namun sangat romantis. Aku terbawa arus adegan percintaannya, Rose melihat sepintas dan melengos sambil menutup kedua matanya. Batang batreiku tegang keras dan kaku ingin ditumpahkan isinya. Aku kadang memeganginya sementara Rose nonton disampingku.
--------------------------------------
Perasaanku jadi kacau antara ingin menuntaskan sebuah hasrat yang menggebu dan perasaan malu karena Rose bisa saja melihat apa yang tanganku sering lakukan dengan batang batreiku yang sudah berurat dengan otot otot yang melilit disekeliling batang batreiku. Otot ototnya menonjol dan sangat keras.
Pada saat adegan mesra aku sengaja “pause” Laser Disc player nya dan aku kemudian berdiri dan melangkah keluar.
“Tunggu ya Rose……..aku mau ke kamar mandi dulu.” Kataku padanya.
“Aku juga mau ke kamar mandi mas.” Jawabnya
“Ya sudah……aku dulu yang masuk” kataku
“Aku kekamar mandi bawah saja mas.” Katanya
“Jangan turun………… gelap disana dan kamu harus jalan terlalu jauh.” Kataku
“Ya sudah ………aku tunggu disini saja mas” katanya
Aku kekamar mandi dan mengeluarkan batang kebanggaanku dan mengurutnya sebentar. Rasa sayang bila harus mengeluarkan sendiri membuatku urung mengocok dan mengeluarkan lendir kenikmatan. Setelah berpura pura menyiram lobang WC karena habis buang air kecil, aku meninggalkan kamar mandi. Rose berdiri ketika aku sampai didalam kamar, kulihat matanya sejenak tanpa berbalas. Rose berlalu untuk kekamar mandi. Aku membayangkan lobangnya berlendir cairan lengket dan ingin di coblos. Bayangan itu semakin kuat ketika kutatap nanar wajah Demi Moore pemeran wanita dilayar kaca. Wajahnya yang sendu dan menggairahkan bermesraan dengan pasangan mainnya Patrick Swayze terpampang lebar di depan layar.
Rose kembali masuk kamarku dan aku kembali memainkan lanjutan filmnya. Tanganku kembali ke selangkanganku dan membenarkan posisi batang batreiku. Tanpa malu dilihat, aku betulkan dengan menegakkannya pada posisi tegak lurus ngacung. Dudukku pun terlihat gelisah, birahi yang tumbuh seperti onak duri yang menempel di daging tubuhku.
“Mas Polie…………kenapa filmnya adegannya begini saru?” tanyanya ingin tahu. “Ini apa yang dinamakan film porno ya?”
“Aku tidak tahu Rose……. , aku tidak pernah nonton seperti ini. Waktu aku didesa aku juga jarang nonton film dibioskop, jadi aku tidak tahu banyak” jawabku sekenanya.
“Mas pernah tidak nonton film blue?” Katanya, matanya memandang terus adegan di layar TV.
“Aku belum pernah Rose, memang kenapa?” tanyaku balik.
“Tidak mas……….aku hanya ingin tahu saja, kenapa orang orang kok senang pada nonton begituan?” katanya
“Kamu ingin nonton juga Rose?..........nanti aku tanyakan kalau mereka punya untuk disewa.” Katanya lagi
“Jangan deh mas……..nanti ketahuan sama Mas Jaya bagaimana?” katanya.
“Kalau aku dan kamu saja yang nonton dan kamu tidak bicara dengan orang lain maka tidak akan ada yang tahu rose.” Kataku. “aku juga ingin tahu Rose…….maksudnya blue film itu apa sih. Nanti coba aku tanya apakah mereka juga menyewakan film film seperti itu.” Kataku
“Mas…….aku mau tidur deh” katanya kemudian
“Filmnya kan belum selesai Rose” kataku, kenapa mau buru buru.
“Iya…..mas aku ngantuk” katanya sambil berdiri.
“Ya sudah, kamu tidur dulu, aku mau lanjutkan nontonku.” Kataku “Jangan lupa tutup pintu kamarku. Kamu matikan sekalian lampu disini” pintaku padanya
Rose mematikan lampu dan keluar dari kamarku, aku merasa agak leluasa berada sendiri dalam gelapnya kamarku. Cahaya televisi menjadi satu satunya sumber cahaya yang ada. Pendaran cahanya menyinari semua sudut ruangan kamarku. Temaram dan syahdu kurasa. Tanganku kembali bergelut dengan batang batreiku yang berurat otot otot kenyal dan melingkari sebagian permukaan kulit penisku.
Ingatanku pada Sri muncul kembali “Ah seandainya Sri ada disini, dia akan tidur disampingku. Menggeliat dan memeluk badanku serta menciumi kulit dadaku” Khayalan tentang Sri mewarnai kegiatanku dalam mengurut dan mengocok ngocok batang yang berlumuran cairan yang keluar dari mulut mungil di kepala penisku. Cairan yang keluar mempermudah dan melicinkan gesekan tangan dan jari jariku dipermukaan kulit penisku.
“Aaaaaaaahhhhhh” teriakku saat aku menekan kencang kepala batangku. Kutarik kembali tanganku keatas dan mengulangi tindakan yang menimbulkan sensasi kuat. Berulang ulang naik ….turun naik….. turun dan terus…….. terus sekali ……..lagi…… terus cepat……….pompaan dan tekanan tangan dan jari membuat ramuan alami dalam memuaskan diri. “Ooooooooooohhhhhhhh Srriiiiiiiii “ mulutku menggumam nama yang terasa sangat jauh didalam hati. Dan lunglai kuterasa saat letupan letupan yang memagari birahi terbuka dari kunci yang selama 3 minggu mengungkung dan menekan seluruh sendi kenikmatan.
Perasaan menyesal menyelimuti kalbuku yang terkoyak, ada rasa sesal yang menyeruak muncul dan menguat dipikiranku. Tapi kenikmatan yang kurasa terasa sangat perlu dan badan terasa luruh sesaat kedutan kedutan terakhir memuntahkan pejuh yang menggumpal seperti kristal kristal kecil menempel ditanganku dan telapak tanganku. Mataku kabur dalam keletihan dan mengantarku tidur bak malam panjang tak terukur.
* * * * * * * * *
“Tok ………tok ………..tok……….. tok………” ketukan ringan di pintu kamar tidurku membangunkan aku dari tidur lelapku. “Mas Polie……….jam 6.30 pagi mas. Tehnya sudah aku siapkan. “Klek……….”pintu kamarku terbuka lebar dan menyembullah kepalanya Rose. “Iiiiiiiiiiihhhhh tidur kok ngga pakai celana, tuh burungnya terbang ………mas!” Buru buru dia tutup pintu kembali.
Aku bangun dan menutupi batang batreiku dengan kedua tanganku, aku terjengah kenapa aku bisa lupa memakai celana semalam setelah bermasturbasi ria. Aku berdiri dan mencari celana dalam yang aku gunakan untuk mengelap sperma yang berceceran semalam. Aku pakai celana dalamku dan memakai celana pendekku berjalan ke kamar mandi.
Rose sudah rapi dan siap untuk bekerja, semua pekerjaan dapur sudah selesai. Ada semangkok mie diatas meja dan teh manis hangat kesukaanku terhidang.
“Semalam jam berapa tidur mas……….?” Tanyanya setelah aku keluar dari kamar mandi.
“Aku ngga tahu rose, aku masih nonton terus semalaman.” Jawabku sekenanya
“Aku dengar orang mengaduh semalam, kenapa mas?” tanyanya.
“Hah……? Mengaduh….?” Tidak ku dengar semalam, aku mencoba mengingat apa yang aku teriakkan ketika aku mengurut batreiku. Aku mengira ngira mungkin aku terlalu keras berekspressi sesaat cairan kenikmatanku muncrat dari kantong semarku.
“Aku mau datang kekamar Mas Polie ingin tahu apa yang terjadi, tapi aku pikir Mas Polie udah tidur jadi aku urungkan niatku kembali.” Katanya. “Aku ngga bisa tidur semalam mas………..rasanya sulit menutup mata. Mungkin baru jam 2 pagi aku bisa menutup pulas mataku.”
“Kamu mikirin sesuatu kali sehabis nonton film tadi malam?” ujarku padanya.
“Ngga juga …..tapi mungkin bisa jadi mas……..habis filmnya bagus dan mengharukan. Terusannya bagaimana mas…………..aku tidak kuat nonton sampai habis.” Katanya
“Nanti kamu masih bisa nonton lagi lanjutannya, aku baru besok kembalikan Laser Disc nya.” Kataku
Perasaanku agak lega setelah bisa mengeluarkan bebanku semalam, tidak begitu sesak lagi. Kerja hari itu juga menyenangkan, pandangan mata jadi agak clear dan pikiran agak tenang. Bekerja di toko hari itu juga agak ringan karena beban di kantong semar sudah berkurang. Cuman ada sesuatu yang masih mengganjal, cara pelampiasan yang jauh berbeda. Selama ada Sri, selalu ada partner untuk melampiaskan keinginan yang satu itu, sedangkan dengan Rose perlu diperkenalkan dengan pendekatan. Tetapi rasanya kok tidak mudah mengarahkan dirinya karah kesana.
--------------------------------------------------------------------------------------
Aku tidak bisa mendiskripsikan keadaan diriku dan nafsuku, seperti macan kelaparan kali. Aku tidak tahu harus dari mana memulai supaya aku bisa menguasai keadaan. Ada seorang Rose, yang bisa membantu mengatasi masalahku tetapi bagaimana harus memulai untuk bisa bermesum ria dengannya. Keadaan masih belum seperti yang diharapkan.
Rasa lapar akan pemuasan jasmani sering meningkat pada sore hari, setelah toko tutup. Dan kesempatan untuk melihat pahanya rose yang berbalut handuk kandang masih aku lakukan dengan cara turun kelantai bawah saat rose keluar dari dalam kamar mandi. Seperti biasa, saat rose mandi dilantai bawah dia hanya berbalut handuk dan berjalan keatas mendaki anak anak tangga dengan pelan. Punggung bagian atasnya terbuka sehingga membuat jakunku turun naik. Air liurku meleleh tidak tertahankan ingin menyerbunya dan menyekapnya. Mataku nanar setiap kali melihat tubuhnya yang berbalut ketat handuk basahnya.
* * * * * * * * * *
Suatu siang 2 hari sebelum lebaran 1998, Rose dipanggil olah Mas Jaya untuk mengambil oleh oleh dari saudara istrinya mas jaya yang baru saja datang dari Palembang. Karena Slamet sedang sibuk, maka Rose yang diminta kesana. Saat kembali ke toko Rose memberi kabar menggembirakan buat aku.
“Mas………ada berita bagus?” katanya dengan senyum senang.
“Kabar apa Rose………? Apa kamu mau pulang lebaran?” tanyaku
“Tidak mas, aku tidak diijinkan pulang sama Mas Jaya karena aku pegawai baru.” Jawabnya
“Wah kamu sedih dong, karena tidak bisa pulang. Terus berita bagusnya apa?” tanyaku ingin tahu.
“Anu Mas………….Mas Polie akan mendapat sepeda motor hari ini.” Jawabnya dengan ceria.
“Sepeda motor apa Rose?” kataku sambil menengok kearahnya.
“Katanya nanti kalau mau kuliah Mas Polie naik sepeda motor. Mas Polie mau kuliah dimana? Memang kalau kuliah jauh ya mas?” tanyanya kepadaku.
“Aku tidak tahu Rose………memang kenapa kok tanya?” jawabku sambil bertanya
“Jadi tidak pulang kerumah setiap hari ya kalau Mas Polie kuliah?” tanyanya kedengaran khawatir.
“Aku pasti pulang Rose…..memangnya kenapa kalau aku tidak pulang?” kataku ingin tahu.
“Tetanggaku di Blitar kalau kuliah sering kos mas, jadi tidak bisa pulang setiap hari. Kadang seminggu sekali kadang sebulan sekali tidak tentu mas?” jawabnya panjang lebar.
“Memang kamu ingin aku juga seperti itu?” jawabku
“Tidaklah mas………aku takut kalau tinggal sendiri” jawabnya polos.
“Terus sepeda motor apa yang tadi kamu bilang? Tanyaku
“Sepertinya sepeda motor Yamaha mas, warna biru. Aku sudah melihatnya tadi diturunkan dari mobil bukaan belakang.” Jawabnya
Mas Jaya menjanjikan aku sebuah sepeda motor beberapa hari sebelumnya. Dia pikir suatu hari nanti aku harus naik sepeda motor maka dia berencana akan membelikanku sebuah sepeda motor. Aku sih tidak menolak, toh aku masih lama mau kuliah. Tapi Mas Jaya pikir aku harus belajar dulu naik sepeda motor dan mencari sim sebelum bisa kupakai untuk kuliah.
“Mas Polie mau ambil jurusan apa kalau kuliah?” tanya Rose.
“Tidak tahu Rose, aku belum pikirkan sekarang yang jelas aku harus kuliah. Aku tidak mau menjadi tanggungan Mas Jaya sepanjang masa.” Jawabku
“Bagus mas………aku suka semangat seperti itu. Tapi nanti pasti pulang kan?” katanya memastikan.
Ada rasa aneh dibalik pertanyaannya, terkadang aku mendengar sebuah harapan kasih sayang dibalik suara khasnya. Ada kekawatiran jika kita berpisah, aku berpikir apa yang ada didalam hatinya.
“Rose……..apa yang kamu bawa dari Mas Jaya tadi” tanyaku
“Ada oleh oleh dari palembang mas…….Kekian, itu loh gulungan daging yang digoreng. Enak mas untuk makan malam sebentar.” Katanya
“Ya sudah sana……..kamu potong dan goreng. Di iris agak tipis tipis ya supaya enak untuk lauk.” Kataku
Rose berjalan berlalu dari hadanpanku, mataku mengikuti arahnya dan kulihat punggung badannya dan turun ke pinggulnya. Aku tidak bisa lepas dari tatapan mataku pada pinggulnya yang bergerak kekanan dan kekiri. Indah dipandang dan dipegang.
“Kaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaapaaaaaaaaaaaannnnnnn aku bisa memegangnya” teriakku dalam hati. Rasanya ingin menjerit dan perasaanku rasanya streeeeesssss berat.
Rose mempunyai betis yang indah sehingga tidak jemu mengamati bentuknya. Apalagi kalau memakai rok jean biru dan t-shirt putih. Ingin rasanya mengusap sepanjang jenjang tungkai kakinya.
Setelah toko tutup, aku tidak segera naik ke atas sementara rose menyetrika dikamarku. Aku berdiri didepan toko dengan pintu sedikit terbuka menunggu kedatangan sepeda motor yang tadi diceritakan oleh Rose kepadaku. Benar saja, Slamet mengendarai sepeda motor yang tadi diceritakan kepadaku. Sepeda motor warna hitam dengan strip stiker biru tua. Suara mesinnya masih merdu dan enak didengar. Di bagian plat nomornya ada sebuah otongan kardus yang bertuliskan “PERCOBAAN”.
“Mas Polie………….bisa dipakai cari cewek mas. Enak naikannya mas, Yamaha Alpha R” Katanya dengan senyum. {tidak yakin namanya sudah agak lupa}
“Wah aku belum bisa naik sepeda motor Met. Kamu bisa tidak ajari aku?” pintaku
“Bisa saja……..sini naik didepan. Jangan digas keras keras ya bisa loncat nanti.” Ingatnya kepadaku.
Aku naik dibagian depan dan memegang stang sepeda motor. Gas kuputar sedikit dan suara mesin menderu menggonggong.
“Jangan terlalu keras mutarnya, perlahan lahan saja” katanya pelan.
Kuturuti maunya dan memutar dengan perasaan seperti memutar punting susunya Sri dulu. Aku masukkan gigi pertama dan aku menyeimbangkan seluruh ketrampilan dan suara mesin yang masih halus meggerakkan seluruh body dan roda berputar kedepan.
“Masuk gigi ke dua mas, injak maju dan kecilkan gasnya” teriaknya.
Aku melakukan seperti yang diperintahkan dan agak sulit memang tetapi bisa kulakukan dengan baik. “Aku punya banyak waktu luang untuk berlatih lebaran nanti” pikirku. Hampir dua jam aku mengendarai sepeda motor itu keliling seputar pasar dan membawa masuk sepeda motor ketika hari mulai senja. Aku masukkan kedalam toko dan kudengar Rose sedang berada didalam kamar mandi bawah. Suara airnya berceburan dan disiram. Aku tutup pintu toko dan mematikan semua lampu toko sehingga kelihatan sangat gelap. Aku berjalan kearah pintu kamar mandi dan jongkok dan mengintip melalui lobang kunci.
Jantungku berdebar dan takut ketahuan kalau aku mengintip. Dari lobang kunci aku hanya melihat sepintas kelebatan tubuhnya. Tidak jelas dan hanya sedikit yang bisa terlihat. Batang batreiku ngaceng dan keras diikuti batang, aku menunudukkan kepalaku dan mengintip dari celah bawah pintu. Kutundukkan kepala hingga menempel lantai bawah, hanya terlihat kaki hingga sebatas lutut, kecewa dan frustrasi adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanku. Aku berjalan kearah pintu toko dan menyalakan lampu toko.
“Rose, kalau naik jangan lupa matikan lampu toko ya?” kataku padanya.
“Apa mas……..aku tidak dengar?” tanyanya
“Matikan lampu toko kalau kamu akan naik?” ulangku
“Aku sudah selesai mas, matikan saja sekalian” katanya “Klek……grendel pintu dibuka dan Rose keluar dari kamar mandi.
“Sudah datang sepeda motornya mas……..?” tanyanya.
Aku menoleh kearahnya dan melihat Rose berdiri didepan kamar mandi hanya berbalut handuk basah.
“Aduh sexynya kamu Rose……….” Teriakku dalam hati.
“Iya….aku baru saja belajar sama slamet” kataku menjawab sambil mematikan lampu toko. Dan keadaan jadi agak gelap, aku berjalan mendekati tempatnya berdiri sedangkan Rose masih berdiri didepan kamar mandi.
“Kamu tidak naik Rose?” tanyaku
“Mas dulu yang naik deh…..aku berjalan dibelakang saja” jawabnya.
“Memang kenapa kalau kamu yang duluan naik?” tanyaku sambil
“Aku kan tidak pakai dalaman, Mas Polie bisa mengintip pahaku. Trus Mas Polie tidak bisa tidur lagi.” Katanya pelan
“Kamu kelihatan segar sekali habis mandi Rose” kataku. Kontolku berdiri keras terjepit oleh celana dalam yang kupakai. “Tidak sulit ternyata kalau belajar sepeda motor Rose. Besok pagi kamu bangunkan aku agak pagi ya supaya aku bisa belajar lagi.
“Nanti kalau Mas Polie sudah bisa, gantian aku yang diajari ya mas?” pintanya dari arah belakangku. Aku menoleh kebelakang dan kulihat gundukan dadanya terhimpit oleh handuknya yang ngepres kencang.
“Ayooooooo Mas Polie mau lihat apa?” katanya sambil menutupi dadanya yang terbuka dibagian atas.
“Aku lihat itumu Rose, salah sendiri kamu kalau mandi tidak bawa ganti sekalian” aku ngeles
“Repot, kalau mas dibelakangku bisa lihat paha, kalau diatas bawaanya mau lihat dada” dia berkata.
“Jadi bisa ya mas…….nanti ajarin aku naik sepeda motor ya.?” Katanya menegaskan
“Kalau kamu mau boleh tapi harus ada bayarannya?” kataku sambil berjakan ke kamarku.
“Iiiiiiihhhh ngajarin begitu saja mau minta bayar, kenapa begitu komersial sih?” dia berkata sambil membuka kamarnya.
“Kalau kamu mau, aku akan ajari. Tapi kalau syarat tidak terpenuhi aku tidak rugi” katanya
Bayarannya apa mas……….?” Serunya dari dalam kamar
Pijat dulu badanku malam ini dan aku minta cium setiap kali kamu minta ajar.” Kataku singkat
“Ihhhhhhh mintanya kok aneh aneh sih” katanya dengan keberatan
“Kalau kamu mau, ya itu bayaran yang harus kamu berikan. Kalau kamu tidak mau aku juga tidak maksa. Aku mandi dulu ya, kamu siapkan minyak urut untuk memijat Rose. Badanku sangat capek rasanya.
----------------------------------
Aku keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang kebawah, tidak kelihatan Rose dari depan kamar mandi. Aku berjalan menuju kamar tidurku dan membuka kamarku, Rose berada didalam kamarku menonton TV. Disebelahnya ada sebuah botol hand body yang masih terbungkus plastik bertutup putih. Aku cukup kaget kenapa, ternyata kata kataku di tanggapi dengan serius. “Aaaaaaaaaaahhh ini dia, buah yang kutunggu sudah masak” pikirku. Aku melangkah masuk dan berjalan kelemariku untuk mengambil celana pendek batikku yang longgar.
“Rose kamu keluar dulu deh aku mau pakai celana.” Kataku memintanya
“Pakai saja toh mas………..aku ngga akan melihat” katanya tanpa menoleh wajahnya tersenyum menyungging.
“Tapi aku malu kelihatan pantatku” kataku merajuknya
“Sudah deh…….aku tutup mataku dengan tanganku. Mas Polie kalau mau pakai celana pakai saja langsung.” Rose menjawab sambil menutupkan kedua tangannya kemukanya. “Paling modelnya dan bentuknya juga seperti itu” imbuhnya lagi.
“Walaupun begitu………….kalau kamu lagi kepingin nanti kamu akan terus kebayang bayang. Makanya lebih baik tidak melihatnya, gawat kalau kamu nanti terangsang, bisa bisa kamu akan menerkamku” gurauku.
“Alaaaaahhhhh Mas Polie ini ………..jangan mengada ada. Nanti malah sebaliknya, bukan aku menerkam tapi malahan Mas Polie yang akan menerkam aku.
Aku memakai celana batikku yang longgar tanpa memakai celana dalamku. Aku ambil handukku yang tadi terjatuh dilantaidan kubawa keluar dari kamarku.
“Sudah, kamu boleh buka matamu.” Kataku sambil memandangnya
“Memang dari tadi aku tidak melihat kalau udah selesai, kelihatan juga tadi burungnya hampir berdiri…………..heheheheee bagus juga ya bentuknya” candanya
“Apa aku bilang, kalau kamu memandang sekali, pasti nanti akan minta ijin memegang. Kalau sudah begitu, bisa bisa ingin mencobanya seperti di film yang kamu tonton.” Kataku membalas candanya
“Mas ……….kapan akan sewa film lagi?” tanyanya ingin tahu.
“Nanti deh kalau udah punya Sim C, bisa pinjam dan kembalikan tanpa harus naik becak.” Kataku. “Kamu sudah siapkan minyak gosok untuk memijat ya Rose?” tanyaku
“Bukan minyak gosok mas, tapi hand and body saja ya...............?” tanyanya, “kapan aku diajari naik motor mas?” tanyanya penuh harap
“Kapan kapan lah Rose, aku kan juga masih tahap belajar, mana mungkin aku ngajari kamu. Tadi siang saja baru belajar masa mau langsung jadi guru?” kataku. “Apa kamu mau diajari sama Slamet saja, supaya kamu bisa langsung belajar?” tanyaku lebih lanjut.
“Ngga ahh, aku tunggu mas saja, sampai mas ajari aku sendiri. Slamet itu kurang ajar kadang kadang, sukanya pegang pegang pantatku kalau tidak ada orang.” Katanya dengan nada sewot. “Sopir dimana mana sama ya mas?, kalau ada cewek ditempat lain maunya di coba. Untung dia tidak kerja luar kota, kalau dia keluar kota segala, pasti istrinya dimana mana” katanya lirih.
“Memang kamu pernah dipegang pantatmu?” tanyaku ingin tahu.
“Iya pernah waktu ambil barang digudangnya Mas Jaya. Aku marah sama dia, tapi dianya malah cengengesan. Aku laporkan Mbak Ling, dan dia dimarahi habis habisan.”
“Kalau begitu aku tidak akan pegang kamu deh, bisa bisa kamu laporin juga aku ke iparku?” sahutku sambil tersenyum. “Kamu ambil dulu sarungku dan bentangkan diatas kasur supaya spreku tidak kena handbody nya.” Perintahku padanya.
Dengan cekatan Rose melebarkan sarungku membentang keseluruh kasur. Dia berdiri dan memintaku untuk berbaring. Aku melakukan apa yang dia minta dan membaringkan badanku keatas kasur spring bed yang empuk. Aku tengkurap dan meletakkan kepalaku di atas bantalku. Rose mendekat kearahku yang berbaring ditengah kasur dan meletakkan pantatnya disamping pinggangku. Kontak pertama dengan Rose membuatku teringat Sri yang pernah sangat dekat denganku. Jari jarinya yang telah terusap dengan hand body lotion menekan kebagian atas punggungku dan menuruni batang punggungku kebawah dan kearah pinggang. Rose menekan pelan dibagian pinggangku dan aku mengerang karena otot otot yang kencang terasa tersentil.
“Aku bisa ketagihan kalau kamu pijat seperti ini Rose.” Beritahuku padanya. “Tanganmu mantap sekali untuk memijat Rose, kamu pernah belajar mengurut apa?”” tanyaku ingin tahu.
“Tidak pernah belajar mas, tapi suamiku dulu juga suka kalau aku pijit.” Jadi sudah terbiasa.
“Apa kamu tidak kangen dengan suamimu Rose?” tanyaku ingin tahu.
“Ya kangen kadang kadang mas, tapi mau diapa. Lah wong dia berada ditempat yang jauh tak terjangkau?” katanya pelan.
“Bagaimana kalau kamu ditinggal kawin lagi Rose? “ tanyaku tiba tiba.
Dia terdiam sejenak dengan pertanyaanku, jari jarinya masih memijatku bagian atas pundakku dekat dengan leher.
“Disini rasanya kaku sekali mas, agak naik kesini ya dudukku” katanya memberitahuku. Pahanya menempel kulit pinggangku dan perasaan hangat menyeruak dari daerah yang menempel disana. Pijatannya menguat setelah turun dari pundak. Kulit pahanya masih menempel di bagian itu. Batreku meregang reaksi yang timbul dari gesekan kulit pahanya dan samping punggungku.
Pijatannya merata kesamping dan aku terkejut saat dia meraih pinggangku.
“Rose..................Ahhhhhhh aku geli disitu!!!” teiakku sambil menggeliat batreiku terasa penuh dicharge, sehingga terasa mengganjal.
“Ooooohhhhh disitu toh kelemahannya, nanti aku akan gelitik sampai ampun” ancamnya kepadaku.
“Jangan gelitik aku, aku bisa gelagapan dan menerkam kamu” kataku padanya.
Rose meneruskan pijatannya dan kadang kadang seperti sengaja untuk mendekati pinggangku yang geli.
“Aaaaahahhhhaaa Rose.......................pijat lagi disebelah situ, rasanya enak.” Pintaku sambil merintih. Rasa pegal dan otot otot yang tegang terasa kendor dan ringan. Rose memijat menuruni pinggangku dan naik ke pantat.
“ Pantatmu lunaknya mas....................enak juga kalau dipegang. Kok ngga pakai celana dalam?’’ tanyanya dengan suara sedikit heran.
“Tidak enak kalau tidur pakai celana dalam, bisa bisa aliran darah tidak lancar” kataku padanya.
“Aku harus hati hati kalau begitu mas duduk dekat sama kamu disini, bisa bisa Mas Polie kalap dan lupa daratan. Aku tidak mau jadi korban ********* hehehehehe” katanya.
Aku menoleh kearahnya dan bertanya “Memang aku punya tampang pemerkosa apa?”
“Mas, jangan marah dong.....................!? masa begitu saja mas marah?” katanya lirih, “Aku kan hanya bercanda” imbuhnya lagi.
“Ihhhh masa begitu saja marah, memang kedengaran marah apa?” tanyaku
Rose memijat turun kepaha, pijatannya lembut dan mencengkeram erat. Aku kegelian dengan pijatannya. “Kamu ini memijat atau merangsang Rose, kalau memijat disitu seperti memancing dan membangkitkan birahi.” Kataku
“Enak ya mas………..”tanyanya kepadaku.
“Ya enak Rose, tapi nanti kalau aku tidak kuat bagaimana?” tanyaku
“Wah itu urusannya Mas Polie, kan kapan hari sudah dikeluarkan?” katanya seolah olah tahu.
“Aaaaaaaahhhh kamu kok tahu?” tanyaku kaget.
“Aku kan yang mencuci celana dalamnya Mas Polie, pasti tahu dong?” katanya menjawabku.
Pikiranku melayang jauh mendengar jawabannya yang memojokkanku. “Wah aku bertanding dengan orang yang pengalaman” pikirku
--------------------------------------
Aku tidak mampu berbicara sesaat sedangkan tangannya Rose masih terus memijat pahaku. Aku sedikit terlena dengan pijatannya sehingga kadang aku melenguh kenikmatan. Birahiku memuncak terangsang oleh pikiran dan respon dari aliran titik titik pijatan jarinya yang menekan ditombol yang tepat. Pijatannya tenang dan sangat menyentuh kalbu, pikiran jorok kadang meyeruak tetapi ada juga ketenangan yang membuat pikiran tenang. Batang batreiku masih menusuk keras di bawah tubuhku, kaku dan terasa sakit tertindih. Kadang aku harus mengubah posisi dimana aku harus menyingkirkan sesuatu yang mengganjal. Rose hanya terkekeh melihat tingkahku, seolah olah dia tahu apa yang aku perbuat. Dia berhasil memanipulasi pikiran dan hasratku yang ditimbulkan dari pijatannya.
“Kok gerak terus sih, memang kenapa sih mas? Nggak enak ya pijatanku?” tanyanya kepadaku.
“Enak Rose………….cuman efeknya diluar dugannku hehehehee” kataku pelan.
Jarinya Rose menekan licin dan menyibakkan bagian bawah celena pendekku yang komprang.
“Pahamu mulus ya mas………..putih dan tanpa goresan.” Katanya, “Seandainya kulit pahaku seperti kulitmu mas…………wah aku akan senang sekali”
“Kulitmu ingin putih Rose?” tanyaku
“Iya mas……..tapi itu kan tidak mungkin ya. Aku kan tidak ada keturunannya, hanya sebuah impian saja deh” katanya agak kecewa.
“Bisa juga dibikin putih kok Rose, mungkin hanya perlu waktu 2 minggu saja” jawabku memberitahu.
“Tapi mahal ya mas, berapa harnganya kalau mengikuti program seperti itu?” kejarnya
“Murah Rose, ditoko bawah ada jual kok” kataku memancingnya
“Huh…..beneran mas?” dengan tidak sabar dia memakan umpanku. “Aku kok ngga pernah lihat produknya”
“Kamu tertarik ya Rose?”
“Iya mas………..aku tertarik sekali cuman aku mampu beli tidak ya?” tanyanya “Berapa mas harganya?” pertanyaannya mencecarku.
“Buat kamu gratis saja Rose, karena kamu udah mijitin aku” kataku
“Produknya seperti apa sih mas?”
“Itu loh Rose, Rinso anti Noda, coba kamu rendam dirimu diair yang kamu campurin Rinso dicampur pemutih pakaian, kamu akan putih dalam sekejap. Hhahhahahahahhhahaha” aku tidak kuat menahan ketawaku. “hahahahahahahaaaa”
“Mas Polie ini sukanya mempermainkan…………dasar Plok Plok Plok” suara pantaku dipukul dengan tangannya. “Breeeeeeeeeeeeeet” celana kolorku ditarik turun.
“Weeeeeiiiiiii kamu mau apa Rose!!?????” kataku sambil menarik keatas.
“Heheheheheheheeeeee ada tikus berpantat putih? Giliran dia tertawa terpingkal pingkal dengan renyahnya. “Putihnya pantatmu mas………..hehehehehehe Breeeeeettttttt” dia tarik lagi celanaku “hahahahahaha”
Aku pura pura tidak ambil peduli dengan sikapnya. Aku biarkan celanaku tetap pada posisi seperti semula sambil mendengar suara tawanya Rose yang menggema didalam kamarku. Tangannya menempel dibagian gundukannya. Akhirnya Rose menutup juga pantatku hingga dia berhenti.
“Teruskan pijatanmu Rose” kataku lirih
“Mas Polie marah ya.? Tanyanya
“Tidak…………..aku senang ternyata ada juga orang yang suka sama pantatku.” Kataku ringan
“Wahhhhhh ternyata suka juga ya, pantatnya ada yang mengagumi.” Katanya penuh kemenangan.
“Sekarang bagian betis Rose………..pijat jangan keras keras ya?” pintaku
“Sebentar mas………….bagian paha bawahnya belum tersentuh” katanya sambil memijit. Tidak ada lagi terdengar tawanya, pijatannya kembali normal.
“Batang batreiku masih mengeras dan pasti cairan beningnya sudah bocor” pikiranku memberitahuku.
Pijatannya Rose semakin kuat ketika bagian betis dia pijit. Dia menekan disetiap jengkal pijatannya. Ibu jarinya menekan nekan dibagian yang dia anggap keras. Jari jari lainnya membuat cengkeraman cengkeraman yang membuat tangannya terasa kuat. Aku merasa disebuah tempat yang nyaman dipijatin dan dielus elus.
“Sebentar lagi aku bikinkan sari jahe mas……….supaya badannya mas hangat.” Katanya.
“Kamu tidak capek setelah memijat aku?” tanyaku “Coba kamu pijat lagi bagian pundah Rose, rasanya disitu masih enak dipijat” kataku memintanya
“Ya sebentar………..aku selesaikan dibagian telapak kakinya” balasanya
Telapak kaki dia gosok gosok dengan tangannya dan jarinya menotok notok dibagian bawahnya. Ibu jarinya kembali menekan dan dia putar lirih sedikit demi sedikit. Setelah sebelah kanan selesai, sebelah kiri dia beri perhatian dan diperlakukan yang sama.
“Sudah mas…………sekarang balikkan badanmu!” pintanya
“Hah…….kenapa harus balik segala” kataku sedikit protes. Aku malu dengan kondisi burungku yang mungkin sudah berlumuran cairan, dan aku percaya cairan kental itu pasti membuat spot didepan celana kolor batikku.
Aku memutar badanku untuk membalikkannya sehingga bagian dadaku berada diatas. Rose tidak melihat kebagian selangkangan tetapi tangannya langsung meraih pundak dan dadaku. Pundak atas yang tadi aku bilang padanya diberi perhatian dengan memijit mijit lebih keras. Tatapanku kearah Rose semakin jelas. Selama ini aku tidak pernah memandang wajahnya dengan lekat, sekarang aku bisa memandangnya dengan puas. Berada didepannya aku bisa melihat sesosok wajah yang hampir sebulan ini tinggal denganku. Hanya kukenal suara dan sosok tubuhnya, suaranya yang merdu bila menyanyi membuatku jatuh hati.
“Kenapa memandang seperti itu, mas?” tanyanya tanpa menoleh padaku.
“Kamu ini serba tahu Rose, mungkin kamu juga tahu apa yang sedang aku pikirkan?” tanyaku tanpa menuntut jawaban.
“Ahli nujum saja tidak tahu apa yang ada didalam laut sana, apalagi pikiran Mas Polie. Kalau aku bisa membaca pikiranmu pasti aku sudah jadi peramal. Heheheheh” terawa dia dengan renyah.
Tanganku diraihnya lenganku diletakkan dipahanya dan jari jariku di pijit satu persatu. Aku menghadap padanya dan tanganku satunya berada dibagian menumpang dipahanya yang terlipat.
“Pahamu juga seksi Rose…………..aku suka melihatnya, baru sekarang berani memandangnya” kataku sambil melihat kematanya. Aku ingin sekali tahu bagaimana dengan reaksinya.
“Laki laki buaya, ada sedikit daging nganggur saja, mulutnya udah berkicau” katanya kenes.
Pijitannya tidak mengendor dan kehangatan mengalir dari paha yang menempel, ingin sekali aku menyentuh paha yang ada di depanku, merabanya dan menelusuri segala permukaan kulit yang ada dibagian dalam yang dia pakai.
“Kenapa suamimu tidak pernah kirim surat, Rose?” tanyaku ingin tahu
“Aku tidak tahu, mungkin karena aku tidak pernah kirim jadi dia tidak nulis juga.” Katanya membalas.
“Kamu tidak kangen sama dia apa?” tanyaku
“Tidak tahu aku mas………….jangan tanya tentang dialah” katanya.
“Kamu kenapa mau belajar naik motor Rose?” kataku
“Tidak banyak anak perempuan didesaku bisa naik motor. Aku ingin bisa supaya nanti kalau aku punya duit aku bisa naik motor.” Jelasnya.
Aku sempat berpikiran bahwa ini anak desa tapi cukup modern pemikirannya.
“Rose……..besk bangunkan aku agak pagi ya supaya aku bisa belajar naik motor” kataku memberitahuku. Tanganku masih bertengger di atas pahanya, aku mengelus sebentar seolah olah tanpa sengaja. Dia diam saja tak bereaksi. Batreiku semakin menegang,
---------------------------------------------------------
Meregang dan ingin dituntaskan, sementara itu tangannya Rose masih mengelus dan memijati dada dan pundak bergantian. Sesaat kemudian tangannya bergerak turun keperut.
“Rose………………geli nih?” kataku padanya.
“Geli tapi enak kan?” tanyanya. “Mau diterusin tidak mijatnya.
“Kamu tidak capek apa?” kataku ingin tahu.
“Tidak …………mas capek ya. Kenapa minta pijat hari ini mas?” tanyanya sambil memandangku.
“Hah……..kan ini sebagai bayaran untuk ngajari naik motor?” jawabku singkat.
“Mas enak tidak aku pijat begini……….?” Tanyanya lagi
“Enak Rose………..dulu sama Sri tidak pernah di pijat.” Kataku memberi tahu.
“Mbak Sri kenapa pulang mas….?” Tanyanya
“Dia kan mau menikah sama pacarnya” kataku menjawab.
“Jadi selama mbak Sri kerja disini, Mas Polie dapat apa sama mbak Sri?” tanyanya
“Iiiiiiiihhhhh kenapa tanya begitu sama aku?” kataku memotong pertanyaannya.
“Kan hanya ingin tahu saja. Siapa tahu mbak Sri kasih kue “Apemnya” ke Mas Polie. “Sebagai kenang kenangan sebelum pulang begitu” lanjutnya.
“Aku dikasih bibirnya sebelum dia pulang” kataku pendek. “Bibirnya lembut sampai terasa hingga sekarang.”
“Bibir bawah atau bibir atas mas? Jadi mas ngga kangen sama Mbak Sri…….?” Tanyanya memancingku.
“Kangen sih………..tapi dia kan udah ngga ada disini dan dia udah hidup ama suaminya. Memang kenapa ………..kamu tanya tentang Sri……..Rose?” tanyaku agak curiga. Jari jari tangannya masih memijatku. Kadang terasa geli dan memancing birahi.
“Mbak Sri pernah cerita kalau Mas Polie mencium rasanya lembut sekali” katanya
“Memang dia pernah cerita begitu sama kamu? Bohong besar dia ……….” Kataku mengelak.
“Aku tidak tahu………..yang dia ceritakan memang begitu padaku. Mas suka ya sama Mbak Sri………..??. Mas sering juga nonton film disini sama Mbak Sri ya?”
“Tidak lah…….bagaimana aku nonton film, sementara Laser disc componya baru saja diberi.” Kataku mengelak. “Cerita apa lagi Sri kepadamu.”
“Banyak lah Mas…………tapi aku tidak akan cerita sama Mas Polie!” katanya. “Sudah deh mijatnya mas………aku buatkan wedhang jahe ya?” katanya padaku.
Ketika Rose akan berdiri, aku tarik tangannya sehingga dia kembali terduduk dan tubuhnya agak oleng ke badanku. Aku ingin peluk dia dan menciumnya, batang batreiku sudah terasa ngaceng dengan kerasnya. Tapi kesadaran untuk melakukannya aku hentikan. Takut kalau dia menolak, aku gelitik pinggangnya dan gerayangi perutnya.
“Ayo katakan apa yang dia ceritakan padamu……….?” Pintaku
“Maaaaaaaaaasssssssssssss…….aku jatuh” katanya “Jangan gelitik aku mas” katanya sambil ketawa. “Aku tidak mau digelitik” katanya manja.
Aku dekatkan wajahku kepipinya sesaat setelah dia berontak karena tergelitik dan ku kecup pipinya. “Cup cup cup” “enakkkkkkkkkkkkkk” kataku setelah mencuri pipinya.
“Pasti sama Mbak Sri juga begitu kan?” tanyanya terus berdiri dan lari keluar
“Rose…………mau kemana?” teriakku
“Bikin wedhang jahe” katanya sambil berlalu. “Mau manis atau tidak mas?” tanyanya agak keras.
“Jangan terlalu manis Rose?” kataku menjawab. Aku menutup mataku selagi menunggu wedhang jahe yang sedang dibuat. Pikiranku jauh melayang bertanya tanya apakah Sri juga bercerita tentang kegiatan kita selama dia kerja disini. Apakah Sri juga bercerita tentang pergumulan denganku kepada Rose. Seberapa jauh dia menceritakan tentang hubungan kita kepada Rose.
“Mas…………sudah jadi wedhang jahenya” katanya sambil masuk kekamarku lagi.
“Kamu tutup pintu kamarku Rose…………nyamuknya banyak” kataku sambil bangun. Aku ambil gulingku dan menutupi batang batreiku yang menyembul.
“Mas………..kenapa tadi cium aku?” tanyanya
“Aku gemes sama kamu……… aku ingin peluk kamu dan ciumin kamu” kataku tiba tiba.
“Wah sedang birahi rupanya ya………..mas ngga tahu ya kalau aku sudah punya suami? Sudah deh…….aku mau kekamarku.” Katanya sambil akan beranjak.
Aku tersadar dengan apa yang dia ucapkan…………….kelembutan dan keceriaan yang dia suguhkan padaku adalah sebuah ilusi dan abstract untuk dibaca. Permainan ala seorang wanita yang tahu cara memainkannya dengan seksama. Intrik dan trik trik telah dikuasai, aku nurut saja dengan lakon yang aku perankan. Sulit dibaca arah dan plot dari naskah hidup yang sedang aku perankan sementara batang yang tumbuh di selangkangan tidak ingin padam kecuali disalurkan. Ini berarti jari jari tanganku harus mengurut jari yang terpisah diselangkanganku itu malam ini.
“Aku ingin kamu Rose malam ini, walaupun hanya jarimu yang bisa memuaskanmu, aku ingin kan kamu malam ini” pikiranku dan hatiku menjerit menyuarakan kata kata itu. “Malam ini roseeeeeeeeeeeeeeeeeee” hatiku berteriak.
“Kamu kan udah cerita Rose kalau kamu udah punya suami, aku ingat kok? Memang kenapa sih kalau Rose udah punya suami” kataku menantang.
“Ya………harus tahu batasnya dong mas.”
“Batasnya apa Tolong ceritakan” kejarku
“Mmmm………..batasnya ya…………apa ya.” Katanya berhenti
“Kamu saja tidak tahu Rose, itu berarti batasnya tidak jelas. Maka kalau hanya mencium saja boleh kan?” kataku lagi.
“Rose tadi bilang mau cium aku kalau minta ajar……….pijatnya sudah sekarang cium aku dong” kataku merajuk dan mendesak.
“Lain kali saja deh…..aku takut dekat dekat sama mas malam ini. Mas Polie sedang menakutkan aku malam ini.” Katanya terus beranjak kepintu.
Pikiran kotorku diketahui oleh Rose malam itu. Santapan berupa tubuh montoknya berlalu dari hadapanku dan itu membuatku frustrasi dan perih. Aku berbaring sambil mengelus pilar yang tertancap diantara paha kokohku. Egoku memadamkan rasa birahi yang membara didalam diriku, aku tidak mau harus memuaskan birahi dengan mengocok dan mengurut batang pilarku.
Aku bangun dan mengambil kaosku dari lemari bajuku. Aku tertegun sejenak didepan pintu lemari yang terbuka. Ada sebuah bungkusan koran yang teronggok didalam sana. Aku tidak yakin secara pasti apa itu. Aku julurkan tanganku untuk meraih apa yang tersembunyi didalamnya. Ketika aku akan membukanya baru teringat, tentang rawe yang pernah aku kumpulkan dirumah pamanku di sragen. Tercetus sebuah ide untuk menggunakannya, tetapi bagaimana? Aku tidak tahu sebelumnya bagaimana benda ini bisa efective berfungsi. Aku buka buntalan dan keluarkan the golden haired fruit yang aku simpan hampir sebulan ini tanpa tersentuh.
Disaat birahi menggelegak seperti ini, ingin rasanya menjamah tubuh seorang gadis yang bisa melepaskan sebuah dahaga yang tidak tercapai. Ku bungkus kembali buah rawe yang berambut emas kedalam plastiknya dan menggulungnya dengan lembaran koran dengan rapi. Aku simpan kembali kedalam lemari dibawah tumpukan bajuku dan kembali ke kasur untuk menenangkan diri.
-----------------------------------------------------
Aku tertidur dengan pulas entah jam berapa, bangun pagi setelah tangannya Rose menyentuh bahuku dan duduk dikasur pegas dimana aku pulas.
"Mas Polie………….bangun mas. Katanya mau belajar naik motor?" katanya lirih. Tangannya yang menempel pundakku terasa sangat lembut, aku buka mataku melihat wajahnya pagi itu. "Enak ya tidurnya semalam?" tanyanya dengan sebuah senyum tertempel di wajahnya.
"Aku masih mau tidur Rose?.........Jam berapa sekarang?" tanyaku sambil memeluk guling.
"Jam 5.30 mas, kenapa tidak jadi mas?" tanyanya kepadaku.
"Semalam tidak bisa tidur, aku kurang tidur Rose. Nanti sore saja deh kalau aku ngga capek" kataku menjawab.
Rose bergerak sementara mataku masih tertutup rapat, tidak tahu apa yang dia buat tapi tiba tiba pipiku ditempeli sepasang bibir "Cuuup" terdengar ditelingaku. Mataku terbuka dan "hahahahahhhhahhaaaahhhaah" suara keras tertawanya Rose terdengar ketelingaku.
"Begitu ya caranya membangunkan mas? ………….jadi itu ya yang membuat Mas Polie tidak bisa tidur nyenyak?" katanya ingin tahu.
Aku memutar tubuhku menghadapnya dan kembali menutup mataku. Kutaruh tanganku kepahanya dan bertengger menikmati kehangatan kulit dan pahanya yang kenyal. Rose memakai rok kain cotton putih sebatas lutut dan sementara dia duduk roknya terangkat naik. Paha bagian atas agak terbuka teronggok didepan mata. Kaos biru yang dia pakai adalah kaos yang dia pakai untuk jaga toko, itu berarti dia sudah mandi.
Batreiku naik kearah atas perlahan lahan, berada didekat merpati yang malu tapi memberikan janji. Aku angkat tanganku untuk memindahkan posisinya kebelakang punggungnya Rose. Aku dorong mendekat tubuhnya yang duduk dekat denganku semakin dekat. Dia mencondongkan badannya dan kembali badannya membungkuk. Aku mendapat sebuah kecupan lembut dari bibir yang agak basah.
"Rose...........kenapa kamu menciumku pagi pagi begini?" tanyaku ingin tahu.
"Mas.......minta aku membangunkan kamu?" katanya dengan suara yang agak centil. "Lupa?" tanyanya lagi.
"Tidak. Kenapa tadi malam kamu tidak menciumku? Kenapa kamu baru pagi ini menciumku? AKu tadi malam ngga bisa tidur karena aku ingin dicium?" kataku sambil memegang punggungnya.
"Mas........aku tadi malam agak takut sama mas?. MAs menyeramkan sekali semalam, matanya mas seperti orang kelaparan" jelasnya singkat.
"Terus pagi ini kamu tidak takut sama aku?" tanyaku lebih lanjut
"Tidak .........aku tidak takut lagi. Mas sudah jinak ........heheheheh" tawanya
Aku menggerakkan kepalaku mendekatkan bibirku kearah lututnya yang tergolek didekatku. AKu kecup sedikit dan menarik kepalaku menjauh, ingin tahu reaksi apa yang aku peroleh dari tindakanku yang berani ini.
"Iiihhhhh kenapa balasan ciumannya disitu?" teriaknya kaget.
"Trus .....mau dimana?" kejarku ingin tahu.
"Disini dong...." jarinya menunjuk kearah pipinya yang sudah bersih.
"Sini aku cium disitu........kamu mendekat kesini supaya aku bisa menciummu!" perintahku sambil menarik mendorong tubuhnya yang mungil mendekat.
"Ngga ahh....MAs Polie belum sikat gigi." katanya
"Mulutku tidak busuk.......coba saja cium sini" aku tidak mau kalah.
"Aku ambilkan teh panasnya ya, supaya kalau mencium bisa manis" dia beranjak berdiri dari tempat tidurku.
Rose kembali kekamarku sambil membawa teh yang dia buat.
"BAngun mas.......minum dulu tehnya..udah agak dingin. Mestinya dari tadi diminum." pintanya
Aku menerima teh manis yang dia buat setiap pagi. Dan pagi ini teh yang dia sajikan ditambahi dengan sebuah ciuman yang dia tawarkan. Setelah meneguk aku kembali bari setelah memberikan mug berisi teh manis yang dia buat pagi itu.
"Sudah ......aku boleh menciummu sekarang?" kataku menagih janji.
"YA tapi jangan kelewatan ya........batasnya sampai disin saja toh?" katanya sambil menunjukkan pipi kanannya dan melingkar keatas dan menuruni bagian pipi bawahnya.
"Kamu berbaring disini deh Rose........supaya aku tidak usah menarikmu seperti ini. Posisimu juga tidak nyaman kan kalau kamu harus membungkuk terus?" desakku.
"Ngga deh........nanti keterusan kalau aku berbaring disini?" katanya
"Ya udah....kamu bungku dong sedikit" kataku
Rose mendekatkan pipinya kemulutku dan dia membungkukkan badannya. Aku tarik tubuhnya dan kalungkan tanganku di lehernya. Dengan mudah aku menjaga dia supaya tidak buru buru menjauhkan badannya.
"Cup" Aku tempelkan bibirku dipipinya dengan waktu cukup lama. AKu hembuskan nafasku kearah wajahnya dan itu membuat Rose menggelinjang.
"Sudah sudah ..........sudah hampir jam 6 pagi mas. 1 jam lagi kita harus buka toko.
"Belum.......mana itu namanya bukan ciuman" sangkalku.
Aku kembali menarik lehernya, Rose tidak menolak badannya membungkuk kembali dan aku gunakan kesempatan itu untuk menggelitiknya. Pinggang yang tergelitik membuatnya ingin menghindar tanganku yang sati menariknya kearahku. Rose akhirnya terbaring juga disisi kananku. Aku tarik badannya untuk menghadapku pelan. Aku cium pipinya dan dia melengos untuk menghindar tapi justru ciumanku mendarat di bibirnya.
Aku menggerakkan bibirku yang menempel di bibirnya dan ingin menjulurkan lidahku untuk membuka bibirnya yang rapat tertutup. Matanya juga dia tututp rapat rapat. Tepat seperti pertama kali dicium bibirnya. Aku tidak kalap dengan suasana seperti itu. Mulutku aku benamkan diatas bibirnya. Tanganku mengulas wajahnya dan membenamkan di salah satu pipinya. Rose membuka matanya perlahan dan melihat kemataku.
Aku berhenti menciumnya dan memandangnya dengan tatapan lembut. Rose membalas tatapanku dan dengan lembut bertanya "Itu yang Mas Polie cari semalam?" tanyanya kepadaku.
Aku mengangguk dengan pelan. "Iya.........Rose kamu belum pernah berciuman?" tanyaku padanya.
"Belum?" jawabnya singkat
"Kenapa? Bukankan kamu sudah bersuami?. Memangnya suamimu dulu belum pernah berhubungan denganmu?" tanyaku padanya
"Aku tidak tahu mas...........tapi setiap kali berhubungan dengan masku aku seperti diperk*sa. Sakit dan kasar perlakuannya" jawabnya
"Ya sudah............aku tidak mau tanya lagi tentang itu kalau kamu mengingat masa masa yang sakit seperti itu" kataku berusaha menutup pembicaraan. Buka bibirmu Rose....aku mau menciummu lagi" kataku memintanya
"Sudah ya........Mas Poli kan sudah menciumku tadi" katanya. Dari sorot matanya kata katanya seperti gasing yang berputar tapi ujungnya tidak nampak. Apa yang diucapkan adalah kebalikan dari apa yang dia rasakan.
"Sekali lagi ya.........?" pintaku. "Buka bibirmu.......?
Rose melaksanakan permintaanku dan aku mendekatkan bibirku ke punyanya yang sedang menunggu. Bibir keringnya segera aku sapu dengan bibirku......keheningan sebuah kamar yang berbalut birahi panas yang menyala dari sebuah tindakan gempur bibir. Matanya terkatup seolah olah ingin merasakan sebuah panganan baru yang pertama kali dia coba. Bibirnya bergoyang pelan menari untuk mengimbangi pagutan bibirku. Matanya dia buka sedikit seperti orang mengintip setelah beberapa saat, bibirnya bergoyang tambah berani. "Aku tidak ingin melepaskan tautan bibir ini." otakku berteriak riang.
Rose terengah engah, irama nafasnya tidak beraturan. Nafas yang aku hembuskan tidak beda. AKu ingin menunggangi kesempatan yang ada, tapi sampai sejauh mana tunggangan ini akan mengantarku. Rose berhenti dan membuka matanya. Dia mencabut bibirku yang tadi tertanam dalam dibibirnya.
"Mas........bibirmu lembut sekali dan manis" katanya
"Bibirmu rasa close up" kataku membalasnya.
"Mas............aku malu. Rasanya aku seperti perempuan murahan" katanya seperti tersadar.
"Uh? aku tidak memandangmu murahan Rose" jawabku menghiburnya
"Iya......tapi aku punya perasaan seperti itu!" katanya lagi
"Buang pikiranmu, aku tidak memandangmu seperti itu?" tanganku mengelap wajahnya. Bibirnya ku sapu dengan jari telunjukku. Matanya terlihat sayu seperti birahi telah menyelimutinya. Aku tersenyum kepadanya dan mendekatkan bibirku lagi ke bibirnya yang menerimaku tanpa merasa terpaksa. AKu julurkan lidahku menyapu bibirnya yang lembut dan nafasnya memburu sebagai respon dari tindakanku. "Uhhhh uhhhhh uhhhh" terasa merdu dan mendayu.
---------------------------------------------
Aku kulum bibirnya sambil memegangi wajahnya, aku gerakkan tanganku menyapu seluruh permukaan kulit wajahnya. Matanya tertutup menikmati setiap sentuhanku. “uuuuuhhhh uhhhhhhh uhhhhhh” suaranya terdengar lirih dari mulutnya. Aku geser tanganku kelehernya dan kupegang telinganya dengan ujung jariku.
“Oohhh mass………..” erangnya pelan bibirnya terlepas dari pagutan bibirku. Aku memandang wajahnya, kelopak matanya masih terbenam menutupi bola matanya. Ada sebuah gundukan dibagian bawah matanya. Birahi sudah menyelimuti Rose yang menunggu tindakan apa yang akan aku lakukan. Aku mendesakkan lagi bibirku kebibirnya sebentar dan aku menuruni dagunya yang, permukan kulitnya aku kikis dengan lidahku dan menuruni seluruh bagian atas lehernya.
“Oooooooohhhhh massss……….” Nyanyian lama terdengar ditelingaku. Tanganya Rose berada diatas wajahku, sentuhannya terasa lembut. Kadang kadang menekan ringan seolah olah ingin mengarahkan bibirku kemana aku harus menyapu. Kutelusuri perlahan lahan sambil mendengarkan erangan lembut suaranya. Kunikmati kembali pekerjaan pembangkit birahi yang telah sebulan tidak kulakukan.
“Sudah mas………sudaaaahhhh masss………….oooooooohhhhhhh sudah” katanya menyibak nyibak rambutku.
“Sekali lagi…………..ya” jawabku pelan. Aku mendongakkan kepalaku dan menjulurkan lidahku menjilat sambil mengecup daun telinganya.
“hhhhhhhhhhahaahhaaaaaaa…….mas……….aku geli.ooooooohhhhhhhh” tangannya mencengkeram badanku sambil tergetar. Di peluk erat erat dan meraih seluruh tubuhku dan menariknya untuk menindihnya. “Oooohhhhhhhhhh masssssssss ooooooohhhhhhhhhhh” respon dari perlakuanku ketika lidahku melintasi setiap jenjang daun telinganya. Aku hembuskan nafas hangatku dan lidahku yang basah menyapu pinggir daun telinganya. “Masssss………………berhenti mas………….” Aku dengarkan suaranya mengeluh dan memintaku untuk berhenti. Tapi bahasa tubuhnya menyiratkan sesuatu yang berbeda dari ucapan dan kata kata yang dia keluarkan dari mulutnya.
Tangannya bertambah erat mencengkeram tubuhku. Dan nafasnya berpacu menderu seperti berlari. Aku tidak menyianyiakan waktu yang ada, aku balut lagi telinganya dengan bibirku dan kutarik pelan serta menguaskan lidahku menyapu turun. “Oooooohhhhhhhh sudaaaaahhhh massss, aku tidak kuat” erangnya lagi.
Aku berhenti seperti yang dia minta, kupandang wajahnya yang pasi serta memeluknya dengan kedua tanganku. Matanya masih tertutup rapat sepertinya malu dengan apa yang dia perbuat. Tidak ada gerakan dari mulutnya, dadanya bergerak gerak naik turun seirama dengan nafasnya yang memburu. Aku tarik kepalanya kearah dadaku dan dia membantuku meringankan dengan menggeserkannya kearahku. Wajahnya menempel didadaku dan aku peluk dia dalam kedamaian. Batang batreiku meregang tapi otak masih waras, aku kecup dahinya dan belai rambutnya.
“Ayo kita turun mas………jam buka toko sekarang. Aku takut siapa tahu Mas Jaya datang tengok kita disini sedangkan kita belum siap.” katanya dengan pelan. Nafasnya pelan dan teratur sehingga hembusan udara yang keluar dari hidungnya terasa hangat didadaku.
“Aku tidak mau melepaskan kamu dulu sehari ini Rose, aku ingin mendekapmu terus hingga nanti tidur lagi.” Kataku kepadanya dengan pelan sekali.
“Nanti kalau Mas Jaya datang kesini sementara toko masih tutup bagaiaman mas?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku tidak peduli Rose, selama kamu mau dan aku mau mendekapmu aku tidak peduli dimarahi oleh siapapun.” Kataku sambil memegang kepalanya.
“Uuuuuuuuhhh nakal ya………..aku tahu sekarang. Mas Polie dulu juga begitu kan sama Mbak Sri.” Aku terjengah dengan pernyataannya.
“Aku heran deh……..sama kamu Rose. Apa saja yang diceritakan Sri kepadamu.” Kataku.
“Ada deh…………”katanya pendek
“Coba kamu ceritakan kepadaku apa saja yang dia katakan.?” Bujukku padanya.
“Tidak deh………..aku tidak mau kasih tahu mas. Aku boleh tanya sama kamu mas, tapi mas harus bicara jujur padaku.” Katanya sambil memandangku.
“Boleh………..kamu bisa tanya apa saja.” Kataku
“Jangan bohong ya! Mas……….mbak Sri pernah kasih mas “Apem manisnya” “Tanyanya dengan memandangku dengan tidak menoleh.
“Apem Manis” apa maksudnya?” tanyaku seolah olah tidak tahu apa yang dia maksud.
“Apem manis itu mas ya………….mmmmmm memeknya” tanyanya sambil senyum kepadaku.
Aku terbungkam dengan apa yang dia katakan padaku. Aku memandangnya dengan selidik untuk mengetahui apa yang dia simpan dimatanya. Matanya berbinar seolah olah dia menyimpan sesuatu disana. Aku tidak tahu apakah rahasia yang dia miliki didalam otaknya.
“Pernah tidak mas, mbak Sri pernah tidak kasih Mas Polie “Apem Manisnya yang basah” katanya mendesak.
“Pernah!?” kataku pendek.
“Mbak kirim surat ke Mas Polie dua minggu lalu. Tapi waktu aku terima Mas Polie sedang didalam kamar mandi. Aku kira untuk aku dari desa, jadi langsung aku simpan dan baru aku buka malam harinya. Setelah aku buka, baru aku sadar ternyata surat yang kuterima tadi bukan untuk aku tapi untuk Mas Polie dari Mbak Sri. Aku baca sedikit tapi aku sudah kepalang tanggung maka aku baca semuanya.” Katanya dengan lancar. Tidak sedikitpun terbersit dari matanya sebuah penyesalan bahwa dia telah membuka surat yang semestinya dia tidak baca. “Maafkan aku ya mas. Aku tidak sengaja mengetahui tentang rahasia kalian berdua.” Matanya memandang dengan mantap, nampak dia siap dengan apa yang akan dia terima sebagai akibat apa yang dia buat
“Mana suratnya sekarang” kataku dengan tidak percaya.
“Ada didalam kamarku mas………mungkin lebih baik kita baca nanti setelah tutup toko. Ayo kita buka toko dulu mas.” Katanya sambil dia bergerak akan berdiri. Aku menariknya kembali ke pelukanku dan mencium bibirnya dengan semangat membara. Bara yang begitu panas didalam diriku berkobar membakar, disirami penyerahan diri Rose kepadaku sehingga membuat birahi yang ada didalam diriku berkobar kobar. Yang lepas dari belenggu dan cengkeraman selama sebulan tidak terlampiaskan. Ada secercah harapan bahwa pengganti Sri telah berbaring disampingku. Kulumat bibirnya yang terlihat menawan, setiap sudut dan sisi bibir manisnya tidak aku sia siakan. Aku hanyutkan seluruh birahi yang terganjal selama ini dalam kesempatan pertama. Rose menyerah dengan seranganku. Dia mengalah mungkin luapan atas permintaan maaf atas kesalahan yang dia buat. Aku menindihnya dengan tidak sabar, ingin aku merentangkan pahanya dengan paksa dan menusukkan batang batreiku yang berdiri tegak. Nafasku memburu cepat bagaikan sebuah gerakan kumparan yang berpusat jauh didalam sana tanpa ujung.
--------------------------------------------
“Aku tidak ingin ini berakhir dulu Rose” kataku diantara nafas yang memburu.
“Memangnya kenapa mas? Nafasnya kok tersengal sengal sih? Mas kena asthma ya?” dia memandangku dengan tidak berkedip. Bibirnya tersenyum mengejek dengan keadaanku.
“Ayooo mas kita buka toko dulu kemudian mas mandi. Aku takut Mas Jaya akan datang mungkin pasar sudah rame.” Katanya membujukku.
“Aduh seandainya kita ada waktu banyak hari ini. Aku tidak ingin melepaskanmu barang sesaatpun. Aku ingin menciumimu sampai aku puas Rose.” Aku ucapkan kata kataku sambil memandang matanya.
“Eng ing enngggggg……rayuan gombal keluar dari mulut singa” katanya mengejek.
“Muaaaaaaach” ciumanku membabi buta lagi.
Rose berusaha menghindar, dan bibirku mendarat di lehernya yang jenjang. Aku pagut lehernya dan hisap kulitnya sambil memainkan lidahku.
“Ooooooooohhhhh masssssss” rose mnggelinjang dengan liar menahan goncangan dan arus birahi yang ditimbulkan oleh hisapanku. “Aaaaaaaaaaaaa maaaaassssss jangan memulai lagi. Aku tidak kuat nahannya. Bisa kita lanjutkan saja mas nanti malam sebelum tidur.” Katanya mengaduh.
“Kamu janji? Aku takut nanti kamu akan berubah pikiran.” Kataku memohon. Aku pagut kuat dan hisa hingga membuat cupang dileher bagian kanannya. Tidak begitu jelas karena kulitnya berwarna coklat sehingga tidak begitu nampak.
“Massssssss……. Iayaaaa aku akan menepati janjiku nanti malam. Aku tidak akan ingkar janji” bisiknya. “Muaaach” kecup bibirnya ke bibirku.
Aku mengangkat tubuhku dan beranjak dari tubuh rampingnya yang tadi kutindih.
“Tuh senangnya kalau udah dapat yang diinginkan” katanya menyindirku. Bbirnya masih tersenyum warnanya agak kemerahan bekas pagutan dan hisapanku. Rambutnya masai berantakan dan baju yang dipakai porak poranda. Ada tanda bengkak dibawah kelopak matanya yang menyiratkan sebuah birahi yang muncul.
“Ayooooo bangun………” aku tarik tangannya untuk berdiri. Tapi dia malah menarikku turun hingga aku terduduk kembali. Aku seruduk kembali tubuhnya dan menciumnya kembali. Aku pegang dadanya kali ini dengan pelan pelan seolah olah bukan sebuah kesengajaan.
“Sudah mas………nanti kita lanjutkan saja nanti malam” erangnya lirih.
“Janji ya……….nanti kita lanjutkan” ucapku penuh harap.
“Iya….nanti kita lanjutkan lagi” katanya sambil menganggukan kepalanya.
Aku beranjak kelemari dan membukanya. Aku ambil sebuah baju kaosku yang akan kupakai bekerja dan celana pendek biasa.
Langit mendung dan agak gelap, terasa sekali angin bertiup agak keras. Besok hari lebaran dan toko tutup selama dua hari. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Aku mandi sementara Rose kembali kekamarnya dan berbenah sebelum kita turun membuka toko.
Pekerjaan hari itu sangat menyenangkan, walaupun sangat sibuk dan melelahkan ada sebuah janji yang aku nanti. Jam terasa sangat lambat menanti datangnya moment yang aku tunggu tunggu. Kira kira jam 2 siang, Slamet datang membawa makanan dan memberi kabar.
“Mas Polie, bagaimana sepeda motornya? Mau latihan lagi tidak?” tanyanya sambil tersenyum padaku.
“Apa yang kamu bawa Met” tanyaku
“Ini mas, mbak Ling memasak Cap Cai hari ini” balasnya singkat.
“Tadi pagi latihan naik motor tidak?” tanyanya lagi kepadaku
“Aku tadi bangun kesiangan met, jadi aku tidak sempat belajar. Sebentar lagi setelah toko tutup, aku akan belajar sendiri.” Jawabku
“Iya………kemaren saja sudah agak lancar, jadi belajar sendiri sudah bisa” jawabnya singkat.
“Besok hari lebaran, kamu kemana Met?” tanyaku basa basi
“Ya berkunjung kesanak saudara, biasa sebuah tradisi. Oh iya Mas Polie, besok mau dia ajak jalan jalan ke Malang sama Mas Jaya, berangkat jam 7 pagi. Diminta bawa baju ganti dua lembar dan celana renang. Rencananya akan menginap disana selama 2 hari” Katanya memberitahuku
“Kenapa mendadak sekali memberitaunya Met?” protesku. “Aku mau latihan naik sepeda motor saja deh” kataku menjawab. “Beritahu Mas Jaya Met, aku tidak ikut saja. Aku mau latihan naik sepeda motor.
“Ya sudah kalau begitu……nanti aku akan beritahukan ke Mas Jaya.” Katanya
“Atau biar nanti sore aku kesana Met, aku akan beritahu Mas Jaya sendiri sambil naik motor.” Kataku
“Ya sudah mas, aku kembali dulu ya” katanya. “Dimana Rose?” tanyanya
“Ada diatas………dia setrika baju” jawabku singkat. “Pasar sudah sepi Met……..Kamu tutup saja pintu tokonya.” Pintaku.
Slamet membantuku menutup pintu, jam menunjukkan hampir jam 3 sore. Setelah Slamet pergi dan pintu toko tertutup aku naik keatas ingin meminta Rose bantu aku hitung uang hari itu. Rose sedang menyetrika dan berdiri didekat meja setrikaan.
“Rose…ayo turun bantu aku menghitung uang dulu?” kataku
“Ya Mas sebentar lagi ya…….tinggal satu baju lagi yang harus di setrika” katanya. Aku berjalan mendekatinya dan dari belakang aku tutup matanya dengan kedua tanganku.
“Mas Polie iiiiiiihhhhh……….ini apa apaan ya.” Katanya sambil mengibaskan kepalanya. “Awas mas Bajunya Mas Polie bisa terbakar.” Katanya lagi dengan logat yang manja. Aku buka tanganku dan melepaskan matanya. Rose hanya tersenyum simpul, aku dekatkan wajahku kearah lehernya yang jenjang dan mengenduskan hidungku di tengkuknya. Aku tempelkan bibirku dan kembali terdengar Rose mengaduh. “Ooooooohhhhhh massss……geeeellllllliiiiiiii aku. Merinding semua bulu buluku.”
Aku teruskan tindakanku sementara batang batreiku sudah bergerak naik mengeras. Aku rangkul dipinggangnya dan aku tempelkan bagian depan tubuhku ke punggungnya. Ada kehangatan terpancar dari punggungnya dan aku serap melalaui kulit kulit perut dan dadaku. Batang batreiku terasa di charge dan menempel dibagian atas pantatnya. Hangat sekali rasanya. Rose merespon tindakanku dengan menolehkan dan menengadahkan kepalanya. Lehernya terbuka dan aku tidak sia siakan kesempatan mengecupnya sekali lagi. “Muaaaaaaachhhhhh” suara ciumanku dan bibirku pun menempel di jaringan kulit lehernya.
“Aaaaaaaaahhhhhhhhhhh” nafasnya tersengal sengal. “Oohhhhhhh massssss.” Erangnya lagi. Tangan kanannya meraih kepalaku dan mencengkeram rambutku. Aku telusuri lehernya dengan bibirku dan terkadang menjulurkan lidahku kesekeliling leher yang ku kecupi. Antara kecupan dan jilatan yang bertubi tubi membuat Rose terbakar. Entah suara apa saja keluar dari mulutnya. Kuraih bibir nya yang terbuka dan menancapkan bibirku disana. Bibirnya terasa kering dan dingin, nafsu yang membakarnya terasa dibibir, kering dan seperti memohon untuk disiram. Aku julurkan lidahku untuk membasahinya dan menyelubungi bibirnya dengan bibirku. Nafsuku bergejolak dengan sentuhan sentuhan bibirnya. Sementara tubuh rose masih tetap membelakangiku.
Tangannya meraih tombol setrika dan memutarnya off, kuputar tubuhnya mengahadapku dan memeluknya sambil berdiri.
“Massssssssss” nafasnya mendengus tidak karuan. Nafaskupun tidak karuan suaranya. Sepertinya bersekongkol untuk mengejar sesuatu yang telah lari. Aku meraih wajahnya dan menggenggam wajahnya yang manis. Matanya sudah mulai sembab gelembung kelopak matanya bagian bawah menebal, pertanda nafsu dan birahi telah membakarnya. Matanya memandangku dengan tidak berkedip, memohon untuk dipuaskan. Aku meraih kembali bibirnya dengan bibirku, ku julurkan lidahku memasuki rongga mulutnya dan ada rasa geli yang Rose rasakan. Seperti pengalaman baru baginya dan mendesah desah seperti ingin menyerobot angin.
Tanganku bergerak turun dan menepi di dadanya sedangkan tangannya Rose menggelayut di leherku. Aku tak kuasa untuk menghentikan kegiatan ini karena birahi yang mengendalikan keinginan ini terlalu kuat. Rose pun sudah tidak kuasa juga memblokir aliran birahi yang berada di dalam dirinya. Dengan buas diapun melayani setiap hisapan bibir dan sepak terjang lidahku yang menelaah setiap centi rongga mulutnya. Lidahnya juga menari nari bergantian memasuki ronggaku. Aku cabut bibirku dari bibirnya dan dengan cepat aku arahkan menangkap telinganya dan terdengar nyaring suara Rose yang meratap kenikmatan. “Oooooohhhh…..masss……….aaaaaaaahahhaaaa masssssss addduugggghhh nmassssss…………. Oooohhhhhhh ooooohhhh” suaranya seperti tertekan sesuatu yang membuatnya tertahan. “Ooooohhhhh aaaaaaaahhhhhh…….. mana aku bisa tahan seperti ini…….ooooohhh” aku mengubur daun telinganya dengan bibirku. Kepalanya bergerak gerak serasa akan menyeruak keatas. Tanganku menggapai lagi ketubuhnya dan mencengkeram kuat menarik kearah tubuhku. Ku tempelkan batang batreiku yang meradang ketubuhnya yang masih berbalut lengkap. Aku angkat tubuhnya sehingga Rose terduduk dimeja dimana dia menyetrika dan aku rebahkan disana.
“Jangan disini mas….baju yang sudah kusetrika akan kusut lagi.” Pintanya.
Aku tarik tangannya dan aku letakkan dipundakku. Aku peluk dia dan angkat tubuhnya untuk ku gendong. Badannya ringan dan aku bawa dia kekamarku.
“Mas……..aku mau dibawa kemana?” tanyanya
“Ssssssssssssttttt diam saja.” Kataku
Aku rebahkan tubuhnya dikasurku dan aku benamkan tubuhku diatasnya. Aku kembali bergerilya berusaha melanjutkan perjalanan yang terhenti.
“Mas……jangan keterusan ya?” katanya singkat
“Apa maksudnya?” tanyak bodoh
“Aku tidak mau sampai kita berbuat……!” katanya
“Berbuat apa Rose?” kejarku
“Berbuat itu..mas. Aku tidak mau sampai aku hamil”
“Aku tidak akan membuatmu hamil Rose?” kataku tenang “Aku mau kamu menikmati saja.
“Mas tahu caranya?” tanyanya pendek sambil memandangku dengan cemas.
“Cara apa?” tanyaku
“Caranya supaya aku tidak hamil?. Aku takut kalau kita kebablasan dan menjadi hamil. Aku akan malu bertemu sama orang tuaku di kampung” ucapnya
“Kita tidak akan melakukannya sampai sejauh itu” kataku menghiburnya.
“Kalau aku tidak tahan bagaimana mas, namanya juga manusia mau puas dalam segala hal. Kayak tadi mas bikin aku gelagapan. Aku kadang mau teriak kenikmatan mas, tapi aku takut tetangga sebelah dengar. Aku mau meremas pisangmu mas, boleh? Pintanya kepadaku.
“Jangan diremas tapi boleh dibelai dan disayang” kataku menjawabnya sambil tersenyum.
Tangannya Rose merayap turun kebawah disela pahaku dan bertengger dalam kokohnya batang berotot yang melingkar di setiap sisinya. Aku semakin melayang dengan perilaku dan tingkahnya. Tangannya membetotku tepat di batangnya. Dan lenguhan tak dapat kutahan keluar dari mulutku.
“Sebentar Rose……..aku lepas dulu celanaku” aku menyela dan melepas celana pendek dan celana dalamku. Batangku tertawa terbahak bahak menghirup udara, Rose tertegun sejenak dengan munculnya batang kebanggaanku.
Tangannya meraihku kembali dan membelaiku dengan pelan. Kehangatan kulit tanggannya menyelimuti batangku dan membuat nyaman jiwaku. “Aaaaaaaaahhhhhhhh”
“Hangat sekali mas rasanya. Aku hampir lupa………………” katanya tidak meneruskan.
“Hampir lupa apa Rose?” desakku bertanya padanya.
“Aku hampir lupa bentuknya dan hangatnya” katanya pelan. Sambil membelai batangku, tubuhnya meringsek mendekatkan tubuhku. Tidak ada bau tubuhnya, aku merasa nyaman. Aku dekap tubuhnya dengan penuh kehangatan, tubuhnya yang kecil terasa seperti seorang anak yang kedinginan meringkuk didalam tubuh induknya.
Aku cium keningnya dan dengan pelan aku telusuri hidungnya dan menuruni ke bibirnya lagi. Ingin kusetubuhi dara kecil didekapanku, ingin kupuaskan dahaga yang terasa dan lapar akan nafsu yang bergolak golak dalam tubuhku. Tangan manisnya menggoyang goyang batangku, goyangan yang tidak ada arah dan tujuan. Mencengkeram ringan dalam pagutan atas kulit batang batreiku. Kunikmati setiap goyangan dan sentuhan jari jarinya. Melayang……..menukik dan meradang, badan terasa panas dingin terombang ambing dalam deru nafsu yang hampir tersalurkan.
“Rose…….?” Kataku mengambang tidak tahu apa yang akan aku ucapkan.
“Apa mas………” katanya pendek tanpa mengubah posisi.
“Aku mau ………mencium tetekmu?” kataku terbata “Aku buka kaosmu ya?” lanjutku sambil menarik kaosnya.
Rose agak keberatan dengan permintaanku tetapi berubah pikiran setelah aku mengecup kepalanya. Dia membiarkan aku mengupas pembalut tubuhnya dan menyodorkan tangannya untuk meloloskan kaos yang dia pakai. Badannya polos didepanku, bra yang dia pakai tidak ada renda tapi hanya sebuah bra sport yang ringan.
Dadanya naik turun menyisakan sebuah nafas yang semakin memburu. Hembusan nafasnya berupa udara hangat yang menerpa wajahku. Aku dekatkan hidungku ke hidungnya dan genggaman tangannya terlepas dari burung kecilku setelah posisiku berubah. Aku angkat naik dengan posisi dia diatas dan aku tarik turun cup Bh yang dia pakai. Tersembul sebuah gundukan kecil payudara 32 B yang dia sembunyikan dibalik bh sportnya.
Aku tarik puntingnya pelan dan dia mengaduh kembali.
“Mas………aku juga mau kamu lepas kaosmu?” pintanya pelan. Tangannya meraih kaosku membantuku untuk melepaskannya.Aku kembali telanjang bulat didepan gadis kedua setelah Sri. Badannya dia dekatkan kearahku dan menempellah gunung kecil didadaku. Kubalut kembali badannya setelah meraih dan rengkuh tubuh kecilnya.
"Aku merasa tenang atasmu mas" rintihnya pelan.
-------------------------------------------------------
Kata kata yang diucapkan bagaikan sebuah kunci masuk menuju sebuah arena baru yang lebih menjanjikan. Sebuah hubungan yang lebih menjanjikan dan romantis. Ciumanku padanya semakin menggebu, belaian dan sentuhan didaerah yang membangkitkan birahi semakin hebat. Aku tidak ingin buru buru memetik buah yang belum ranum benar. Kepercayaan yang dia rasakan, ketenangan dalam dirinya yang aku bangun hanya terucap sesaat yang lalu. Aku mau membangun sebuah kepercayaan yang kuat sehingga mudah untuk menjajah perasaannya. Ketulusan hati, mau melayani, dan mendahulukan kebutuhannya adalah kunci yang harus dijaga.
Tubuhnya mendekapku dan buah dadanya melekat erat didadaku. Kulitnya yang halus terasa hangat disekujur badanku. Ciumanku mengarah ke lehernya sedangkan Rose tidak bergerak. Dia menikmati setiap sentuhanku dan ciuman yang kuberikan membuatnya seperti lemas dan tidak berdaya. Tubuhnya seperti loyo, suara erangan pelan yang keluar dari mulutnya menyiratkan sebuah rasa asa yang selama ini dia ingin rasakan.
“Mas……oohhh ……..suuuudah mas………..sudaaaaaaaaah. Aku lemas sekali rasanya. Mas mau apa sekarang?” pertanyaan atau sebuah tawaran aku tidak mengerti. Tapi kedua duanya harus segera di respon. Aku gulingkan tubuhnya kekasur dan kutindih tubuhnya. Matanya masih dia tutup sepertinya malu tangannya dia silangkan kedadanya. Aku tidak merengkuh kedua tangannya untuk membuka dada yang berbukit itu. Aku turunkan wajahku untuk menciumnya sekali lagi, wajahnya dia golekkan kesamping. Dan aku julurkan lidahku menuruni lehernya. Aku hisap pelan dan kepalanya dia dongakkan keatas. Ada suara pelan mendesis keluar dari mulutnya.
“Mas pintunya tolong ditutup, aku malu kalau teriakanku terdengar keluar. Lihat jam sekalian mas.” Aku berdiri dan menutup pintu kunyalakan kipas anginku dan melihat jam.
“4 kurang lima belas” kataku sambil mengambil peranku yang baru saja kutinggalkan. Aku comot lagi lehernya dengan lidahku dan menghisapnya pelan, kembali desisnya yang pelan kembali terdengar dengan lembut.
“Aku rasanya mau teriak mas……..aaaaaaaaahhhhh rasanya selangit bibirmu mas. Jilat lagi bagian leherku mas?” pintanya ingin menikmati.
Aku lakukan permintaannya dan mengecup kembali lehernya dan aku oleskan lidahku menyapu didataran kulit leher tepat dibawah dagu.
“Ooooooooooooaaaaahhhhhhhhh” teriaknya agak keras. Gerakannya tambah liar, tubuhnya dia putar kekanan memberiku akses menuju ke belakang pundaknya. Aku hisap daerah pundaknya dan tangannya meraih wajahku dengan lembut. “Ooooooooooohhhhh rasanya tidak terkira massssssssss…..ssssssssss Oooooohhhhhhhhh” kata katanya tidak jelas seperti orang kepanasan. Tubuhnya dia liuk liukkan, bukit yang tadi dia proteksi dengan kedua tanggannya dia lepas dan nampak jelas sekali kedua bukitnya berkembang keras di putingnya.
“Aaaaaaaaahhhaaaooooaoaaaahhhhhhhh aaaaaaaaaadduduuhhhhh masssss pintarnya kamu memanipulasi lidahmu mas…..aku rasanya kenyang dengan perlakuanmu mas……..jangan berhenti dulu masssss” kata katanya sarat dengan permintaan dan permohonan. Aku kembali jelajahi daerah yang belum terjamah oleh lidah dan bibirku. Aku turun kelengan kanannya dan di atas siku kanannya aku kecup pelan dan meraihnya dengan gigi depanku. Ku gigit pelan dan teriakannya bertambah nyaring”
“Mmmmmmmmassssss kau apakana akuuuuuuuuuuu oooooooohoohhhhh ampun” katanya. “Jangan dulu berhenti sayangggggggggggg” kata katanya berubah manja. “Aku ingin lepasssssskan bebanku massssssss. Nafasnya menderu tertahan dan mulutnya kembali terbuka. Kutawarkan jari telunjukku kemulutnya. Himpitan bibir dan lidah basahnya menyambut jariku dan menyulut birahiku. Aku teruskan penjajahanku menuruni pinggir kanan dadanya dilembah bukit kecilnya. Ada bintik bintik kecil keras dan rambut disekitar putingnya berdiri tegak tanpa ampun. Seperti tanaman yang tumbuh disekitar tanah yang sangat subur dan gembur.
“Muach ……muachhh” aku mengecupnya. Tanganku menjalar kekiri dan menggenggam putting dan bukitnya. Aku hangati putting kanannya dengan lidah dan bibirku.
“Massss ….masssss……massss……….Ohhhhhhh ooooohhhh ooohhhhh” matanya sayu dan penuh nafsu. Tangan kanannya menjalar turun kearah badanku dan menemukan batang yang dia cari. Ada tetesan keluar dari batang batreiku dan mengalir deras ketika tangannya meraih kepalanya.
“Ooohhhhhh Rose kocok pelan pelan ya…..jangan terlalu keras dan kasar. Kulitnya bisa lecet dan infeksi.” Pintaku padanya.
Aku tidak konsentrasi dengan apa yang aku lakukan. Rose memberiku perhatian disana. Tangan satunya mengelus elus kulit dibawah perutku.
“Lepas rokmu Rose………..!” perintahku
“Jangan mas……nanti kita keterusan” jawabnya
“Tidak …..kita tidak akan keterusan. Aku akan kendalikan diriku.” Jawabku diplomatis
“Mungkin Mas Polie bisa…..aku tidak bisa kendalikan diriku sendiri mas” katanya “Tidak usah ya?” Katanya
“Kamu lepas saja asal celana dalamnya tidak usah kamu lepas” pintaku
Aku turunkan roknya dan dia membantuku mengangkat pantanya yang kecil dan dengan mudah aku lepaskan roknya. Kedua tungkai kakinya dia angat dan dia sibakkan untuk melepaskan roknya. Aku lihat sepasang tungkai kaki yang kelihatan terawat. Tubuh bawahnya bersih dan aku tatap nanar celana dalamnya. Ada gundukan ditengah tengah celananya. Sehelai rambut terjurai diantara kulit dan kolor celananya. Seperti sebuah jerami ditumpukan padi yang baru di panen.
Tangan dan jari jarinya menekan kepala batang ku. Tiba tiba dia menariknya, membuatku berteriak. “Rose…….jangan kau tarik sayang” pintaku
“Maaf mas….aku terlalu gemas dengan burungmu.” Katanya beralasan.
“Tuh dia ngambek …..” kataku merajuk. “Cium dong” pintaku pendek.
“Rose mengangkat kepalanya dan mendekatkan mulutnya untuk mencium batangku. Dia buka mulutnya dan mengecup pelan dan lembut. Dia tempelkan ditengah tengah bibirnya yang terbuka dan sedikit ditarik mundur.” Mmmmmmmmsudah basah” katanya. Asin lagi.” Katanya mendelik. Dia gunakan ibu jarinya untuk mengusap cairan yang ada. Kenapa rasanya seperti keju mas? Asin?” katanya.
“Kamu suka?” tanyaku penuh harap.
“Biasa….cuman aku tidak pernah begini!” katanya. Aku memutar tubuhku dan membungkuk untuk menciumi perutnya. Bagian burungku berada dikepala. Aku meminta dia untuk memberi aku perhatian disana. Tangannya mengocok dan bibirnya dia buka dan menjepit bagian kepala batangku. Aku menciumi perutnya yang kecil dan menjilati kulit di seputar pusar dan turun kebawah mencapi karet celananya.
“Mas……sampai disitu ssssaaajjaaa mas” katanya mengiba. “Kotor …koottoooorr aku belum mandi mas” teriaknya pelan
“Huh…..dia mengijinkan untuk di jilmek, hanya masalah waktu saja!” pikirku
-------------------------------------------
Aku tidak meneruskan kehendakku karena membuatnya tidak merasa nyaman. Aku kembali menjilati bagian atas celana dalamnya, terutama bagian pinggir karetnya. Ada beberapa centimeter dibawah pusarnya. Rose meraung raung menikmati sensasi yang timbul dengan setiap aksi lidahku.
“Masssss….sudah mas…….sudah……cukup cukup” katanya pendek seperti terampas jiwanya. Batang batreiku yang menegang dia lepaskan dan lelehan leher putih bening mengalir dan menempel di mulutnya.
Aku hentikan kegiatanku dan mengubah posisiku, badanku masih berada diatas tubuhnya. Aku rendahkan posisiku untuk menempelkan tubuhku diatas tubuhnya yang mungil dan tipis. Teteqnya menempel pas di dadaku, aku kecup bibirnya dan menekan seluruh tubuhku menindihnya. Aku pegang jari jarinya dan menjilati bibirnya yang basah.
“Buka pahamu Rose……..” kata kataku terdengar sebuah perintah lirih didaun telinganya dan dengan pelan Rose membukanya. Aku mengelir masuk kedalam genangan diantara dua pahanya yang terbuka. Aku sodokkan batang kontholku kearah dimana kedua pahanya bertemu. Rose menggoyang pinggulnya ketika sodokan pelan itu bertemu dengan memeqnya yang masih berbalut celana dalam coklat muda yang dia pakai. Aku ingin sekali memegang apa yang tersembunyi didalam celana dalam yang terbuat dari kaos itu. Aku sodok sodok pelan dan mengenai sasaran.
“Oooooohhhhh mas…….masaaaa ampun masssss….enak sekali rasanya” katanya diantara desahan pelan nafasnya. “Aku mau buka celanaku mas…….aku ngga tahan rasanya kalau begini.” Bisiknya pelan. Kedua matanya menatap mataku yang sama sama menandakan tingginya sebuah birahi.
“Kamu lepas celanamu” kataku lagi dengan lirih.
“Jangan dah mas….nanti keterusan” katanya perlahan. Goyangan pinggulnya seperti menjepit kepala batreiku yang berotot kuat. Akupun juga menahan nafsu yang begitu besar, gesekan dengan celana dalamnya yang sudah basah sambil mematuk matukkan kepala penisku membuat aku terbuai dengan apa yang aku sedang rasakan. Kadangkala pahanya Rose menekan nekan sambil menjepit batang batreiku.
Aku tempelkan lagi ujung batreku didekapan pahanya dan mentok di ujung belahan pahanya. Aku tekan keras keras dan Rose berteriak mengaduh kenikmatan. Aku tekan tambah kuat sedang kan Rose membantu menggesek gesekkan vaginanya dengan cara menggoyangkan pinggulnya naik turun. Gesekan dan friksi yang berulang ulang membuat sebuah khayalan akan sebuah kepuasan badani.
“Ohhhhhhh…ooohhhhh……ohhhhh………massss……maasssss….” Suaranya terputus putus hilang timbul tenggelam. Kenikmatan juga aku rasakan memenuhi seluruh sendi dan tulang. Penisku rasanya mau meledak dengan rasa yang timbul dari gesekan pusat kenikmatan.
“Rose………….aku ambil kondom dibawah ya?” kataku sambil memandangnya. Ada rasa takut ditolak, tetapi kebutuhan yang begitu mendesak membuat aku berani mengungkapkan keinginanku.
“Mas…mau melakukannya sekarang ya?” tanyanya pelan. Matanya redup oleh nafsu dan birahi yang sangat kuat. Pancaran matanya sayu dan seakan meredup berat.
“Kamu mau?” tanyaku mengembalikan pertanyaannya.
“Aku tidak tahu mas?” rasanya ada kebingungan dengan ucapannya. Antara mau meneruskan melepas birahi yang terikat atau melanjutkan tahapan kenikmatan yang akan dia reguk. Otakku sudah tidak waras untuk menggiringnya lebih jauh menuju puncak kenikamatan. Ingin aku mendesaknya untuk meneruskan sebuah aktivitas seksual itu hingga final, ingin segera aku paksa dengan mencabik buka bagian penutup memeqnya yang hanya selebar 3 jariku dan menusukkan batangku yang keras.
“Rose……..bisa sibak sedikit celanamu?” pintaku. “Aku ingin menempelkan ke memeqmu sebentar saja.” Aku membujuk sejenak.
“Rose menggerakkan tangannya dan menyibak seperti yang aku inginkan. Aku menurunkan badanku dan mengarahkan batang kerasku kearah memeqnya. Ketika tubuh kita ketemu, tangannya yang memegang celana terlepas dan bagian celana yang menutupi memeqnya kembali menutupi sebagian lobang vitalnya.
Aku ingin menariknya dengan tanganku tapi itu tidak mungkin bisa, karena posisiku tidak memungkinkan.
“Sudah begini saja mas…….” Katanya perlahan kepadaku.
Aku pasrah dengan posisi seperti itu. Tangannya bergerak kebawah dan memegang batangku dan mengarahkan ke memeqnya. Ketika batangku menempel, aliran hangan terasa dari daerah yang berkontak langsung dengan kepala penisku.
“zzzzzz..zzz.sss.sssss” Rose mendesis
“Oooooooohhhh Rose hangatnya memeqmu. Aku menekannya dengan hati hati dan pelan sehingga kontak semakin kuat. Rose memejamkan matanya dan menggerakkan kepalanya sedangkan pinggulnya bergoyang seolah olah mengarahkan posisi memeknya supaya tepat diserbu.
-----------------------------------------------------------------
“Rose jangan digoyang dulu, sudah hampir muncrat pejuhku” pintaku pelan.
“Aaaaaaaaaahhhh enaknya mas…..aku tidak pernah merasakan seperti ini. Oooohhhhhhhh…massssss zzzzzssssss” desisnya memanjang. “Rasanya gatel sekali mas didalam memeqku. Minta digaruk” katanya
“Aku ambil kondom dulu ya Rose……..aku takut kalau burungku masuk dalam sarang memeqmu” kataku pelan ingin beranjak.
“Jangan mas!! Jangan dulu angkat pantatmu………aku marah nanti” katanya manja sambil menahan tubuhku. “Goyang mas sedikit dan tekan doo…oong. Gateee…..eelll esszzzzzzzsssss” pintanya memohon.
Aku tekan sedikit perlahan dan pohon kontholku menekan sebuah kelembutan yang basah disana. Batangku juga terasa gatal dan ingin terpuaskan, aku menekan rendah lagi dan bagian celana yang menutupi memeqnya mengganjal batangku. Aku frustrasi dengan halangan itu.
“Sibakkan celanamu Rose……..ayo sibakkan…”aku memintanya dengan penuh harap.
“Rose menggeser sedikit pinggulnya sehingga tangannya bisa meraih bagian celana penutup memeqnya. Dengan gerakan pendek dan singkat penutupnya terbuka dan terkuaklah jalan lapang menuju lembah kenikmatan yang banyak didambakan oleh para pria. Lembah kedua yang akan aku jajah dan diami. Entah sampai kapan yang jelas sekarang sudah terkuak didepan btang kontholku yang mengeras dan tegak.
Aku tekan pantatku menuruni lembahnya yang sudah basah dan lembab dan “blesshh”, batangku terkilir kekiri meleset dari sasaran. Aku angkat lagi pinggulku dan tangan kirinya Rose membantuku mengarahkan di mana lobang kenikmatannya bermuara. Aku tekan pelan dan goyang sedikit.
“Uuuuggggghhhhh…oooooohhhh massssssssssssss” erangan pelan tertahan dari tenggorokannya Rose, aku angkat pelan lagi dan tekan sedikit. “Oooohhhh masss sssszzsss mendesis suaranya. Bibirnya dia monyongkan kedepan merasakan gatal gatal yang dia rasakan tergaruk nikmat.
“Ohhhhhh Rose ….enak sayang……..memeqmu menggigit sekali rasanya” kataku sambil memandang expresi wajahnya. Guratan kenikmatan yang dia rasakan seperti guratan indah yang terpatri dalam sebuah gambar lukisan.
“Kenapa lengket sekali lorong dalam memeqmu Rose….oooooohhh” kataku.
“Suamiku belum pernah sampai disini mas….” Jawabnya.
“Apa maksudmu?” tanyaku ingin tahu.
“Dia selalu keluar duluan sebelum masuk kedalam” katanya lepas
“Kamu masih perawan?” tanyaku
“Aku tidak tahu mas……” katanya
“Rose……aku cabut saja ya?” aku berucap dengan pelan. “Nanti suamimu tahu kalau kamu bersetubuh dengan lelaki lain” kataku sambil menatapnya.
“Apa bedanya mas…….sudah terlanjur. Aku mau diteruskan saja.” Katanya dengan tanpa keraguan. Aku merasa agak lega dengan tekat yang baru saja dia deklarasikan. Aku sudah mendapat restu dari mulut yang baru saja mengucapkan deklarasi itu.
Ku tekan lembut batangku menuruni lembah dalamnya, lengket seperti ketan dan dalam seperti lorong sumur. Aku tekan lebih dalam lagi dan menariknya keatas dan lama. Kutebas pelan dan dalam bersamaan lenguhan dan suara deru nafasnya.
Pinggulnya Rose menerpa nerpa batang pahaku mengimbangi arus nikmat yang dia rasakan dari dalam memeqnya. “Ohhhhhhhh….ugh ugh ugh……yaaa masss ooooohhhh” suaranya bergantian menikmati hujaman lembut batang kontholku nan keras.
“Enak sayang………..?”kuucapkan dengan seksama dan penuh perasaan.
“Oooohhhh iya massss enak sekali. Tidak ada siksaan dari tanganmu seperti perbuatan suamiku.” Katanya sambil mengangguk. “Mas Polie senang?”
Aku tidak tahu maksud pertanyaan yang dia tanyakan, aku hanya mengangguk pelan dan menggoyangkan masuk kedalam lebih dalam. Perutku dan perutnya bertemu kulit dengan kulit. Batangku nyodok masuk dalam sekali hingga rasanya mentok didalam. “Oooooohhhh masss….aku mau digoyang terus” teriaknya agak keras dan teriakannnya menyulutku untuk menggerakkan seluruh badanku. Aku tindih dengan seluruh tubuhku dan kembali pantatnya dia goyangkan pelan. Gesekan kepala penisku didalam lobang memeqnya tidak ter elakkan menggosok gosok dengan lembut dinding hangat vaginanya dan cairan itupun terpencar dari dinding dinding yang tersodok dan terelus elus oleh kepala penisku yang panas bagaikan bara.
Tidak mampu bersuara setelah beberapa saat, Rose terkulai dan lemas. Aku berdiri dilututku melepas tautan penis dari memeqnya dan angkat kakinya dan menaruhnya di pundakku. Rose tidak tahu apa yang akan aku lakukan, dia hanya menuruti apa saja gerakanku. “Aku tundukkan badanku untuk mendekatkan penisku ke memeqnya yang terbuka menantang didepanku. Kubuka mulut memeqnya dengan kepala batreiku dan kutusukkan pelan, gesekan yang timbul adalah gesekan dari titik tempat yang berbeda. Sensasi yang timbulpun berbeda, aku sogokkan dengan pelan dan menikmati gerakan gerakan yang dia buat.
“Oooooooooohhhhhh Rose…..” teriakku. Bayangan Sri berkelebat pelan dipikiranku. Mengingatkanku kegiatan serupa yang pernah kita rajut bersama sebelum dia pulang ke Malang.
“Aku mau keluar Rose…………aku mau keluar Rose…….aku tidaaaaaaaaaakk tahaaaaaannnnnnnn Roseeeeeeeeeee” Aku cabut batangku dan aku cengkeram dengan tanganku kukocok sebentar. Rose terbangun kaget dengan reaksi yang kubuat. Dia menegang sesaat setelah beberapa kali ngecrot mengenai dadanya. "Oooooooooohhhhh lega rasanya Roseeeee enakkkkkkkk " aku dekati dia dan kucium bibirnya. "Terima kasih"
----------------------------------------------------
Benar juga apa katamu sobat
kadang rasa memang suka membabat
menghempas dan menjerat
Aluran cerita sudah kubuat
dan kubangun dengan bahasa yang mengerutkan jidat
seandainya ada yang kurang dan kata kata yang tidak sehat
biarkan dia berkelebat.
Teruskan membaca dan menyimak
karena cerita belum selesai di permak.
komentar anda adalah sebuah api
bagi semak semak kering yang ada di hati
Aliran ceritaku membuat dan menimbulkan nafsu
karena itu yang kumau
birahi yang ku rasa
sebagai pijakan dasarnya.
----------------------------------------------
Bergegas Rose meninggalkan kamarku dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan sperma yang tadi meleleh di dadanya. Aku mengamatinya dari belakang, kupandang pinggulnya yang sexy dan paha serta betisnya yang indah. Aku memutuskan untuk mengikutinya kekamar mandi. Rose mencuci seluruh badannya.
“Aku mau mandi sekalian saja mas, sudah sore” katanya sambil menyiramkan air keseluruh badannya.
“Aku juga mau mandi sekalian Rose, aku kepanasan dan berkeringat” kataku sambil melangkah kedalam kamar mandi.
“Ya sudah sini…….!” Katanya sambil menarikku mendekat padanya.
Aku melangkah mendekatkan tubuhku padanya dan memeluknya dari belakang. Tanganku mengusap dada kecilnya dan mencengkeram gundukan pendek di bagian kanan dan kirinya. Kutempelkan mulutku ke lehernya dan kubisikkan sebuah kalimat pertanyaan.
“Kamu menikmatinya Rose?” tanyaku pelan.
“Iya mas…..” jawabnya singkat. “Kamu bagaimana?”
“Aku juga senang. Kamu merasa bersalah tidak?” kataku lebih lanjut
“Sedikit…….aku tidak peduli mas.” Katanya sambil menoleh ke aku. Dia memandang pelan dan tersenyum malu dengan apa yang dia katakan. “Mas Polie menyesal?” tanyanya dengan singkat.
“Tidak Rose……..aku sangat menikmati” kataku jujur. “Ayo kita mandi, aku lapar sekali.
Rose menyirami tubuhnya dan membasuh seluruh tubuhnya dengan sabun yang biasa aku pakai. “Aku pakai sabunmu ya mas?” katanya meminta ijin.
“Ya tapi setelah itu kamu harus bayar!” kataku dengan suara mengancam yang aku buat buat.
“Bayarnya pakai apa?” tanyanya tanpa memandang aku. “Boleh aku bayar pakai ini?” tanyanya menunjuk ke vagina yang tersembunyi dibalik rerimbunan jembut jembut tipis.
“Bukan…….!” Jawabku singkat. Aku menarik pundaknya dan memutar tubuhnya kearahku. “Aku mau membayarku dengan ini semuanya” kataku sambil menggerayangi seluruh tubuhnya yang basah. Aku hentikan gerayanganku di pangkal pahanya. Dia menjepit tanganku disana dan menarik tanganku lainnya untuk mendekat. Aku bungkukkan badanku dan mencium bibirnya.
“Tidak masalah…..kalau itu bayaran yang harus aku keluarkan. Aku akan bayar tunai kapan saja” senyumnya mengembang.
“Gosok punggungku Rose dengan sabun” perintahku pelan. Kita mandi bersama untuk pertama kali dan menikmatinya tanpa ada gangguan.
“Mas………kamu tadi tidak bawa handuk sebelum masuk kamar mandi” katanya
“Iya Rose aku kelupaan, biar aku ambil handuk keatas Rose.” Kataku
“Jangan mas………biar aku saja yang ambil” dia berjalan keluar
“Pakai handuk baru saja didalam lemariku” kataku sambil mendorong tubuhnya kekamarku. Rose tidak meronta, dengan badan masih basah kuyub kita masuk kedalam kamarku. Tetesan air membuat tanda menuju kekamarku.
“Mas kamarnya berantakan semua, tuh sprei tidak teratur. Biar aku atur dulu sebentar setelah handukan. Rose mengambil satu handuk dan memberikannya padaku. Rose menunggu didepanku tanpa malu lagi mengumbar teteq dan memeqnya didepan mataku.
Aku berikan handuknya dan dia menerima handukku dengan tangan kanannya.
“Kenapa kamu tidak kramas Rose” tanyaku
“Aku tadi pagi sudah kramas, masak aku harus kramas lagi sore ini. Mas Polie mau makan apa mas?” tanyanya. “Aku masakkan nasi goreng ya?” katanya singkat.
“Nanti saja Rose….aku akan ke Rumah Mas Jaya” jawabku singkat.
“Kenapa mau kesana mas……..? tanyanya singkat. Rose melangkah ketempat tidur dan merapikan kasur dan seprei yang tadi kita pakai untuk bergulat. Mengambil sapu lidi untuk mengebasi kasurnya. Kipas angin dia matikan dan merangkak diatas kasurku untuk merapikan sprei dibagian ujungnya.
Pantatnya Rose menungging dan dibalik celah kedua pahanya terbersit helai helai rambut yang tumbuh di dataran empuk vaginanya. Kau jadi teringat dengan apa yang aku lakukan tadi. Aku ingin mencium daerah vagina yang subur tadi. Bukankan dia tadi mengijinkan aku hanya saja masih kotor begitu dia tadi punya alasan. Aku mendekati Rose dari belakang sementara tangannya sibuk dengan seprei yang dia rapikan.
Aku mencium pantatnya dan membuatnya kaget “Aaaaaaaaaaahhh, mas kamu ini ngapain lagi sih?!” teriaknya. Aku dorong dia hingga tersungkur tengkurap. Dia tidak bergerak dan aku menghampirinya dengan leluasa. Aku peluk dilehernya dan dia manaruh kepalanya didadaku. Ada rasa tenang dikamar saat itu. Aku juga merasakan rasa sayangku padanya. Perjalanan waktu yang begitu cepat berlalu kembali terasa melamban dengan Rose berada dalam pelukanku. Ketenangan yang aku rasakan membuat hati dan pikiran padam. Mataku terpejam setelah melalui peristiwa persetubuhan dengan Rose untuk pertama kali. Rose juga tengah memejamkan matanya bahkan nafasnya telah teratur seperti telah tertidur. Aku tidak ingin mengusiknya, kubiarkan dia menekuri langkah langkah nafasnya dengan tidur dalam naungan dadaku. Akupun terlelap dalam indah dan hangatnya sebuah istirahat.
Aku terbangun oleh suara loudspeaker dari mesjid kecil yang berlokasi disekitar pasar dimana rukoku berdiri. Rose masih menutupkan matanya sedangkan nafasnya masih teratur lembut dan stabil. Aku menggeser sedikit badanku dan kutaruh kepalanya diatas bantal. Aku agak leluasa bergerak, aku amati tubuh Rose yang tergeletak dikasur dengan dada tergencet dalam pelukannya.
“Aku ingin menciumi memeqnya” pikiranku bergumam.
Aku mendekatkan kepalaku kearah pangkal pahanya dan ingin sekali menghisap gundukan yang tersembunyi dibalik himpitan tebal pahanya.
------------------------------------------------------
Cukup dekat dengan rambut rambut pendek yang melekat di memeqnya, aku julurkan lidahku menjulur mendekati rerimbunan tipis yang tumbuh menutupi vaginanya. Aku sentuhkan ujung lidahku perlahan menekuri bagian atas kulit memeqnya. Rose bergerak pelan, mungkin rasa geli yang dia rasakan adalah penyebabnya. Aku lanjutkan kegiatanku, batang batreiku mulai tumbuh lagi. Rasa ngilu dan kaku terasa di sekujur batangnya.
“Aku memposisikan batang batreiku di samping kepalanya Rose dan wajahku berada didepan vaginanya yang empuk bertumbuhkan jembut rapi pendek dan lembut. Terlihat jelas didepan mataku rambut rambut itu berjejer rapi bagaikan diatur jarak antara rambut yang satu dengan rambut disampingnya. Aku terpesona dengan karya besar yang tertuang dalam bentuk vagina indah didepanku. Aku tidak buang waktu dan kesempatan untuk mengumbar nafsuku, keinginan untuk menjilati memeqnya telah didepan mataku.
“Muaaaaachhhh…..seettttt ….seettttt” lidahku bekerja menjilati kulit atas memeqnya. Melingkar lingkar dipinggir bibir bagian luar memeqnya.
“Oohhhhhh masssss……kamu ngapain” katanya pelan terbangun.
“Angkat dulu pahamu yang satu Rose” kataku sambil mengangkat paha kirinya.
Rose menggeserkan pantatnya dan membuka pahanya dengan mengangkatnya lebih lebar. Aku majukan wajahku dan taruh kepalaku diatas pahanya yang satunya dan didepanku teronggok sebuah bangunan bertonjolkan sepasang bibir manis dan tombol lembut yang tidak berbau. Aku kembali mengeluarkan lidah lunakku untuk mencicipi rasa yang ditawarkan. Ujung lidahku mengenai bibir kirinya bawahnya dan pinggulnya Rose bergerak gerak tidak beraturan. Dia mengajukan memeqnya supaya aku menjilat ditempat yang pas.
“Oooooohhhhh massss…..yaaaa situ tadiiii massssss?!. Jilat disituuu massss” suaranya seperti orang frustasi.
Aku tidak memperdulikan perintahnya, aku melihat genangan basah yang bening mengalir dari lobang memeqnya. Aku usap dengan ujung ibu jariku. Usapan jariku memberikan sensasi kuat yang dirasakan Rose. “O.ooooo….ooooooohhhh kamu menyiksaku kalau kamu seperti ini mas.” Aku usap lagi bagian pinggir memeqnya dan menyapu bagian tombol berbentuk seperti kacang yang berwarna kecoklatan. Warnanya sangat kontras dengan warna pahanya yang kekuningan bening.
Rose menggerakkan pinggulnya lagi dan lidahku menusuk di atas bagian memeqnya. Dia gesek gesekkan memeqnya kuat kuat sehingga hidungku hangus terkena genjotan dan goyangannya. Bau segar terasa keluar dari memeqnya yang ranum. Aku kecup dan menambah gatal bagian dalam memeqnya.
“Rose perhatikan dong batangku, hisap lembut seperti tadi” kataku memohon sambil memberi urutan pelan dengan jariku. Aku menikmati seluruh aktivitasku mengerjainya. Batang batreiku dikerjai dengan pelan dan telaten, kehangatan menjalari seluruh batang batreiku ketika mulut yang mungil itu melumuri batangku dengan air liurnya dan masuk mundur kedalam rongga mulutnya. Lidahnya dia gerak gerakkan memutari seluruh bagian kepala dan batangku.
“Terus Rose……..aku mau kau kocok pelan dengan tanganmu juga. Jangan kau lepaskan mulutmu dari kepalanya. Oooooohhhh iyaaaa terusssss.” Teriakku meminta kocokan untuk tidak berhenti. Kocokan kocokan lembut maju mundur …keatas kebawah dengan telaten, bibirnya menjepit lembut kulit kepala. Aliran pelan menaiki batangku……..aliran yang akan meledak beberapa saat lagi akan segera terjadi.
Memeqnya aku abaikan, kenikmatan yang aku rasakan membuatku lupa akan kewajiban yang ada didepanku. Aku tersadar untuk tidak berbuat egois
“Berhenti Rose……ooooooooooohh” pintaku pelan
“Kenapa mas….?” Tanyanya penuh khawatir.
“Pejuhku hampir keluar” kataku singkat. “Aku tidak mau kalah sama kamu”
“Kalah………memangnya aku sedang menang ya?” katanya penuh tanda tanya.
Aku menungging diatas kepalanya dan mengarahkan rudalku tepat diatas mulutnya. Aku berpikir sejenak tentang kata kata yang dia ucapkan barusan. Sebagai wanita timur pikiran Rose mungkin adalah seperti pikiran kebanyakan wanita lainnya. Urusan ranjang adalah urusan melayani tanpa mempedulikan apakah dia akan merasa puas atau tidak. Jadi kata kata kalah dan menang dalam pertempuran ranjang tidak pernah menjadi bahan pertimbangan. Dia tidak menuntut untuk senang dan puas buat dirinya sendiri.
Aku hanyutkan pikiranku dengan keputusan bahwa dia akan menyenangkan aku tanpa meminta dan menuntut aku akan memuaskannya.
Dia genggam batangku yang menggantung diatasnya dan dia kulum kembali kepala yang berada diujungnya. Ketenangan yang dia tunjukkan seperti ketika dia melakukan tugas tugas di toko.
Aku beri imbalan atas apa yang dia lakukan pada batangku dengan memberikan perhatian di memeqnya yang basah kuyup. Aku taruh tanganku dibawah pahanya dan aku buka memeqnya dengan kedua jariku. Ujung jari telunjukku menyentuh segumpal daging pink segar yang tergantung di bagian atas goanya seperti gantungan stalagmit. Aku sentuh dengan lembut dan goa itu menutup nutup sebagai reaksi nikmatnya.
“Oohhhhh massss……………..masukkan semuanya” teriaknya
------------------------------------------------
“Oohhhhh massss……………..masukkan semuanya” teriaknya. Pinggulnya dia goyangkan maju seolah olah mau mencongkel sesuatu yang erat. Jariku menusuk nusuk seirama dengan congkelan pinggulnya.
“Aduuuu….h.hhhh” teriakku. Rose menggigit kepala kontieku dengan gigi depannya. Aku meringis dan turun dari kepalanya. “Edannn kau Rose!” teriakku
Kontieku mengkerut kecil dan aku memeganginya dengan kedua tanganku. Wajahku memerah marah dan geli dengan perbuatannya. “Aduuuuhhhh” teriakku
“Ohhhhh ampun masss…..aku tadi ngga tahan mas permainkan memeqku seperti tadi. Aku juga tidak sengaja sampai mau menyakiti burungmu seperti tadi. Ma’af ya mas..?” katanya mengiba.
Terlihat jelas dua buah tanda gigitan gigi diatas kepala kontieku. “Ampun ya masss………Aku tidak akan begitu lagi deh. Janji aku mas” Rose memelukku dengan erat. Suaranya lembut dan penuh perasaan. Aku berguling ketempat tidurku dan sambil masih memegangi batang kontieku dengan kedua tanganku. Rose juga ikut berbaring dan tangannya juga memegangi batangku. “Maaf ya mas?” katanya meminta ampun “Aku tidak akan ulangi itu lagi” katanya dengan pelan.
“Sini …!” kataku sambil meraih kepalanya. “Burungku ini daging hidup, kalau kamu gigit aku kesakitan. Coba sini teteqmu kalau kugigit sakit tidak” Kataku sambil mengarahkan kepalaku keputing teteqnya. Aku ambil putingnya dan menariknya dengan bibirku. Aku gencet dan jepit dengan agak keras dengan bibirku
“Oooooooooohhhhhh masssss geliiiiiiii tahu” teriaknya. Aku jepit dan tarik sambil memutar mutarkan kepalaku. Reaksi yang keluar adalah desahan liar dari mulutnya dengan manja “Oooohhhhhhh masssssss” kakinya dia angkat menjepit pinggangku seperti jepitan kepiting. Dia tarik turun pinggangku supaya dia bisa mendekatkan memeqnya ke batangku. Batreiku seperti dicharge dengan kekuatan yang besar dari power listrik dan menganga keras dan tegak. Batangnya kembali mengeras. Warna kepalanya merah seperti bara. “Kamu mau apa sayang?” kataku padanya
“Masukkan masss…….aaayooo masukkan massss aku mau itumu lagi masssss” katanya mengiba seperti pengemis kelaparan.
“Mau apa Rose….katakan dengan jelas. Kamu mau apa sayang? Aku tidak tahu apa yang kamu mau kalau kamu tidak jelas mengucapkannya.” Desakku
“Aku mau itu yang ada tergantung disitu” katanya, sorot matanya menuju batang batreiku yang sedang tegak itu.
“Apa namanya sayang” aku tidak mengijinkan lobang memeqnya menyentuh batang batreiku. Sementara Rose berjuang keras untuk melakukannya. Dia peluk leherku dengan erat dan pinggangnya menjepit erat pinggangku. Aku berdiri seperti seekor kuda dan Rose dengan badan mungilnya mengantung dibawahku.
Aku terangsang untuk menusukkan batang batreiku ke memeqnya lagi. Tapi aku bertahan sampai Rose memintaku untuk mengatakannya. “Ayo Rose……katakan apa yang akmu minta? Aku tidak tahu apa yang kamu mau kalau tidak mengatakannya”
Rose frustasi dengan desakanku…..dia tidak tahan untuk mengucapkan kata yang dia sendiri tidak pernah mengatakan dari mulutnya. Tabu itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sebuah kata “Konthol”. Orang desa akan mengatakan itu “saru”
“Massss….ay masssss” katanya mengiba pelan.
“Iya Rose..apa yang kamu mau sayang. Aku akan kasih tinggal kamu bilang saja namanya” kataku pelan sambil memelototi tingkah polahnya. Dia terdesak dan melihatku dengan muka penuh permohonan.
“Aku mau Kontholmu mas?” katanya
“Gairahku terasa menggebu dengan kata “Konthol” yang keluar dari mulutnya yang kecil. Seolah olah rasa frustasi yang dia rasakan terbuka sumbatnya.
“Aku tidak dengar jelas Rose, coba diulangi lagi. Sekali lagi!” kataku
Desperately, dia mengucapkan kata kata yang sama “ Aku mau Kontholmu mas” katanya. Aku bergerak menurunkan tubuhku dan menindih kembali tubuh mungilnya. Kata “Konthol” yang kali kedua dia ucapkan dengan penuh permohonan tadi seperti sebuah kata magic yang menggerakkan seluruh otot dan nadiku.
Dengan penuh perasaan aku turunkan batangku dan Rose menerima batangku dengan paha terbuka lebar terangkat. Sentuhan kepala kontholku dipermukaan bibir vaginanya memberikan sebuah rasa nikmat yang terpendam. Rose mendesis dan bibir mulutnya dia monyongkan seolah olah dia menunggu sebuah benda yang bisa dia gunakan untuk menggaruk rasa gatal yang ada didalam memeqnya.
“Oooooooh masssss…. Yaaaaa amassssss aaaaaoohhhh” badannya berkelejot memutar mutar seluruh pinggang dan pinggulnya. Goyangannya seperti sebuah bor yang mengulek dan menjepit. Kepala penisku bertabrakan dengan bibir vagina yang menjepit lembut dan memeras meras.
Aku merintih dan suara rintihanku membuat Rose merasa menang. Dia ulangi gerakan yang membuatku fly tinggi berulang ulang sementara diapun menikmati goyangannya yang pelan. Mulut mendesis dan aku mengerang. Aku sodok pelan dan agak pelan.
“Mas…….jangan terlalu dalam, dibibirnya saja dan kepala kontolmu saja yang bergesekan. Yaaa…..disitu saja mas. Aku terasa gatal sekali disitu. Ooooohhhhhh ohhhhh aaahahahhhhhhhhhaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh ampun enaknya” katanya berulang ulang dan panjang. Pertahanan rasa nikmat yang dia inginkan ada disana dan aku memberikan sebuah keinginan yang dia mau. Tangannya mencengkeram bantalku dibawah kepalanya. Matanya seperti mendelik delik menahan sebuah bongkahan kuat yang dia rasakan.
“Maaaaaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssssss ooooohhhhhhhhh ampppppppppuuuuuuun” gerakannya membabi buta sementara kontolku masih menggoyang dibagian bibir seperti yang dia minta. Gesekan antara palus batreiku dengan bibir depan aku lakukan berulang ulang dan membuatnya gila tak karuan. Tangannya mencengkeram dan terkadang menggebrak nggebrak kasur yang kita tiduri.
“Uaaauaaaaaaaahhhhhhhhhh” teriaknya lagi. Reaksi yang timbul setelah aku menyarungkan seluruh batang batreiku. Kelelmbutan dan kehangatan yang menyelimuti batang batreiku memecah dinding dalam vaginanya yang basah.
“Oooooooohhhh massss……..aku lemas sekali” katanya dengan pelan. Dia turunkan batang tungkai kaki yang dia angkat tadi ke kasur dan badannya lunglai terkapar.
Hampir jam 7 malam, ini berarti aku habiskan waktu hampir 4 jam bergelut dan bepadu cinta dengannya.
“Aku harus ke rumah Mas Jaya dulu” kataku pelan. Kamar terasa panas dan badanku seperti dibasuh keringat.
“Aku tidur disini ya mas.” Katanya memintaku.
Aku berdiri dan berjalan kelemari mengambil pakaian. Aku pergi ke rumah Mas Jaya dengan sepeda motor yang dia belikan.
-----------------------------------------------
Pintu toko tertutup ketika aku sampai rumah Mas Jaya. Aku ketok dan istrinya membukakan pintu untukku.
“Kamu Pol….? Kamu jadi ikut tidak ke Malang besok?” tanyanya padaku.
“Tidak mbak …..aku mau dirumah saja belajar naik sepeda motor” jawabku pendek. Aku berjalan memasuki bagian depan toko yang tertutup. “Mas Jaya ada tidak mbak?” tanyaku
“Ada diatas….kamu naik sana. Kamu ini punya keponakan tapi jarang kau kunjungi.
“Aku ngga suka keluar mbak” kataku sambil berlalu dan menaiki tangga.
“Besok libur ….kamu ngapain dirumah 2 hari tidak buka toko. Mendingan ikut saja kita ke Malang, kita nginap di club bunga.
“Mending di rumah sambil nonton film, dan belajar naik motor” kataku menjawab. Ketika aku sampai diatas aku melihat mahluk bening bercanda dengan keponakanku. “Siapa gerangan?” kataku dalam hati. Ada sebuah penyesalan kenapa baru muncul dan datang sekarang. Mas Jaya sedang duduk didekat jendela membaca sebuah buku.
“Mas………besok mau pergi ke Malang ya?” tanyaku
“Ya Pol, kenapa kamu tidak mau ikut?” tanyanya
“Iya mas….aku mau belajar naik sepeda motor. Paling tidak aku harus cepat bisa naik motor. “Nanti kalau pergi ke kampus aku bisa naik motor.” cetusku
“Angku Polie…punya sepeda motor ya?” tanya keponakanku. “Aku mau diajak ikut naik putar putar di perumahan sana?” katanya sambil menunjuk ke arah selatan. Aku tersenyum “Okay kapan kapan kalau sudah punya SIM ya.” Kataku menjawab.
“Cece Valencia boleh ikut?” katanya lagi sambil berharap.
“Ohh……namanya Valencia” pikirku
“Boleh ….nanti kita ajak ya?” kataku sambil mengamati bodynya.
“Bagaimana dengan Rose?” tanyanya “Dia bisa kerja bantu kamu tidak?” lanjutnya tanpa menolehkan kepalanya kearahku.
“Iya baik ….dia pintar dan cekatan bantu ditoko. Kerjaan juga rapi dan bisa diandalkan. Cuman dia tidak bisa memasak” jawabku seadanya.
“Valencia nanti akan membantu kamu ditoko kalau kamu sudah kuliah. Jadi kamu bisa konsentrasi kuliah kalau ada kerja PR atau tugas dari dosenmu.” Katanya
“Loh ………memang asalnya dari mana Mas?” tanyaku ingin tahu.
“Dia ini keponakannya Aling. Baru lulus SMA seperti kamu.” Jawab Mas Jaya.
“Mau kuliah disini juga ya?” tanyaku ingin tahu.
“Tidak Ko Polie….” Katanya pelan.
“Jangan panggil aku Ko………..panggil saja Mas supaya orang bisa mudah menerima kita.” Kataku singkat.
“Kenapa tidak melanjutkan kuliah saja?” kataku singkat
“Otak ngga mampu dan ngga punya uang” katanya menjawabku. Wajahnya yang putih kelihatan semburat warna merah muda.
Aku ingin berlama lama disana menikmati pembicaraanku dengan cewek putih bernama Valencia. Tapi aku merasa ganjil kalau aku disana terlalu lama. Lebih baik aku pulang saja” pikirku
“Aku pulang deh…….” Kataku memecah keheningan.
“Kok buru buru? Makan dulu sana.” Kata Mas Jaya “Ayo kita makan sama sama, Val?” Mas Jaya berdiri dan berjalan ke meja makan. Valen juga berdiri diikuti keponakanku. Agak canggung makan dengan mereka, apalagi ada cewek baru disana. Mbak Aling naik membawa semangkok soup dan makanan didalamnya.
“Ayo makan mpek mpek palembang Polie, aku percaya kamu belum pernah makan mpek pek. Kayak Kokomu dulu kalau tidak kawin sama aku mpek mpek seperti makanan asing. Sekarang kalau ngga ada mencari.” Katanya sambil senyum.
Valen duduk dekat keponakanku, aku duduk diseberangnya dan disamping Mas Jaya. Kadang mataku bergerak liar kedadanya Valen. Aku kadang melirik kearahnya bila tidak ada yang mengamatiku. Tubuh putihnya membuatku menghayal, “Buah dadanya warna apa ya kira kira putingnya? Pangkal pahanya berwarna apa ya cewek dengan kulit putih seperti dia?” banyak lagi pertanyaan jorok yang berkecimpung di pikiranku.
Setelah makan …perut kenyang dan pikiran segar dengan gambaran tubuh cewek yang berwajah bundar, aku memutuskan pulang. Gelap malam menyelimuti jalanan dan aku menjalankan motorku pelan. Aku ingin pergi ke lapangan basket tetapi aku merasa sangat lelah dan letih. Uang hari itu belum aku hitung. Rasa lelah mengalahkan pekerjaan yang harus aku lakukan sehingga tidur adalah keputusanku.
Rose masih tidur di dalam kamarku, tubuhnya yang tadi telanjang saat aku tinggal sudah memakai celana dalam dan kaos tanpa BH dibaliknya. Terlihat punting dadanya yang kecil menyodok menonjol dibawah kaos yang dia pakai. Aku bersimpuh disampingnya dan mengecup dahinya. Matanya terbuka kelelahan, “Sudah pulang mas?” Tanyanya kepadaku, suaranya seperti orang mengigau.
“Yang………..bangun dulu! Aku bawa makanan buat kamu” kataku membangunkannya.
“Nanti saja mas……” katanya menjawab.
“Kamu nanti kelaparan kalau tidak makan sekarang. Yuuuk kita makan dulu” aku kecup pipinya
“Aku ngantuk sekali ……mas. Capek rasanya!” katanya lagi
“Kamu habis kerja apa?” tanyaku
“Ngurut konthol mas…. ! Kontolnya terlalu kaku tidak bisa dilemaskan” katanya menjawab dengan pelan.
Aku merasa bertanggung jawab dengan jawabannya. Aku melihat Rose yang masih terbaring dikasurku dengan iba. Aku ingin membangunkannya tapi aku merasa kasihan. Aku mengambil mangkok dan menuang sup mpek mpek kemangkok dan memotong motong bakso ikan. Aku bawa kedalam kamar dan membangunkannya lagi.
“Rose ayo bangun….sudah kuambilkan makanannya.” Bujukku sambil menarik naik tangannya. Matanya terbuka sedikit dan kembali sayu. Putting susunya yang ranum dibalik kaosnya menonjol dan merangsangku untuk mengecupnya.
---------------------------
Namun rasa lelah dan ngantuk menghambatku untuk melanjutkan keinginanku. Aku tertidur entah apalagi yang dilakukan Rose setelah itu. Ketika aku bangun keesokan harinya aku tidak menemukan Rose disampingku. Suara orang mencuci piring terdengar dan membangunkan aku dari tidurku. Aku membuka mataku dan melihat jam dinding diatas pintu kamarku. Jam 8 20 menit. Begitu lelap tidurku dan tidak terasa bahwa hari sudah begitu siang untuk bangun.
Langkah langkah Rose mendekat kekamarku terdengar pelan, dan pintu kamarku terbuka pelan juga. Aku pura pura masih tidur dengan menutup mataku. Aliran nafaskupun aku buat sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat lelap. Rose masih menyangka aku masih tidur pulas. Dia meletakkan segelas teh manis hangat didekat meja. Aku buka mataku sedikit dan melihat Rose mendekatiku, jongkok di samping ranjangku dia mengamatiku. Perlahan dia akan berdiri lagi, kelihatannya dia tidak ingin mengusik tidurku.
“Rose………….jam berapa?” tanyaku pelan seolah olah baru saja bangun.
“Hampir jam setengah sembilan mas. Kenapa tidak bangun pagi sih mas?” tanyanya. “Aku kesepian sekali sendirian disini. Ngga ada yang aku ajak bicara. Mau dengarkan radio Susana kok yang takut nanti mengganggu mas tidur” keluhnya.
“Tidurku enak sekali Rose………tidak pernah aku merasakan tidur seperti tadi malam. Kamu kasih aku obat mujarab sekali sehingga aku tertidur pulas dan tidak terbangun sama sekali.” Jelasku
“Aku tahu mas…..semalam aku tidur disampingmu. Tapi tanganmu tidak goyang sama sekali, seperti kayu potong yang tergolek. Untung tidak ngorok kalau tidur, aku ngga bisa tidur nyenyak kalau aku tidur disampingmu.” Katanya lagi.
“Hari ini Idul Fitri, kamu mau ngapain ini hari?” tanyaku
“Aku tidak tahu mas. Mas Polie punya ide apa?” tanyanya
“Aku ingin bergulat sama kamu lagi Rose?” kataku
“Boleh …….tapi mandi dulu dong?” pintanya
“Aku mau belajar naik motor saja Rose, sebaiknya kamu ikut ya.” Pintaku
“Memang mau belajar dimana?” tanyanya
“Dijalanan kampung Tambakan saja Rose. Atau nanti kita bisa ke Candi, disana jalanannya agak sepi” kataku menjelaskan padanya.
“Ya sudah sana…….mas mandi dulu saja.” Katanya sambil akan beranjak.
Aku menarik tangannya dan dia kesulitan untuk berdiri, aku tarik lagi tangannya kearahku dan dia kembali ambruk dipelukanku. Rose yang hanya pasrah saja dengan kelakuanku. Tidak berontak maupun meronta.
“Rose………aku kangen sama kamu?” bisikku pelan ketelinganya
“Kalau kangen masa tidur bangunnya kesiangan begini?” jawabnya
“Aku tadi malam sangat lelah…….aku ngga terbangun sama sekali.” Kataku, ku peluk pundaknya dan dia merebahkan kepalanya kedadaku. Salah satu kakinya dia angkat dan tumpangkan ke pahaku, tubuhnya wangi dan bersih. Aku cium pipinya, dan meloncat ke telinganya. Rose menggelinjang ketika bibirku menyentuh daun telinganya. Aku buka bibirku dan kujilat pelan di luar telinganya.
“Maaaaaaaaaasss… ahhh!!??” katanya merespon tindakanku.
“Kenapa ngga suka?” kataku pelan.
“Geli tahu…..?” akunya. “Pintarnya mas kamu membangkitkan gairahku” katanya jujur. “Pantas mbak Sri sampai menulis surat segala ke Mas Polie karena mungkin dia kesulitan melupakan perbuatannya mas kalau di kamar tidur”
“Hussss jangan bicara tentang orang lain lagi” kataku
“Mas tidak mau baca suratnya mbak Sri?” katanya lagi
“Kamu masih menyimpannya kan?” tanyaku
“Masih mas…..mas mau aku ambilkan suratnya?” tanyanya, matanya memandang langsung kearahku seolah olang ingin tahu reaksiku bagaimana.
Aku tidak memperdulikan apa yang dia rasakan, aku ingin tahu apakah ada rasa cemburu dihatinya.
“Ya….sini coba kamu ambilkan” pintaku padanya
“Sebentar ya mas……tapi maafkan aku ya kalau aku telah berbuat lancang membacanya.” Katanya sambil tidak lepas memandangku.
“Iyaa…..aku sudah melupakannya. Kenapa kamu tidak percaya kalau aku tidak akan marah padamu.” Seruku padanya. Rose berkelebat kekamarnya dan kembali membawa sebuah surat beramplop merah muda. Ada sebuah gambar hati dibagian depan amplop itu sehingga nampak bahwa surat itu untuk seorang yang dicintai. Bagian samping kanan amplopnya sudah tersobek rapi dan sebuah surat dengan tulisan tangannya Sri terpampang didepan mataku.
Salam rindu buat Mas Polieku,
“Rasanyasudah seribu tahun aku berada disini, tapi hatiku ada rasa kangen dengan dirimu. Aku tidak tahu apakah Mas Polie juga sedang merindukan aku. Tapi aku yakin juga sedang merindukan aku. Maaaaaas………Polie…..iiiiiiieeee akau kangen bobok sama kamu. ………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………..aku tidak bisa melupakan paduan kasih kita saat kita berada di Tawangmangu. Memori indah yang kita ukir terpatri kuat dihati dan pikiranku. Aku sudah menyerahkan seluruh tubuh kepadamu. Hati dan pikiranku sering kau sita dengan impian impian indah yang Mas Polie tawarkan.
Balas Suratku ya Mas………..Muaaachhhh salam rinduku untuk batreimu”
Dengan cinta dan ciuman hangat
Sri
“Mas pernah ajak mbak Sri ketawangmangu ya?” tanya Rose setelah aku selesai membaca suratnya. Tidak ada rasa cemburu yang aku takutkan dari suara perempuan disampingku. Kalaupun ada rasa cemburu kemungkinan Rose bisa menyembunyikan perasaan itu dengan sangat pintar. Tapi dari sorot matanya dan gelagatnya tidak ada rasa itu yang dia sembunyikan.
“Iya ….sebelum tahun baru kemaren” katalu menjawabnya.
“Bagus mas? Tawangmangu dimana sih mas? Tanyanya ingin tahu.
“Cukup bagus Rose….kamu mau jalan jalan kesana?” tanyaku sambil memandangnya.
“Mas mas…!! Kapan?” tanyanya dengan tidak sabar.
“Aku tidak bisa janji sama kamu ya….tapi nanti kalau ada waktu kita bisa kesana. Tapi kelihatannya sulit Rose. Sebentar lagi aku akan kuliah. Kita ke tempat lain saja ya, bagaimana kalau kita ke Pacet?” tawarku.
“Pacet itu dimana Mas…?” tanyanya
“Dekat dari sini….mungkin 2 jam kalau naik angkot atau sepeda motor.” Jawabku
“Bisa tidak mas kita pergi hari ini?” tanyanya mendesak.
“Tidak bisa Rose….aku belum mahir naik motor. Apalagi aku kan belum punya SIM. Mana aku berani kesana.” Kataku menjawabnya
Rose memelukku dengan lembut. Tangannya dia taruh didadaku dan telapak tangannya dia usapkan kedadaku. Kepalanya dia sisipkan didekat leherku. Rambutnya yang ujungnya ikal menggelitik kelakianku. Matanya terpejam dan nafasnya agak memburu. Aku baru sadar ketika suaranya agak parau mengucapkan kata
“Mas sana mandi dulu geh?” pintanya seperti membujukku.
“Aku ngga bisa mandi sendiri Rose…? Tolong aku dimandikan dong?” rengekku.
“Haiyaa…….Mas Polie ini pintar sekali kalau merajuk. Aku sudah mandi Mas, jadi aku ngga bisa basah lagi.” Katanya.
“Lepas juga bajumu Rose supaya kamu tidak perlu ganti baju lagi” jari jariku ingin menarik baju kaos yang dia pakai.
“Ngga ahhh….! Mas mandi sendiri dong” katanya tidak mau kalah.
“Kalau begitu aku ngga mau mandi deh!! Syaratnya cuman satu…..kalau kamu mau mandikan aku akan mandi” kataku diam.
“Genit….pantas mbak Sri lengket sama mas” katanya sambil tersenyum.
”Jadi mau mandikan aku ya Rose?” kataku menekankan.
“Iya deh ayo….dasar anak aleman” katanya dengan suara yang dia buat jengkel.
“Bajuku dilepas dulu….”perintahku padanya sambil bangun tangan Rose menangkap unjung kaosku dan menariknya naik. Aku membantunya dengan mengangkat tanganku keatas dan dengan mudah dia melepaskan kaosku.
-----------------------------------
Rasanya telah lama sekali sejak mandi bersama Sri aku lakukan. Rose dengan telaten memandikan aku, tubuhku dia siram dan sabun. Bak seperti Raja yang sedang dilayani oleh salah seorang selirnya. Rose berbugil ria tanpa rasa canggung. Rasa malu yang dia rasa saat pertama aku bugili sudah tidak nampak. Terkadang di sela menyabuni tubuhku, dia menyempatkan diri untuk memelukku. Ada rasa sayang yang dia ingin dia berikan padaku. Rose memang special, tangannya yang lembut mengusap permukaan kulitku. Wajahnya penuh dengan kasih, ingin memberi, mencinta dan mendekatkan diri padaku.
“Mas Polie ………” katanya pelan sambil menyabuniku.
“Kenapa Rose…? Jawabku
“Aku tadi malam tidur disampingmu, kenapa kamu tidak merasa ya?” katanya
“Iya..Rose aku tadi malam capek sekali.” Jawabku “Memangnya kenapa?” tanyaku ingin tahu.
“Aku ingin dipeluk semalam. Aku ingin memeluk mas juga tapi aku takut mas marah karena tidurnya terganggu.” Katanya lembut.
“Lain kali kalau kamu ingin dipeluk tarik saja tanganku Rose sehingga aku bisa memelukmu.” Kataku sambil memandang ke wajahnya. “Sini kupeluk sekarang?” Aku menarik tangannya kearahku dan mendekap tubuhnya. Tubuhku penuh sabun dan terasa licin dan menimbulkan rasa geli. Batang batreiku terjepit diantara tubuh kita ngaceng dan berdiri tegak.
Rose menempelkan wajahnya dipundakku, terasa sentimental sekali.
“Aku kangen sama Mas Polie, perasaanku mungkin seperti mbak Sri” katanya mereka reka. “Mungkin mbak Sri juga seperti aku ini mungkin ya?”
“Aku tidak tahu apa maksudmu Rose” kataku bingung.
“Memang mungkin lelaki harus lebih banyak belajar untuk memahami perasaan wanita supaya tidak banyak korban yang menderita karena perasaan yang dipermainkan” cetusnya.
“Apakah kamu merasa aku mempermainkan kamu dan perasaanmu Rose?” tanyaku ingin tahu.
Rose menggelengkan kepalanya, tubuhnya melekat dengan tubuhku. Sabun yang dia lumurkan keseluruh tubuhku masih melekat dan menempel keseluruh tubuhku.
“Aku tidak merasa mas mempermainkan aku tapi malah sebaliknya. Aku merasa mas melindungi aku. Aku tidak tahu dengan pasti tapi hubungan kita ini seperti hubungannya mas dengan mbak Sri. Suatu saat aku akan merasa kehilangan mas” katanya pelan. Tangannya melingkar ditubuhku dengan erat seolah olah akan merasa kehilangan.
“Rose……? Kataku sambil mendongakkan wajahnya.
“Apa mas?” rose menengadah dan memandangku. Matanya berkaca kaca dan ingin menangis. Aku kecup dahinya dan memeluknya lebih erat. Aku merasa mentransfer sebuah kasih kepadanya dan dia menerima kasih itu melalui dekapan erat yang dia berikan kepadaku, tubuhku.
Dia menengadahkan kepalanya lagi dan jinjit mencium pipiku. “Aku sayang sama Mas Polie. Aku tidak tahu seperti apa nanti kalau sudah pisah.” Katanya sambil berusaha senyum.
“Aku juga sayang sama kamu Rose” kataku penuh perasaan. Aku pegang wajahnya dan aku kecup bibirnya dengan hangat. Rose menerima bibirku dengan lembut, tidak ada nafsu dibalik ciuman bibir itu. Tapi sebuah ungkapan kasih yang timbul dari hati dan perasaan. Aku kulum bibirnya bergantian antara atas dan bawah. Sambil mengusap wajahnya dan pelukan, bibirku bertautan dan menimbulkan birahi yang sejak tadi timbul tenggelam.
Kecupan berganti jilatan dan sentuhan berganti rangsangan. Gesekan tubuh dan kulit menjadi pemicu suasana yang lebih panas. Hawa kamar mandi yang sejuk dan dingin berubah memanas bersamaan dengan dengusan nafas yang keluar dari lubang hidung kita. Aku balikkan tubuhnya membelakangiku, dia berikan aku akses untuk menanamkan kecupanku ke lehernya dan tanganku mengenggam gundukan bukit di dadanya. Rintihan Rose seperti respon positive atas aktivitasku. Aku hisap lehernya dan sedot agak keras.
“Ooooooooooooooooomasss….” Katanya mengerang. Aku melanjutkan seranganku kepadanya. Tangannya meraih kebelakang mencari batreiku. Dia pegang erat dan tarik karena gemas.
“Jangan keras keras menariknya Rose…..tidak enak, sakit” kataku
“Maaf…aku gemes” katanya sambil memiringkan kepalanya. Bibirku masih bertengger disana dan menjalar ke kuping dan daun telinganya aku hisap.
“Ooooooohhhh masss…….”dia mengerang lagi. “Aku yang seharusnya memandikan mas…..kenapa jadi aku yang kamu mandikan?” katanya dibalik erangan dan dengus nafasnya.
Tanganku berputar putar di dadanya dan putingnya mengeras, ada gundukan gundukan kecil disekeliling putting dan aerola yang mengitarinya. Gundukan gundukan yang menonjol tertata didataran kulit payudaranya yang halus. Aku sentuh dengan lembut dan pelan, mulutku mencumbu kulit dibelakang telinganya.
Aku tersadar sejauh ini aku tidak menyentuh memeqnya, ada kerinduan untuk menyentuhnya, meniti kulit kulit yang membentuk gundukan lunak berlobang dan ber “Itil” itu. Aku celupakan tanganku ke bak mandi untuk memabasuh sabun yang menempel ditanganku. Tanganku menjalar di bawah perutnya. Saat menempel disana terdengar keluhan pelan keluar dari mulutnya Rose.
“Ooooooooooohhhhh masssss.” Katanya pelan. Tubuhnya membungkuk sejenak sementara mulut dan lidahku masih mencerca dia bagian leher dan telinganya. Tanganku bak mempunya otak dan mata sendiri, hilir mudik kesana kemari menjelajahi area baru tubuhnya. Aku menyibak rambut ranbut pubic yang tumbuh diantara dua helai pahanya yang padat. Menelusuri celah celah lipatan sambil mendengar suara merdunya mengikuti aliran jariku.
“Maaaaaaaaaassss aku tidak tahan ……….akuuuuuu tidaaaakakkka tahan masss” teriaknya pelan. Jariku mencandai rambut rambut itu, perlakuan ringan yang aku lakukan membuatnya megap megap dengan nafas tersengal sengal. Dia angkat salah satu pahanya memberiku akses untuk menelusuri lebih jauh harta yang dia miliki.
“Ooooooooooooohhhhhh …..masssssss teruskan masssssss” erangnya rendah.
Ujung jariku menusuk sebuah area basah lengket dan hangat.
“Addddddddduuuuuggggghhh masssssss” teriaknya tubuhnya bergoyang pelan dengan tatanan yang gemulai ingin mengarahkan tempat yang tepat bagi jariku berlabuh. Aku tidak menghiraukan kemauannya, aku punya cara untuk menyiksanya dengan kenikmatan. Mulutnya menganga penuh harap, aku kecup dengan pelan dan diterimanya dengan sangat buas dan rakus. Gigi giginya mengait kebibirku dengan keras.
“Massssss massssssss masssssssss Pollllllliiiieeeeeeee ampun masssss?” katanya setelah melepas bibirku. Respon atas jari jariku yang menyentuh itil lembut yang teronggok dibagian atas vaginanya. Tubuhnya merengsek ketubuhku dan tanganku dia jepit dengan kedua pahanya erat erat.
Liang vaginanya terasa basah kuyub dengan lelehan lahar yang bersumber dari lobang nikmatnya. Suaranya mengaduh aduh nyaring, terkadang membuatku taku tetangga sebelah mendengar suaranya.
--------------------------------
Tubuhnya hampir roboh bila tidak aku pegang, keadaannya sangat lemas. Aku dorong dia di dekat bak mandi dan aku suruh dia duduk dibibir bak mandi. Aku renggangkan pahanya sedikit melebar supaya agak leluasa. Aku kembali melahap lehernya dan menjilati menuruni bagian dada dan puntingnya.
“Mas……masukin saja sekarang mas……aku sudah tidak tahan.” Bisiknya dengan suara agak parau karena nafsu yang membakarnya. Aku ingin berjongkok didepannya untuk menjilati memeqnya tapi tangannya menahan lenganku.
“Jangan mas…..aku sudah hampir mens. Aku takut kalau nanti sudah ada darahnya” katanya memberitahuku.
“Pantas saja, gairahnya menggebu karena ternyata sedang menunggu datang bulan” pikirku dalam hati. Aku angkat paha kanannya dan mendekatkan kontholku ke memeqnya yang sedang menganga menungguku. Aku gesekkan sedikit maju dan menyentuh seluruh pagar bibir memeqnya. Ada rasa gatal yang meminta untuk digaruk dan dilanjutkan gesekannya.
“Rose……..kamu rasa enak?” tanyaku setengah berbisik
“Eheeemm” katanya sambil menganggukkan kepalanya. Aku mencium lembut pipinya seraya menusukkan kepala batreiku kedalam memeqnya.
“ooooooooohhhhh mas……gatal sekali didalam memeqku.” Katanya sambil mengerang. Aku sodok masuk kedalam dan lelehan lahat putih yang membasahi liang vaginanya mempermudah tusukanku kedalam dan keluar. Aku suka merasakan kenikmatan bersetubuh dengan Rose. Batreiku menghangat dan kembali aku gosokkan kedinding Vagina yang melunak dan empuk sekali rasanya. Sasaran tepat untuk menggenjot lebih keras.
“Mas kakiku jangan pegang erat erat seperti itu………turunkan sedikit pantatku sakit duduk diatas sini” teriaknya dengan nada memohon.
Aku tersadar bahwa kakinya aku angkat sehingga dia tidak merasa nyaman, aku turunkan sedikit dan menggenjot kembali. Kembali aku menusukkan peluruku, dan suara “ah ah uh uh ah ah uh uh” terdengar dari mulut kecilnya. Aku sodok dalam dalam perlahan dan teratur. Aku ingin tumpah, desakan sperma yang hampir memuncak semakin tinggi.
“Rose aku mau keluar…..rose….ooooooohhhhh aku mau keluar Rose……aaaaaahhhhhhhhhh” aku cabut batreiku dan aku tumpahkan keseluruh perutnya. “Ohhhhh enak massss?” katanya ingin tahu. Aku mengerang kenikmatan.
Rose mengelap sperma yang berceceran di perutnya dengan kedua tangannya. Beberapa tetesan sperma mengenai rambut rambut jembutnya yang tipis. Pemandangan dia mengusap spermaku cukup membuatku terkesan, tidak ada rasa jijik dia tunjukkan dengan benda yang baru saja keluar dari batreiku tadi.
Kita mandi bersama dan mengeringkan badan kita dikamarku, Rose memakai baju kaos yang dia pakai dan menyiapkan makanan untuk kita santap pagi itu. Telur yang dia goreng dan mie instant yang dia siapkan telah dingin, tapi rasa lapar setelah permainan membuat aku rakus. Rose duduk disampingku dan makan bersama.
“Sebaiknya lain kali kalau menggoreng telur dadar kamu harus kasih pedas Rose, supaya enak untuk dibuat lauk.” Kataku memberi tahu.
“Aku tidak tahu kalau mas suka telur dadar pedas mas” katanya
“Aku kemaren waktu kerumah Mas Jaya ketemu sama keponakannya mbak Aling dari palembang” kataku mengalihkan pembicaraan. “Dia datang kesini untuk membantu kita disini, jadi nanti dia ikut tinggal dengan kita.”
“Ohhhhh siapa namanya mas? Kapan datang?” tanyanya ingin tahu. Pertanyaannya tidak berhenti dan terus beruntun.
“Namanya Valen, aku tidak tahu kapan dia datang tapi dia akan tinggal dengan kita disini.
“Kita ngga bisa begini lagi dong mas kalau dia ada disini?” tanyanya kepadaku dengan terus terang.
“Mungkin kalau mandi bersama kita ngga bisa kalau dia ada tetapi kalau dia tidak ada kita bisa kok.” Jawabku.
“Nanti kalau kita mau begituan bagaimana mas?” tanyanya ingin tahu
“Begituan apa maksudmu Rose?” tanyaku memancing.
“Ya begituan seperti yang baru saja kita lakukan, begini?” katanya sambil menunjukkan tangannya yang terlipat dengan ibu jari terjepit diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.
“Setiap kali kalau kamu ingin kita bisa lakukan dikamarmu” kataku. “Kalau dia sudah tidur kita bisa melakukannya. “Memangnya kamu masih ingin begituan?” tanyaku memancing.
“Memang Mas Polie tidak?” tanyanya mengunci mulutku.
---------------------------------------------
Aku mengeluarkan sepeda motor Yamahaku dan menunggu Rose diluar toko. Aku sengaja mengajaknya untuk ikut bersamaku belajar naik motor. Setelah mengunci pintu Rose berjalan kearahku dan duduk dibagian belakang motor. Aku mengarahkan sepeda motorku kearah barat dan menuju perumahan tropodo. Tempat ini aku pilih karena lokasi sangat pas untuk berlatih naik sepeda motor. Sepeda motorku mengerang menuju kesana dan ketika aku memasuki daerah perumahan itu, aku ambil tangan Rose dan melingkarkannya di perutku. Ada rasa senang dan bangga bisa menggonceng seorang gadis dibelakangku. Tangannya yang kecil melingkari perutku dan rasa nyaman aku rasakan disana. Jari jarinya menempel tapi terasa agak canggung. Bak seorang lelaki dewasa yang sedang menggonceng kekasihnya, aku putari perumahan itu perlahan lahan.
“Mas Polie……..temanku ada yang kerja di perumahan ini.” Katanya memberitahuku.
“Siapa namanya?” kataku ingin tahu
“Mirah, dia bekerja di sebuah rumah yang ada tokonya” jelasnya
“Kamu mau ketemu dia?” tanyaku
“Aku malu, kalau ketemu dia sambil meluk mas. Apa kata dia nanti ke keluarga suamiku” katanya lagi.
“Ya….sudah kamu lepas saja pelukannya.” Kataku memberitahuku.
“Kita cari saja tempatnya dimana” kataku membujuknya.
“Kita putari saja mas pelan pelan” katanya sambil duduk dekat denganku.
Dadanya menempel dipunggungku dan rasa kenyal terasa dipunggungku. Batang batreiku ngaceng dan mengeras. Ingin aku pulang kembali dan menggerepe dadanya yang hangat itu.
Setelah memutari beberapa blok aku kembali memutari dibagian depan perumahan itu. Ada sebuah rumah dengan sebuah toko terletak dibagian depan rumah itu. Aku berhenti dan turun dari motorku.
“Aku capek Rose, kita berhenti ditoko itu sebentar dan bertanya apakah temanmu kerja disana.” Ajakku padanya.
“Mas…jangan lama lama ya, nanti dia mengetahui hubungan kita” katanya
Seorang ibu berdiri ditoko menyambutku
“Beli apa koh?” sapanya ketika aku masuk
“Ada minuman dingin tidak ya?” tanyaku
“Ada mau apa?” tanyanya “Teh Sosro atau kotak, coca cola, sprite, fantat?” katanya
“Ada teh kotak tidak bu?” tanyaku padanya
“Ada, mau berapa ya?” katanya
“Minta dua bu” kataku. “Tidak punya pegawai” tanyaku basa basi
“Ada …cuman dia sedang memasak dibelakang” jawabnya
“Rasanya saya pernah melihat engkoh ini ya?” katanya sambil melihatku tanpa berkedip. Aku tersenyum dengan sikapnya.
“Saya jaga toko dipasar ********* bu” kataku menjawab teka teki yang dia pikirkan.
“Ooohhhhh pantas” katanya “Jadi sedang tutup tokonya ya?”
“Iya……sedang belajar naik sepeda motor” jawabku
“Bu……saya punya teman kerja di tropodo sini. Namanya Mirah, apa dia kerja disini?” Rose bertanya kepada perempuan penjual itu.
“Wah dia sudah keluar 2 minggu lalu.” Katanya.
“Loh kok keluar?” tanya Rose agak kaget.
“Dia pacaran dengan buruh bangunan yang mengerjakan rumah di block C. Dia selalu minta ijin keluar untuk menemui pacarnya itu. Kita bekerja kan butuh dia, lah kalau dia selalu minta ijin, pekerjaan jadi terbengkalai. Saya dengar dia sekarang kerja di Karang Pilang.” Kata ibu tadi menjelaskan. Rose agak lega dengan penjelasannya sehingga dia tersenyum ketika ibu tadi mengatakan kalimat terakhirnya tadi.
Aku bayar teh yang kita minum dan berjalan keluar dari toko itu. Aku kembali nyalakan mesinnya dan Rose naik diboncengan belakang. Aku menjalankan pelan sepeda motorku kembali memutari jalanan kecil di perumahan itu. Jam masih menunjukkan angka dibawah jam 12. Terlintas pikiran untuk jalan jalan ke Pacet sekarang juga, tapi ada rasa takut untuk kesana karena harus melewati pos pos polisi.
“Rose mau kemana lagi?” kataku bertanya
“Aku tidak tahu mas……kenapa kita tadi tidak bawa jaket ya mas?” dia mengingatkan.
“Iya….aku juga menyesal kenapa aku tidak bawa jaket.” Kataku. “Lebih baik kita jalan jalan saja Rose ke Krian. Aku lama tidak lewat sana. Ada warung dawet Ponorogo sangat enak di terminal Krian” kataku
“Okay Mas Polie….disana ada juga Rujak Cingur ya?” tanyanya ingin tahu.
“Aku rasa ada deh…….” Kataku. Aku arahkan motorku kesana dan pelan pelan menuju ke Krian.
Aku tidak yakin dimana tepatnya terminal bis di Krian karena hanya sekali saja aku kesana diajak Mas Jaya. Aku lewati Tambak Kemeraan dan Pabrik Gula Krian [Sekarang sudah tidak ada] kemudian bioskop Mutiara [sekarang sudah almarhum] dan akhirnya kita sampai juga di terminal Krian. Banyak sekali manusia berkerumun disana yang akan bepergian. Sebagai sebuah jalan poros utama Jalanan sangat macet dan sesak. Warung dawet Ponorogo tutup, baru teringat ternyata ini hari Lebaran pertama.
Beberapa orang menawarkan dagangan tetapi tidak begitu banyak. Kita melewati bagian dalam terminal untuk mencari penjual Rujak Cingur tetapi tutup juga. Mataku menubruk sebuak lapak kayu atau bambu dan beberapa orang sedang memilih milih sesuatu disana.
Rose sedang melihat lihat barang barang kecil jepitan rambut murahan dengan berbagai macam bentuk dan warna.
“Rose aku kesana sebentar ya……nanti kalau kamu sudah selesai kamu susul aku kesana” kataku memberitahunya.
“Ya mas, nanti aku kesana. Hati hati dompetnya mas. Banyak pencopet!” ingatnya kepadaku.
Aku mengangguk dan berlalu menuju ke lepak yang tadi aku lihat. Ada tumpukan beberapa kotak kotak kecil yang di pajang dengan berbagai gambar disana. Beberapa orang memegang kepingan kecil dan memberikan pada penjual untuk mencobanya. VCD itu kata mereka dan memang itu adalah VCD yang saat itu sangat populer. Dibagian lain lepak itu terburai VCD dengan berbagai film dan gambar. Agak mengherankan di hari lebaran begini pedagang VCD berbagi info hiburan alias berjualan.
“Mas coba yang ini?” kata seorang pembeli.
“Yang itu tidak boleh dicoba mas, karena karaoke sexy.” Kata penjual
“Apa maksudnya?” kata si pembeli
“Modelnya video clipnya telanjang mas” katanya setengah berbisik.
“Ada tidak VCD yang beginian?” kata seorang pembeli yang lain.
Penjual melihat tangan pembeli yang terhunus dengan ibu jari terjepit diantara tekukan jari telunjuk dan jari tengah. “Ada……tapi harganya mahal” kata pembeli sambil matanya mengawasi sekeliling.
“Berapa” tanya si pembeli
“Dua lima ribu” katanya, jarinya menunjuk 2 dan 5. Dari bawah tumpukan kerdus kedus dia mengeluarkan 5 buah VCD dengan gambar sangat hot dan mengundang
---------------------------
Dari bawah tumpukan kerdus kedus dia mengeluarkan 5 buah VCD dengan gambar sangat hot dan mengundang syahwat. Aku menengok VCD yang dia pegang dan tertarik ingin membelinya, jelas sekali sampul VCD yang dia tunjukkan pada pembeli pertama mengundang perhatian seluruh mata pembeli. Hampir semua pembeli memelototi gambar cover yang digenggam oleh penjual.
“Cepat pilih yang mana,” katanya sambil melihat sekeliling seolah olah ada rasa takut di gerebek. Disituasi semacam begini tidak mungkin akan digerebek, apalagi didalam terminal Krian. Jarang ada polisi, kalaupun ada pasti sedang mengatur lalu lintas.
Aku mengulurkan tanganku meraih sebuah VCD dan penjual tadi melihatku sekilas, dia melepaskan VCD yang aku pilih dan membiarkanku melihatnya sebentar. Aku masih ingat dengan jelas judul VCD porno yang pertama kali aku pegang dan tonton. “MIAMI SPICE” Aku keluarkan dompetku dan membayarnya, aku diberi sebuah kantong plastik untuk VCD yang baru saja aku beli dan aku meninggalkan stand vcd itu.
“Dapat apa mas?” tanya Rose padaku ketika aku mendekatinya. Dia nampak masih sibuk dengan pernak pernik wanita. Ada rasa kasih padanya melihat dia memilih milih barang yang dia sukai. Mengamati wanita yang sangat dekat dengan kita kadang membuat kita terlibat secara emosi. Dan itu aku rasakan ketika memandangnya memilah milah jepit rambut dan sisir yang dia akan beli. Ditangannya telah tergantung sebuah tas plastik kecil yang berisi beberapa benda kecil. Aku ingin sekali mendekatinya dan menyentuh pundaknya tapi keinginan itu tidak aku lakukan karena aku akan kehilangan sebuah momen. Momen dimana tidak ada distorsi dan gangguan dalam menikmati kecentilan dan keadaan seorang wanita yang dekat dengan kita.
Rasa cinta tumbuh dari hal hal kecil yang kita rasakan dan kita amati. Mengamati Rose di siang itu menumbuhkan rasa cinta di hatiku. Rose dan wajahnya yang innocent dan tingkah polah seorang gadis yang tumbuh didesa menambat hati dan perasaanku.
“Mas……..apa yang kamu lihat?” tanyanya padaku mengagetkan. Lamunanku dan pandanganku padanya terhapus.
“Ngga ada” kataku sekenanya. “Yuk kita pulang cepat. Kita bisa kehujanan kalau tidak segera pulang.” Awan gelap berjalan berarak ke utara menyelimuti langit Krian siang itu. Titik titik hujan jatuh dan membuat suara sesaat airnya menghantam atap bedhak yang terbuat dari seng seng tipis.
“Terlambat mas…….berani pulang sekarang?” tanyanya sambil cengar cengir.
“Kita disini saja dulu deh?” tawarku.
“Mmmmmm……..enak dirumah mas.” Katanya menyarankan. “Mas……..boleh tidak kalau aku beli qitex, cat kuku?” tanyanya padaku. Aku merasa jadi orang penting baginya saat itu. Kenapa
“Boleh….tapi kamu mau beli warna apa?” tanyaku padanya.
“Mas yang pilihkan ya……..siapa tahu kalau aku yang milih sendiri nanti kelihatan norak dan murahan.” Katanya menjelaskan alasannya kepadaku.
“Rose……….sebaiknya kamu memilih sendiri trus nanti tunjukkan aku kira kira mana yang cocok buat kamu. Aku tidak tahu kalau kamu juga suka bersolek” kataku padanya.
“Mas ngga suka ya kalau aku bersolek” tanyanya sambil memandangku. Matanya berbinar binar ceria, rasa senang yang di rasakan tidak tertutupi oleh matanya. Aku memandangnya dengan senang juga. Tidak ada beban rasanya hari itu karena toko tidak buka dan aku bebas melakukan apa saja tanpa ada rasa terpaksa.
“Mas…….beli apa?” tanyanya, matanya memandang ke buntalan tas plastic yang aku pegang.
“Aku beli film” kataku menjawabnya.
“Yang ini bagaimana mas….” Tanyanya sambil menunjukkan warna yang dia telah usap di ibu jarinya.
“Bagus kok ……..cocok dengan warna kulitmu” kataku menjawabnya
“Ya sudah aku beli ini saja ya?” tanyanya lagi.
“Terserah kamu…..kamu ngga mau coba warna yang lain?” tawarku
“Uangku tidak cukup mas……mas tambahkan dulu ya. Nanti aku akan ganti kalau sudah dirumah.” Katanya berjanji.
“Gampang ambil dulu saja nanti kita bisa totalan.” Kataku sambil tersenyum kepadanya. Hujan rintik kecil mulai turun. Aku ingin segera pulang dan menonton VCD yang aku telah beli.
“Mas kita pulang sekarang ya?” tanyanya kepadaku.
“Tapi hujan Rose……….kamu mau hujan hujan?” tanyaku padanya
“Boleh ………..kita hujan hujan saja ya hehehehehe paling juga basah” katanya menjawab tantannganku. Aku naiki sepeda motorku dan dia duduk diboncengan belakangku.
“Rose………peluk aku?” pintaku padanya.
Rose melingkarkan tangannya dan dadanya menekan ke punggungku. Aku pelan pelan maju kedepan dan menjalankan sepeda motorku di keramaian terminal Krian. Kaos yang ku pakai basah, air hujan menyerap kedalam celana jeansku dan menyerbu masuk kedalam celana dalamku membasahi batreiku. Punggungku hangat oleh payudaranya Rose, dadanya seperti menyelimuti dari air hujan yang dingin. Rose menyandarkan tubuhnya kearahku dan himpitan dadanya kepunggungku makin terasa. Tangan Rose menuruni perutku dan bersandar di pangkal pahaku sebelah kanan. Tangannya menekan pelan. Ingin sekali aku ingin tangannya meraih batreiku dan meremasnya pelan.
“Mas ………….aku suka sekali liburan hari ini” katanya kepadaku.
Aku tidak menghiraukan kata katanya karena suara bising berlalu lalang terdengar dari bis dan truk seperti orang berkejaran.
Aku basah kuyub, Rosepun juga demikian. Sesampai kami di Ruko,dia membuka pintu rolling door dan menaikkannya keatas.
Rose tidak sadar bahwa kaosnya bagian depan juga basah kuyub dan teteqnya mengecap seperti gundukan bukit pendek yang tertutupi sebuah BH warna coklat. Aku memandangnya tidak kedip dan ingin sekali menelannya disitu juga.
Aku masukkan sepeda motor dan Rose menutup pintu rolling door dengan menurunkan pintunya, menggemboknya dari dalam dan kita merasa seperti didunia yang kita ciptakan sendiri. Aku angkat kaosku keatas dan bertelanjang dada, kulemparkan kaos basahku keatas motor tapi Rose melarangnya.
“Sini mas….aku bawa keatas sekali akan aku cuci, mana celananya sekalian supaya aku tidak kerja dua kali.” Katanya sambil menjulurkan lengan kanannya meminta kaosku. Aku berikan kaosku dan mengangkat kaki kananku untuk melepas celanaku. Sambil berpegangan setang sepeda motor, aku menarik celanaku dan memberikannya kepada Rose. Rose melotot ke arah batreiku dan memegang batang batreiku yang segera mengeras.
“Mas …kenapa hangat sekali ya batreimu, ingin sekali aku mengecupnya.” Tangannya meraih celana dalamku dan menurunkannya dibagian penutup kepala batreiku. Keras dan tegak, kepalanya terasa bundar dan kulitnya terasa licin. Aku tarik kaosnya Rose keatas dan aku lepas kaosnya. Kulit tubuhnya yang hangat merangsangku untuk melucuti branya. Rose membantuku dengan mengangkat tangannya supaya mudah melucuti kaosnya.
“Rose………….hati hati. Jangan kamu gigit.” Kataku mengingatkan. Aku berdiri di ruang toko yang pintunya tertutup dan tepat disebelah sepeda motor yang baru saja aku parkir. Rose mengocok batang batreiku dan wajahnya menengadah melihatku.
“Kenapa kamu begitu liar Rose?” tanyaku memancing
“Aku ingin sejak dijalanan tadi mas, aku ngga tahan. Aku ingin membetot kontholmu erat erat.” Jelasnya setelah melepas kepala penisku. “Memang mas….ngga suka?” imbuhnya.
“Aku suka………ayo kita keatas saja” ajakku padanya.
“Aku ingin disini dulu mas………” elaknya kepadaku
“Kita keatas saja Rose supaya bisa berbaring ditempat tidur?” aku tidak mau kalah.
“Kalau ditempat tidur kita harus mandi dulu mas. Aku tidak mau membuang waktuku untuk mandi. Kita mandi saja nanti setelah kita selesai.” Katanya
Aku diam saja membiarkan keinginannya, toh aku dilayani. Aku menikmati genggaman tangannya dan kocokkannya yang pelan naik turun seperti mengasah pedang. Tangannya menelusuri batang penisku dan perlahan lahan dia kulum dan hisap kepala penisku. Tanganku tidak diam, kuelus elus bukit yang menempel didadanya sehingga aku bisa merangsang dirinya. Payudaranya menguncup ke putingnya yang memanjang. Aku ingin menghisapnya tapi posisiku tidak memungkinkan untuk melakukannya.
“Rose kamu berdiri dong……” kataku sambil menarik lengan atasnya untuk berdiri.
“Sebentar mas……..biar aku selesaikan dulu keinginannku” katanya
“Memang apa keinginanmu?” tanyaku ingin tahu
“Menghisap kontholmu mas………masa mas tidak tahu. Mas diam saja ya…….biar aku yang melayani mas….mas pasti capek kan setelah beajar naik sepeda motor?” katanya padaku.
Aku menengadahkan wajahku sesaat menikmati aliran darah di kepala penisku yang sangat terangsang oleh perlakuannya Rose. Menaikkan dan menurunkan tangannya dengan perlahan dan sangat mantap.
“Rose berhenti dong? Aku mau keluar kalau kamu tidak berhenti sekarang” ancamku.
“Mas keluarkan saja……….” Bujuknya.
“Aku tidak mau keluar sendiri………….aku mau kamu juga merasakan kenikmatan yang aku rasakan.” Jawabku pelan. Aku menariknya dan aku meminta dia untuk duduk di sepeda motor. Aku menggeser Bra dan kaosnya yang aku letakkan di tempat duduk dan menaruhnya di stang sepeda motor. Sebelum dia menaruh pantatnya aku lepas roknya dan menarik turun celana dalamnya. Aku biarkan duduk setelah kedua helai pakainnya terakhirnya itu terlepas dari tubuhnya.
Aku jongkok didepan pahanya yang terbuka lebar dan mendekatkan wajahku didekat kulit perutnya. Ada hawa hangat muncul yang keluar dari pori pori kulitnya. Aku raba memeqnya dengan jariku dan menyentuh permukaannya yang hangat dan licin.
“Aaaaaaaaaaahhhhhh” Rose mendesah perlahan
“Hhhhhhhhhhsssssttt jangan keras keras Rose!. Nanti kedengaran orang lewat” kataku mengingatkan.
“Iyaaaaaaaa mmmmmmmmasssssss” erangnya melirih. Tapi desahan nafasnya bertambah cepat ketika tombol memeqnya aku tekan pelan. “Uiiiiiiiihhhhhhh gatal mas!” katanya sambil menggoyang pinggulnya yang sexy.
“Enak ya?” kataku bertanya. “Rose……..Aku ingin memasukkan jari telunjukku kedalam memeqmu boleh” tanyaku. “aku ingin mencium memeqmu juga, Rose?”
“Jangan mas……jarimu kotor, tadi belum kamu cuci?” katanya. “Aku sudah mau mens mas. Aku memandang wajahnya dan menoleh kembali ke memeqnya. Memeqnya lembab dan basah dengan cairan yang keluar dari dalam liangnya. Aku ingin sekali menusukkan kembali jariku kedalam lobangnya. Aku geser telunjukku ke arah lobang yang sedang terpampang didepan mataku. Aku tempelkan kebagian bibir sebelah kiri untuk menikmati erangannya yang merdu terdengar ditelingaku. “oooooohhhhh massss” erangnya terdengar seperti yang aku harapkan. Lelehan lendir membasahi ujung jariku. “Uhhhh mas…….rasanya selangit mas. Massssssss Polie ……………..Oooooooohhhh masssss, masukkan kontholmu mas, aku ngga kuat nahan siksaan ini.” Katanya setengah berbisik. Sambil menarik tanganku untuk berdiri, bibirnya memagut bibirku. Bibirnya dingin dan penuh menempel dibibirku. Kedua pahanya terbuka menerima aku, pinggulku ditariknya mendekat dan melekat. Kontholku mengeras bak seperti jamur yang merentang lebar, menempel di depan lobang memeqnya seperti akan menjagur.
----------------------------
Sementara hujan diluar mulai deras dan angin keras terdengar menderu. Pintu toko berguncang dan menimbulkan bunyi seperti orang mengetok ngetok. Keheningan yang tercipta hanya terisi oleh suara angin dan rintik hujan yang menitik mengenai atap atap toko.
Aku mencium bibir Rose dengan nafsu dan aku mengulum bibirnya dengan mulutku yang basah. “Muaaaaaach…………cup cep cap” suara kedua pasang bibir kami beradu dan cecapan bibir kami terdengar jelas ditelinga kami. Dengusan nafas membelah hidung kami dan keinginan untuk merutas jalinan nafsu badani semakin menguat. Mata kami berpandangan lekat, ingin saling memuaskan secara naluri. Hati tertaut dengan keindahan bahasa tubuh antara menggoyang dan menusuk, mengatur alur jalan menuju persemayaman sang batrei yang kaku dan menjulur keras.
Ujung batreiku membelah bibirnya, dan menyeruah rambut rambut lebat yang menutupi lobang keindahannya. Basah! Mempermudah jalan masuk ke liangnya. Dia menggeser maju pantatnya memberikan akses dan celah untukku mengexplore jaringan sel sel vagina yang memberiku kenikmatan.
“Mas!........?” tiba tiba dia berucap
Aku terhenti, kegiatanku mati. Dan aku seperti orang dungu yang tersesat disebuah tempat dimana aku tidak tahu jalan mana yang harus aku tempuh. Aku memandangnya tepat dimatanya.
“Apa Rose……..” tanyaku.
“Cium aku mas……!” pintanya lirih kepadaku.
Aku menuruti apa yang dia inginkan. Aku majukan mulutku tetapi batangku tercabut dari lobangnya.
“Mas………masukkan kembali batangmu? Teruskan ciumanmu mas?” katanya lagi. Aku majukan lagi pinggulku dan Rose memandu batangku untuk memasuki lobang memeqnya. Lidah dan bibir memeqnya menyambutku dengan kehangatannya yang khas dan aku menusukkan kedalam memeqnya dengan pelan dan penuh perasaan. Rose mendekatkan bibirnya ke punyaku dan tanpa dikomanda aku kecup bibirnya. Sambil mendorong pinggulku dan menggoyangnya aku himpit bibirnya dan kujulurkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Rose menyambut dan mengulum lidahku. Hangat sekali, dan gesekan dan kuluman didalam mulutnya seperti rongga dan liang memeqnya yang sedang aku sodok sodok maju mundur tak beraturan.
“Oooooooooohhh masssss?!!!! Aku lemes rasanya. Boleh aku teriak mas?” katanya sesaat.
“Jangan Rose….orang kira aku sedang memperk**a kamu.” Kataku pelan. Aku kembali sumpal mulutnya dengan bibirku. Tapi Rose menolakku, mulutnya kembali bersuara.
“aahhh ooohhh aaahhh masssss” matanya memandangku. Senyum merekah dibawah redupnya matanya yang terganjal oleh nafsu yang dia rasakan. Aku percepat goyanganku dan Rose membuang kepalanya kebelakang respon atas kenikmatan yang sedang dia teguk.
Aku merasakan sesuatu yang berbeda dari dalam memeqnya. Solah olah ada butiran butiran kecil dan lembut dari dalam memeqnya. Aku menoleh kebawah dan melihat kebatraiku yang masuk keluar dan menusuk nusuk memeqnya. Aku melihat batangku bersimbah darah, aku mencabutnya sejenak dan Rose melihatku seperti mau protes.
“Rose kamu terluka, sayang?” kataku sambil memegang batreiku. Jari jariku berlumuran darah mens nya yang menempel di batang batraiku. Aku memeriksa dibagian kepala batraiku dan menelusuri apa ada rasa perih di tubuhnya. Palkonku tidak terluka, itu adalah kesimpulan akhir.
“Aku sudah mens mas………?” dia memberikan berita ditelingaku. Bisikannya membuat diriku mengejang begidik tetapi ada sesuatu yang desakan untuk melanjutkan aktivitas seksualku. Aku mendekat ke arah mulutnya Rose dan kembali menciumi mulutnya.
“Mas…………?” dia kembali menghentikan aku.
“Kenapa Rose?” tanyaku padanya.
“Mas Polie tidak jijik?” tanyanya sambil memandangku.
“Tidak Rose!” jawabku tegas. {bila nafsu sudah diubun ubun apapun bisa terjadi}
Aku kembali memasukkan batangku dijepitan selangkangannya dan mencercanya dengan tusukan tusukan ringan. Rose bereaksi dengan mengelitkan tubuhnya dan memuntir ujung putingnya yang kanan sementara tangan kirinya berpegangan sambil menahan tubuhnya. Aku menusuk dalam memeqnya, bibir memeqnya yang tebal seperti terbelah oleh pedangku yang terhunus dan menancap didalamnya.
“Oohhhhhhhhmasssssss………aduhhh terus masssss…… enak sekali massssss. Mas enak juga?” tanyanya lirih kepadaku.
Aku mengangguk pelan.
“Katakan mas?” katanya setengah memaksaku
“Iya……aku juga enak” kataku
“Oooooohhhhh masssss yang dalam sedikit mas………Ohhhhhh massss!!!? Badannya meliuk liuk seperti kepanasan. Aku merasa tertantang dengan nada erangan yang terdengar sangat sexy.
“Ooohhh oohhhh ohhhhh……….massss Polieeeeeee terus massssss
Aku terkesima dengan suara yang terdengar dari mulutnya. Memicu birahiku untuk memuaskannya. Aku tarik batang penisku hingga sampai diujung kepalanya dan menggoyangnya pelan ujung mukut memeqnya. Seperti orang mendengkur aku bunyikan suara menikmnati saat saat indah yang aku lakukan dengan Rose. Wajahnya terlihat manis, dan aku sangat bersyukur aku mempunyai teman berbagi birahi.
----------------------------------
Aku berjalan ke kamar mandi yang ada dibagian belakang toko dan membersihkan darah yang menempel dibatang penisku. Perasaan jijik sedikit merayap di benak pikiranku. Segera ku basuh batangku sementara Rose masih berada di ruang toko dimana sepeda motorku terparkir menikmati sisa sisa pertempuran yang kita lakukan.
Setelah merasa bersih aku keluar menghampiri Rose yang masih terduduk didekat sepeda motorku yang terparkir didalam toko. Ada tetesan darah mens nya di lantai toko yang tersodok oleh penisku. Aku agak sedikit begidik dengan pemandangan didepan mataku. Aku meraih tangannya untuk menariknya berdiri. Dia membantuku dengan sekuat tenaganya yang tersisa untuk berdiri
“Ooohhhhhh terima kasih yaaa mas…..rasanya seluruh sendi sendiku terlepas semua” katanya sambil memandangku. Matanya tarasa sayu dan lelah, seolah olah habis mengerjakan sebuah pekerjaan yang begitu berat dan banyak. Tubuhnya layu seperti tak bertulang dan berotot. Kulit coklatnya seperti dilumuri oleh minyak diseluruh permukaannya. Aku memandanginya dengan penuh kasih, ingin aku memeluhnya dan menyayanginya.
“Enak yang………..” tanyaku sambil menatapnya.
“Enak sekali mas……….kenapa kamu begitu kuat ya. Memangnya kamu belum keluar ya mas?” tanyanya.
Aku kalungkan tangannya ke pinggangku dan menuntunnya ke arah kamar mandi dimana aku baru saja membersihkan penisku.
“Rasanya loyo sekali mas…… Mas mau makan apa untuk nanti malam?” tanyanya dengan penuh perhatian.
“Kita nanti masak me instant saja deh, kamu pasti capek kalau aku minta ikan kaleng?” kataku menjawabnya.
“Nanti aku masakkan mas……..kalau aku sudah pulih kembali” katanya dengan sedikit terhuyung.
Aku buka pintu kamar mandi dan Rose masuk kedalamnya. Dia menutup pintunya dan membersihkan paha dan memeqnya.
“Mas ………aku mau mandi sekalian deh………….” Katanya dari dalam kamar mandi. “bisa tidak Mas Polie mengambilkan handukku?” lanjutnya.
Aku naik kekamarnya untuk mengambil handuknya. Aku tidak menemukan yang aku cari, aku buka lemari plastik kecil dimana dia menyimpan semua baju dan pakaiannya. Aku melihat sebuah album foto yang tersembunyi dibawah tumpukan pakaiannya. Lemarinya tertata rapi dan seluruh bajunya teratur di tumpukan yang tersetrika rapi. Aku ambil album foto itu dan membukanya. Lembaran pertama yang aku buka adalah fotonya yang terpampang dengan pakaian pengantin adat jawanya. Nampak jelas sekali wajah mudanya yang terpampang di foto itu. Aku buka lembar kedua dan ketiga, wajah suaminya terpampang disana bersanding disampingnya. Wajahnya hitam dan kelihatan kokoh, ada sedikit rasa cemburu menyelinap didadaku ketika melihat tangan lakinya melingkar di pundaknya.
Aku buka lembar lembar berikutnya dan menekuni setiap wajah yang terekam dalam kamera foto. Diakhir halaman album ada tulisan yang ditulis oleh tangan “Rose istriku” dan tanda tangannya menutup kata kata yang dia tulis.
Aku menaruh kembali album fotonya, dan menguak tumpukan baju baju yang dia tata. Aku meraba bagian bawahnya. Jariku menyentuh sebuah kertas dan aku menariknya keluar dari tumpukan bajunya. Seikat surat kira kira ada 6 buah surat. Diikat dengan karet gelang yang biasa digunak oleh toko toko untuk mengikat sesuatu. Aku tarik sebuah surat dan membuka amplop yang sudah terbuka. Aku tengok alamat bagian depan amplop dan membaca alamat dan nama yang tercantum didepan amplopnya itu. Nama Rose tercantum dan alamatnya jelas di sebuah dusun………Blitar Jawa timur. Aku melihat perangko yang digunakan untuk mengirim surat itu, Perangko Malaysia. Aku mengambil kesimpulan bahwa dia bekerja di Malaysia.
Aku tidak sempat membaca surat itu. Suara Rose memanggilku dari kamar mandi. Segera aku masukkan amplop itu kedalam ikatan karet dan mengembalikannya didalam lemarinya. Aku atur kembali dibawah baju bajunya dan merapikannya supaya tidak curiga. Aku bertekad ingin membaca apa isinya dan merencanakan bagaimana dia bisa keluar sejenak untuk memberiku peluang membaca surat suartnya.
Aku keluar kamarnya tanpa membawa handuk yang dia minta.
“Rose……..aku cari cari handukmu tapi kenapa tidak ada dikamarmu?” kataku sedikit berteriak
“Mas…..handukku di jemuran lantai atas.” Katanya memberitahuku “kenapa mas lama sekali diatas ngapain?” tanyanya agak curiga.
“Aku membetulkan gantungan baju dilemariku Rose” kataku pura pura menjawabnya. “Aku juga akan mandi sekalian, lebih baik kita tidur Rose setelah makan?” imbuhku
“Mas mau makan apa?” tanyanya
“Mie saja” jawabku sekenanya. Aku pikir akan mudah memasaknya dan cepat mengisi perutku.
Aku berikan handuknya Rose dan aku kembali keatas kekamarku. Aku baringkan badanku dan aku menekuri hari hariku hingga aku terlelap tidur.
--------------------------------
Hari kedua liburan Lebaran
Aku bangun agak pagi kira kira jam 6. Rose semalam tidur dikamarku. Agak panas udara di dalam kamar karena jendela tertutup dan pintu hanya sedikit terbuka. Kipas angin yang ada didalam kamarku tidak banyak membantu. Aku berencana bangun pagi karena aku akan main basket. Aku tidak ingin mengusik Rose dari tidurnya jadi aku bangun perlahan lahan dan berdiri. Tapi tiba tiba Rose terbangun dan menoleh kearahku.
“Mas………..? Mau kemana pagi pagi begini?” tanyanya ingin tahu
“Aku mau pergi main basket Rose?” kataku menjawab
“Memang pagi hari begini ada yang main, mas?” tanyanya dengan nada masih mengantuk.
“Ada Rose……kalau tidak ada aku akan kembali pulang.” Kataku
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya. “Aku kesepian disini sendiri”
“Iyaaa…….aku ngga akan lama” kataku pelan. “Tidur saja lagi, hari ini ngga ada yang mau dicuci toh?”
“Aku capek mas……….. Mas mau makan apa? Tanyanya.
“Kalau ada penjual sayur, nanti kamu bikin pecel saja ya?” kataku.
“Iya…..” jawabnya sambil tetap terbaring diatas kasurku.
Aku segera berlalu dan berkemas untuk pergi ke tempat main basket. Ada sekitar 10 orang yang bermain basket pada hari itu sehingga kelihatan ramai. Mereka cukup familiar dengan aku sehingga mereka bisa menerima kedatanganku.
Bermain basket cukup lama dengan mereka, kira kira jam 8 pagi aku kembali ke ruko. Aku ambil kunci dan membukanya. Pasar masih sepi, hanya beberapa penjual saja yang nampak berjualan. Hari ini toko masih banyak yang tutup, aku buka pintu dan masuk kedalam. Ada suara Rose menyanyi dari atas.
Aku berpikir kemana hari ini akan kita habiskan liburan kedua lebaran.
“Mas Polie……………?” teriaknya dari atas ketika aku masukkan motorku kedalam toko.
“Ya…..? kamu udah bangun Rose?” tanyaku menjawab panggilannya
“Kenapa udah pulang mas?” tanyanya
“Kamu bilang kamu tidak suka sendirian?” kataku menjawabnya “Ayo cepat kita jalan jalan lagi seperti kemaren.
“Kita sarapan dulu saja mas…………baru setelah itu kita pergi.” Katanya “Aku sedang menyiapkan makan pagi.
“Kamu sudah mandi Rose?” tanyaku
“Belum Mas……” katanya pendek. “Kan lagi nyiapkan sarapan. Memang kita mau kemana mas?”
“Aku mau ajari kamu naik motor” kataku sesampainya aku diruang atas.
“Sungguh mas? ……..Hari ini?” teriaknya “Aku mau sekali” Dia loncat loncat menghampiriku sambil memeluk aku. Bajuku yang basah oleh keringat tidak dia hiraukan. Dia cium aku dipipi kananku.
“Kenapa mas mau ajarin aku hari ini?” tanyanya dengan nada manja.
“Kamu tidak mau ya?” tanyaku balik “Kalau kamu tidak mau tidak masalah..kok”
“Iiihhhhh kenapa begitu saja sewot” katanya sambil tetap memelukku. “Aku kira mas lupa sama janjinya. Aku sudah kasih mas pembayaran kursus naik motor kontan didepan, tapi aku tunggu tunggu lama kok mas ngga pernah membicarakan itu.”
“Pembayaran apa ya? Aku kok ngga pernah merasa pernah menerima sih?” kataku pura pura bego
“Itu……?......lupakan kalau udah meniduriku berkali kali untuk pembayaran kursus naik sepeda motor. Dasar mas Polie maunya memanfaatkan tapi lupa ama janjinya sendiri” katanya dengan nada agak sewot.
“Haaaaa hahahahaha” aku tertawa keras dengar kata katanya.
“Iyaaa yaaa Rose, aku udah memanfaatkan kamu, tapi aku lupa janjiku ya?” kataku dengan pelan. Aku ambil dagunya dan mencium pipinya. “Jadi hari ini mau ya Rose belajar naik motor?” kataku dengan penuh kemenangan.
“Iya mas….aku mau sekali, aku tunggu tunggu tawaran ini.” Katanya dengan berseri seri. Aku pandangi wajahnya dengan seksama dan matanya tidak memungkiri memang dia menunggu nunggu momen ini.
“Ya setelah kita mandi dan sarapan kamu akan belajar naik motor” kataku meyakinkannya.
“Dia peluk kembali aku dan aku mengangkatnya. Dia kalungkan kedua kakinya kepinggangku, seolah olah anak kecil yang minta gendong bapaknya. Gundukkan dimemeknya terasa keras karena dia sedang memakai pembalut sehingga terasa sekali mengganjal di penisku.
“Memekmu terasa keras sekali” kataku padanya
“Itu bukan memekku yang keras mas” katanya menjawab. Pepekku lembut dan lunak, berair dan licin sekali” jawabnya sambil tetap bertengger seperti anak digendong. “Kalau keras itu punya Mas Polie kalau lagi tegang. Kayak begini Toing toiing….” Katanya sambil jari telunjuknya dia goyangkan keatas naik turun.
“Memang memekmu seperti tadi yang kamu bilang?’ kataku bertanya.
“Iya….tapi sekarang tidak bisa dilihat dulu mas.” Katanya dengan nada dia manjakan.
“Kenapa Rose………..”kataku sambil berpura pura tidak tahu.
“Karena sedang di embu mas?” [diembu = disimpan supaya matang]
“Jadi berapa lama disimpannya?” tanyaku ingin tahu.
“Tiga hari lagi sudah bisa dibuka kok mas. Memang mas mau nunggu tiga hari lagi?” tanyanya masih dengan nada manja.
“Iya mau ………..kalau masak kan enak ya?” kataku
“Mmemmm…….”gumamnya sambil menganggukkan kepala. “Rasanya lebih manis dan lengket seperti ketan. Pokoknya aku jamin mas ngga akan bisa melupakan nikmatnya.
“Ya aku harus sabar dong kalau begitu. Tapi kalau burungku lapar sekarang bagaimana ya Rose?” tanyaku memancingnya.
“Ohhhhhhhh gampang mas” katanya anthusias
“Apa solusinya rose?” kataku terpancing.
“Tuh disana……..”katanya sambil menunjuk kearah pintu sambil ketawa cekikikan yang panjang. Aku terbengong bengong antara ingin tahu apa yang dia ketawakan dan apa yang dia tunjukkan.
“Apa Rose…….yang mana sih” kataku mendesaknya.
“Itu loh mas……..? katanya sambil ketawanya tidak berhenti. “Coba mas berjalan kearah pintu supaya aku bisa tunjukkan. Aku melakukan seperti apa yang dia minta, berjalan kearah pintu sambil menggendongnya. Setelah dekat dia menunjukkan jarinya keatah lobang kunci. Ketawanya semakin keras “Disini mas………ini solusinya. Kalau aku lagi mens, burungnya Mas Polie di jepitkan disini. Haaaahahaaaahaaahaaaaa” ketawanya keras.
“Kurang ajar………!!!! Kataku sambil seolah olah ingin menurunkan dia. Kakinya menjepitku semakin erat, dia berusaha keras untuk tidak mau diturunkan dari gendonganku sehingga dia jepitkan kedua pahanya kepinggangku. “Turun!” kataku sambil seolah olah membetot kedua pahanya untuk lepas dari mencengkeram pinggangku.
“Jangan massssss….ampun masssss……..”teriaknya manja. “Aku hanya bergurau……..jangan maaaassss tolong jangan turunkan aku. Aku ngga mau turun…..
Aku raih hidungnya dan memutarnya pelan kekanan, Rose mengaduh aduh pura pura. Sambil meratapi minta ampun. Aku pura pura marah padanya.
“Memang burungku kamu anggap kunci pintu apa?” kataku
“Iyaaa massss ampun………”katanya. “Jangan marah massssss…….”Ampun masss aku tidak akan meledek lagi maaassssss”
------------------------------------------
Kita makan pagi dan bersiap siap keluar, Rose kelihatan sangat senang dengan janjiku untuk mengajarinya naik sepeda motor. Hari masih pagi, kira kira jam 9 ketika kita keluar. Aku memakai jacket susu bendera berwarna biru terbuat dari bahan seperti parasit tipis yang tahan air. Langit agak mendung dan suasana masih sepi dan tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Aku kearah barat lagi menuju perumahan yang kemaren kita datangi. Tidak ada rasa canggung lagi, Rose melingkarkan tangannya ke pinggangku selama dalam perjalanan. Beberapa hari, Rose berlatih memegang gas motor dan memutar mutarnya. Aku minta dia melakukannya supaya dia terbiasa dan tidak canggung untuk mengecilkan dan membesarkan gas.
“Mas………..aku senang sekali. Jantungku deg deg gan mas.” Teriaknya dari boncengan belakang.
“Saba……..ar jangan terlalu bernafsu” kataku membalasnya
“Iyaaaaa aku tidak grusa grusu kok” katanya manja. Lengannya dia lingkarkan dan memelukku erat erat. Dadanya dia tempelkan ke punggungku. Aliran hangat meresap kebagian punggung dan menyerap kedalam tubuhku. “Aku rindu memeluk tubuh bugilnya” pikirku dalam khayalku.
Sampai di perumahan Trosobo, aku hentikan sepeda motorku dan aku meminta Rose untuk duduk di depanku sementara aku tetap memegang stang gas. Rose meringkuk di depanku. Dia memegang gas sepeda motor juga. Dia agak gemetar dan akupun segera menenangkannya.
“Jangan gugup Rose?” kataku didekat telinganya.
“Maaaaaaaaassss…..aku geli. Jangan berbisik begitu.” Katanya dengan pelan.
“Iya……….pelan pelan ya. Jangan terlalu besar gasnya. Masuk ke gigi satu.” Perintahku kepadanya. “Gasnya diputar pelan pelan dan sepeda motor berjalan sedikit”
“Mas……..jangan lepaskan dulu tangannya ya. Aku masih takut.” Pintanya kepadaku.
“Okay………..kecilkan gasnya dan masuk ke gigi dua” kataku memberi petunjuk.
“Klik” suara persneling sepeda motor terdengar. Dan suara sepeda motor Yamaha Alpha II R mengerang pelan menembus lorong perumahan Trosobo. Aku lepaskan pegangan tanganku dari stang gas dan Rose mengambil alih stang dan pelan pelan merayapi jalanan di perumahan.
“Aku sudah bisa ya mas?” tanyanya
“Iya Rose kamu sudah bisa” kataku menjawabnya. “Kamu perlu latihan terus dan belajar mengoper gigi dengan lancar.” Kataku menjelaskan dari belakang.
“Kapan aku bisa latihan lagi mas?” tanyanya
“Gampang nanti Rose. Bisa diatur waktunya.” Jawabku sambil membiarkam
“Mas……..dari tadi ada benda keras yang mendesak dipantatku apa itu?” tanyanya sambil terkekeh
“Tidak tahu aku Rose…………coba kamu periksa!” kataku menyuruhnya.
“Ngga deh nanti ada orang melihat” katanya sambil geleng kepala. Pelajaran naik sepeda motor tidak mengalami kesulitan berarti, semuanya berjalan lancar dan terkendali. Tiba tiba sebuah ide terlintas kepikiranku.
“Rose, kamu harus pake jaket, supaya dadamu tidak sesak.” Kataku menasehati.
“Tapi aku ngga bawa jacket” balasnya. “Kenapa tadi mas tidak mengingatkan aku.” Tanyanya.
“Berhenti dulu, kamu pakai saja punyaku supaya kamu tidak terlalu sesak.” Kataku. Rose menghentikan sepeda motor dengan agak tertatih tatih. Dia belum lancar menghentikan laju motor. Keseimbangan gas dan pengereman belum lihai.
“Wah mesti belajar banyak Rose kamu….!” Kataku padanya. “Kalau kamu mengerem gas harus di kecilkan supaya tidak mengerang” lanjutku.
“Iya mas…….habis rasanya gugup dan grogi. Tuh pada keringatan semua badanku. Kulitku rasanya basah kuyup. Sini mas jaketnya…………mas ngga keberatan kalau aku pake jaketnya?” tanyanya sambil tersenyum. “Nanti aku cuci setelah sampai dirumah.” Lanjutnya lagi.
Aku berikan jaketku padanya dan dia memakainya.
“Salah Rose………” kataku menghentikannya memakai jaket. “Mestinya kalau naik motor bagian punggung jaket harus di depan supaya angin tidak menerobos ke dadamu. Yang harus di lindungi kan dadamu.” Kataku menjelaskan.
“Kenapa begitu mas?” tanyanya ingin tahu.
“Supaya lenganmu tidak gosong dan dadamu tidak sesak. Kecuali kalau kamu mau bepergian jauh. Kamu bisa memakainya seperti memakai jaket biasa.” Kataku lagi melanjutkan.
“Begitu ya mas?” balasnya dengan rasa tidak yakin dengan saranku.
“Ya…begitu supaya angin yang datang ke dada tidak begitu kuat karena ditahan oleh jaket. Coba saja nanti kamu rasakan apa kata kataku benar atau salah. Sudah ayo kita lanjutkan belajarnya.
“Mas tidak bosan?” tanyanya lagi
“Tidak Rose……..memangnya kenapa?” tanyaku ingin tahu kenapa dia tiba tiba ingin bertanya.
Habis mas hanya duduk di belakangku dengan penis tegang dan ngaceng seperti itu.
“Kamu kok tahu kalau batreiku ngaceng?” tanyaku sambil memandangnya. Tiba tiba Rose mendekat dan tangannya menyentuh batreiku. Dia remas pelan dan menggosokkan telapak tangannya keatas naik turun batangku.
“Ini buktinya…..mas. Mau menyangkal?” katanya dengan senyum licik yang dia perlihatkan. Senyum kemenangan yang dia tunjukkan padaku bahwa apa yang dia katakan benar. “Sudah kangen sama Srabi lipatku ya?” katanya lagi.
“Sudah ……..sudah…….awas nanti kamu rasakan pembalasanku!” Ancamku sambil mencolek pinggangnya.
“Eiiitttt kenapa main colek di jalanan begini mas?!!!” teriaknya sambil menghindari jariku. Suaranya bikin gemas. Ingin kudekap teteqnya dan meremas disitu juga. Kantong semarku mengecil dan batang penisku membesar dan minta perhatian.
“Ayo Rose kita lanjutkan belajarmu!” kataku mengalihkan perhatian. “Coba kamu sendiri yang naiki sepeda motornya. Aku tunggu saja kamu dari sini”
“Ndak mau mas………mas harus ikut diboncengan.
“Kenapa harus ikut?” kataku penuh tanya.
“Aku belum berani dan lagi…………….” Katanya mengambang.
“Dan lagi apa Rose?” kataku ingin tahu terpancing oleh kata katanya.
“Dan lagi tidak ada lagi barang yang akan mengganjal pantatku dari belakang mas! Heheheeeee?” katanya menjelaskan dengan di akhiri ketawanya terkekeh.
“Dasar! Cewek badung!” kataku sambil menyodok pinggangnya dengan cubitan.
“Mas suka ya aku jadi cewek badung” katanya sambil manja. Matanya sayu dan membuatku ingin memeluknya disitu juga. Aku dekatkan wajahku kewajahnya dan menatap lembut wajahnya. AKu kecup pipinya dengan pelan.
"Aku rindu kamu Rose" kataku terbata
--------------------------------------------
Aku tahan gejolak yang ditimbulkan aksinya dan tangannya kadang menggelayut di pinggangku. Aku dorong badannya ke arah sepeda motor dan memintanya untuk menaiki di bagian depan.
“Sudah kamu sendiri saja yang menaiki, supaya kamu bisa belajar sendiri.” Kataku
“Jangan mas…….aku masih takut kalau naik sendiri” katanya protes.
Aku mengalah dan mengikuti apa maunya. Jacketku telah dipakainya dan dia menaiki sepeda motor, aku duduk dibagian belakang dan kembali batangku meregang menempel pantatnya. Terasa hangat pantatnya dan Rose bereaksi dengan menggoyang sedikit pantatnya.
“Tuh kontholnya sudah mengganjal lagi” serunya dengan ringan.
“Kamu terasa ya Rose? Itu berarti dia minta perhatianmu” beritahuku.
Rose menggerakkan tangannya kebelakang dan meraih sosis hangatku. Dia memegangnya dengan lembut dan menggosoknya sedikit.
“Mas sosismu keras sekali……….minta di jilat ya?” kepalanya menengok kebelakang dan tersenyum padaku.
“Tunggu pembalasanku Rose, kamu pasti akan mengiba iba padaku” kataku mengancamnya.
“Aku tidak takut ancaman loh mas?” tantangnya. “Aku akan layani sampai dimana ancaman mas Polie heheheeeee…….” Lanjutnya menahan gertakanku.
“Lihat saja nanti……….sudah ayo jalankan sepeda motorya. Aku ngga mau berdebat disini.” Bisikku. Tanganku aku lingkarkan kepinggangnya. Aku dekap dia dari belakang dan aku tempelkan ikan leleku kepantatnya.
“Hangat sekali mas…………pantatku seperti diselimuti. Heheheeeee mana bisa tahan kalau begini terus mas” katanya sambil terkekeh.
“Enak ya?” tanyaku ingin tahu. Telapak tanganku aku jalarkan ke atas, merambat pelan pelan kebagian pinggir susunya.
“Masssss berhenti disitu mas……..jangan teruskan!” katanya
“Aku rasa kamu tadi menantangku Rose?” kataku sambil meneruskan gerilya tanganku kebagian pinggir teteqnya.
“Masssss….aku tidak bisa konsentrasi kalau tanganmu tetap disitu” teriaknya lirih.
“Sebentar saja Rose!. Aku buka Bhmu ya?” Kataku memberitahunya.
“Adddddduhhhhhh mas…..dilihat orang mas. Jangan disini dehhhh massss?!” katanya sambil mengerem sepeda motornya. “Jangan disini……….”
“Jalan dulu kesana ……..disana tidak banyak orang” kataku sambil menunjuk kearah depan.
“Massss janji jangan sentuh dadaku lagi” katanya memohon.
“Bukankan tadi kamu akan melayani tantanganku” kataku merajuknya.
“Iya….tapi tidak disini mas. Kan malu kalau sampai dilihat orang” sergahnya
“Sebentar saja Rose….” Desakku sambil tanganku meraih teteqnya yang masih terbungkus BH nya. “Kamu terus kedepan dan belok ke kanan, kita belajar ditempat yang agak sepi saja Rose supaya tidak ada yang melihat.” Aku melanjutkan perintahku padanya.
“Mas……jangan disini dong, aku malu nanti kalau ada yang melihat” katanya sambil akan menghentikan sepeda motor yang dia setir.
“Tidaklah sampai tahu, memangnya aku tidak malu kalau sampai ada orang melihatnya.” Kataku menguatkan keinginanku.
“Masss…..jangan disini ahhhh?!!” katanya setelah berteriak. Aku cukup kaget dengan teriakan suaranya. Tiba tiba dia menghentikan sepeda motor yang kita naiki dan turun. Dia menoleh kepadaku dengan mata berkaca kaca ingin menangis.
“Mas yang menyetir saja, aku mau pulang saja mas” katanya sambil berjalan kebelakangku. Aku tercenung dengan kelakuannya, perasaanku tidak menentu. Rose marah padaku dan aku tidak tahu aku harus berbuat apa menanggapi kemarahannya. Aku naiki sepeda motor dan mendekati Rose yang sedang berjalan. Aku tidak ingin malu bila terlihat orang komplex itu.
“Ayo Rose naik………sorry ya”!? pintaku padanya.
“Mas………….bikin aku kecewa!” katanya. Dia meloncat dengan menginjak pijakan sepeda motor di bagian belakang dan menaruh pantatnya di boncengan. Tangannya tidak dia lingkarkan kepinggangku seperti yang dia lakukan pada saat kita datang. Aku arahkan sepeda motorku kebarat, tidak ke rumah. Pikirankan tidak menentu oleh pengalaman pertama membuat seorang gadis marah hingga menangis. Kearah Krian aku pacu motorku dan menembus keramaian kota kecil yang padat dan penuh pedagang kaki lima disepanjang jalanan. Aku ambil belokan kedua disebelah kiri setelah lampu lalu lintas. Pos polisi sepi, tidak terlihat satupun petugas yang biasanya cangkrukan di pos itu. Bangunan kelenteng di sudut kanan jalan juda lengang. Aku arahkan kearah selatan menuju Prambon dan meneruskan kearah selatan. Aku ingin mengajaknya ke Pacet, sebuah tempat peristirahatan yang cukup menyenangkan dengan udara sejuk dan tenang.
Aku raih tangan kanannya dan melingkarkannya ke pinggangku. Rose tidak menolak ketika tangannya aku pegang.
“Maaf ya Rose………..aku khilaf” kataku pelan.
“Mas mau kemana sekarang?” tanyanya pelan
“Aku mau ajak kamu ke Pacet” kataku sambil berteriak. Aku masih memegang tangannya dengan tangan kiriku. “Maaf ya Rose” kataku melanjutkan. “Aku tidak akan memaksamu lagi”
“Iya mas……..aku sudah maafkan” jawabnya lembut.
Setelah merayapi jalanan yang tinggi dan berkelok kelok kita akhirnya sampai di Pacet. Aku tidak tahu kemana kita harus pergi, aku rayapi jalanan kekanan kekiri akhirnya kita sampai disebuah tempat. Banyak sepeda motor terparkir di depannya. Ada papan besar bertuliskan “Kolam Renang”. Kita berhenti di sana dan menengol kedalam. Ada locket tiket dan kita bayar Rp 10.000 per orang. Kami masuk kedalam dan aku gandeng tangannya memasuki pelataran taman berenang itu. Banyak pengunjung berenang disana.
“Kamu mau berenang Rose?” tanyaku padanya
“Tidak tahu mas…..aku tidak pakai celana renang dan baju renang! Malu ahhh. Mas tadi tidak mau beritahu kalau kita mau jalan jalan kesini” katanya
Aku memandanginya dan menatapnya agak lama. Tidak ada lagi kemarahan kutemukan disana. Matanya tidak lagi sembab dengan air mata.
“Ayo kita jalan kesana mas?” pintanya sambil menunjuk kedekat kolam renang. “Kenapa kolamnya berlumut ya mas?” tanyanya
“Mungkin karena jarang dibersihkan, jadi ya nampak kotor. Apalagi kalau kurang pengunjung. Aku duduk di sebuah batu besar di dekat kolam sedangkan dia menceburkan kakinya di pinggir kolam renang. Badannya yang kecil mencelup celupkan di parit sekeliling kolam.
“Rose………..kamu senang?” tanyaku padanya dengan suara agak keras.
Rose tersenyum dan mengangguk pelan, kembali dia gerakkan kaki kakinya di parit kolam renang yang ada disekeliling kolam itu. Aku merasa tenang setelah kejadian tadi siang. Kita tidak berenang karena memang tidak punya baju renang selain itu Rose sedang datang bulan sehingga dia agak merasa kecewa.
Rose datang menghampiriku dan mengambil tanganku.
“Disini teduh ya mas……?” katanya dengan lirih. “Aku ingin sampai sore disini Mas” lanjutnya lagi. “Seandainya kita bisa datang lagi kesini suatu saat, aku ingin bisa berenang sama kamu mas?” harapannya timbul.
“Ya nanti kalau kita masih ada waktu luang kita bisa datang kesini lagi.” Kataku menghiburnya.
“Janji ya mas?” pintanya.
“Iya semoga kita bisa kesini lagi suatu saat.” Kataku
“Mas Polie nanti kalau kuliah mau tinggal dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Ya tinggal disini saja lah, memang mau tinggal dimana?” tanyaku
“Siapa tahu mas lebih suka kos di dekat kampus. Seperti para mahasiswa mahasiswa lainnya.” Pancingnya
“Aku tidak tahu Rose, aku juga belum mengetahui dimana aku akan kuliah kok, kenapa aku harus mikirin mau tinggal dimana?” kataku menghiburnya. “memang kenapa kok kamu tanya tentang kuliahku?” tanyaku mendesak.
“Aku nanti akan kesepian sekali mas kalau mas tidak ada di toko lagi?” katanya.
“Kabar suamimu bagaimana Rose?” kataku. Aku sengaja menatapnya untuk mengetahui apa yang dia pikirkan. Dia menoleh padaku dan tersenyum getir.
“Aku ngga tahu mas……….” Dia tidak melanjutkan kata katanya
“Memang kamu tidak pernah lagi menulis surat?” kataku bertanya.
“Tidak mas……beberapa kali aku menulis surat tapi dia tidak membalasnya”
“Mmmmhhhh kamu tidak rindu?” kataku
“Tidak ………….pikiranku tidak kosong” katanya menjawab. “Ada Mas Polie yang mengisi kekosonganku jadi pikiranku tidak pernah lengah”
“Heheeee jadi karena ada aku, kamu tidak merasa kesepian ya?” tanyaku
“Iya………?” jawabnya polos.
Kita berbicara cukup lama sehingga jam berlalu dengan cepat. Tanpa kita sadari, waktu sudah sangat larut.
-------------------------------
Liburan lebaran berlalu dan berakhir dengan rasa letih. 2 hari tanpa kerja membuat otak seperti beku dan otot otot badan terasa kaku. Ketika toko buka kembali tidak ada yang tersisa dari hari lebaran yang terlewatkan itu. Kembali dengan kesibukan dan rutinitas menjaga toko. Hari ke empat setelah liburan, aku ke lapangan basket setelah toko tutup. Setelah beberapa hari tidak berolah raga, badan terasa penat.
Dengan sepeda motor aku kearah lapangan sambil membawa bola basket dalam jaring net. Melihat kedatanganku, Alex, salah seorang teman main menyapaku.
“Kemana saja kamu? Beberapa hari kita menunggumu untuk berlatih. Kita akan ke Kediri bermain lawan anak anak disana” beritahunya padaku.
“Sorry boss………aku agak sibuk. Aku pergi ke Pacet naik sepeda.” Kataku membalasnya.
“Ramai ya?” tanyanya
“Ramai sekali, sampai ngga dapat tempat parkir” kataku sambil tersenyum padanya
“Kalau kesana jangan sendirian, kamu harus bawa teman supaya ada yang menghangatkan tubuhmu” katanya sambil nyengir kearahku.
“Aku tidak menginap, hanya lewat saja” kataku menjawabnya
“Jadi ngapain saja disana, masak hanya lewat dan tidak mampir” tanyanya ingin tahu.
“Ya iyalah….memang disana ada tempat menginap?” tanyaku pura pura tidak tahu.
“Ya banyak lah…………Lain kali kita kesana sama sama ya?. Aku tunjukkan pemandian air panasnya. Pasti kamu suka. Heheeheeehee” katanya melanjutkan.
“Okay………..nanti kita atur dulu waktunya. Jawabku, aku akan sangat sibuk persiapan kuliah.” Kataku memberi alasan.
“Memang kamu mo kuliah dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Belum kepikiran………mungkin di IKIp PGRI.” Jawabku asal.
“Huh? Kenapa ke IKIP?” tanyanya
“Aku mau jadi guru!” tukasku singkat.
“Ohhhhh…..yang lain pada ingin jadi dokter, kamu mau jadi guru!” jawabnya
“Ya setiap orang punya cita cita berbeda. Aku mau jadi guru matematika!” jawabku mantap.
Kita bermain basket selama kurang lebih dua jam. Bersama beberapa teman main yang ada kita minum es dawet ponorogo di terminal Krian. Sambil berbicara tentang apa saja, kita juga bicara tentang sekolah dan pelajaran yang mereka pelajari. Umumnya mereka kesulitan dengan pelajaran matematika. Sepakat mereka ingin mengundang aku untuk ngajari mereka matematika minggu depannya.
Aku pulang ke ruko dimana aku kerja dan tinggal. Waktu aku sampai disana, pintu rolling door toko tidak terkunci. Bahkan pintu setengah terbuka dan aku melihat ada sebuah traveling bag besar warna hitam teronggok diatas lantai toko. Sepasang kaki putih terlihat disebelah traveling bag besar hitam tadi. Pikiranku kemana mana……..ingin tahu siapa yang punya kaki putih jenjang didalam toko.
Aku dengar suaranya Rose berbicara dengan perempuan yang punya kaki berbetis indah itu. Aku angkat pintu rolling door dan melihat Valencia berbicara dengan Rose.
“Koh Polie…………”katanya. “Aku disuruh kesini sama Cecang bantu di toko sini” katanya canggung
“Ohh yaaaa…….Mas Jaya udah cerita sama aku. Rose kamu siapkan kamarnya ya.” Kataku pada Rose.
“Biar aku bantu” kata Valen padaku
“Ngga usah………..biar Rose sendiri. Kan hanya nyapu sama ngepel saja.” Jawabku singkat.
Ada sedikit perasaan canggung sama Valen, dia duduk didepanku dengan kaki menyilang sehingga rok blue jeans yang dia kenakan terlihat sangat kontras dengan kulit pahanya yang putih.
“Jadi bagaimana jalan jalan ke Malang?” tanyaku
“Senang…………cuman aku kedinginan kalau malam, apalagi waktu menginap di Batu. Dingin sekali, mulutku seperti beruap” katanya menjelaskan padaku.
“Kamu suka tinggal disini?” tanyaku ingin tahu
“Tidak ada pilihan yang lebih baik!” katanya pendek.
“Kenapa tidak pergi ke Jakarta saja?” tanyaku memancingnya
“Aku tidak ada saudara tinggal di Jakarta” katanya. “Sebetulnya saudara temanku mau aku pergi kesana tapi mamaku melarangnya. Tidak pantas kalau aku kerja sama saudara cowokku.”
“Ohhhhhhhh……..jadi cowokmu tertinggal di Palembang dong?” tanyaku ingin tahu.
Dia di Jakarta sekarang, dia kulia di Trisakti” jawabnya
“Ooooooooohhhh………….kangen dong sama dia” pancingku lagi.
“Mau bagaimana lagi………?” jawabnya mengambang.
“Mas Polie …………kamarnya sudah siap” teriak Rose dari atas.
“Yuk kita keatas…………biar kubawa tasmu” tawarku padanya.
“Berat loh………..”katanya memberi tahuku sambil mengambil tali tas itu.
Dia berjalan disampingku dengan satu tali tas ditangannya. Tasnya memang berat.
“Isi apa saja ini” tanyaku
“Baju bajuku sama beberapa buku” jawabnya singkat.
“Kamu naik tangga dulu” kataku memerintahkan dia
Tanpa kata kata keberatan Valen menaiki anak tangga ke lantai dua. Setengah pahanya terlihat jelas didepan mata. Dengan berpura pura mengangkat tasnya, aku memandangi paha dan betisnya yang putih. Kebetulan matanya valen tidak memandang ke arahku. Dia melihat keatas menapaki ruangan yang baru dimana dia akan tinggal. Aku memuaskan dahagaku menelusuri inci demi inci kulit yang membungkus pahanya. Setiap langkah menaiki anak tangga sedikit keatas roknya mengungkapkan isi paha yang dibagian atas. Bentuknya memanjang dan menggelembung kelihatan montok dan bahenol.
---------------------
Ada perubahan mencolok di wajah Rose sejak kedatangan Valen di ruko itu. Ada kecemburuan yang tergurat di wajahnya menyala dan memancar. Aku merasa kasihan dengan apa yang dia rasakan. Gerak gerikku terasa canggung dan sulit menutupi kedekatanku dengan Rose di mata Valen. Tapi dianya juga ngga ambil pusing atau tidak tahu. Kadang kadang tingkahnya terasa konyol karena perasaan cemburu yang menggelora. Valen bekerja dengan rapi dan cekatan, toko kian rame dan aku punya lebih banyak waktu untuk kegiatan yang lain.
TV yang ada dikamarku aku keluarkan, karena tidak mungkin Valen akan berada dikamarku nonton TV. Kadang kadang kita bermain karaoke bersama khususnya kalau hari sabtu sore hingga malam. Kadang aku mengundang teman main basket untuk datang nyanyi bersama. Selama Valen datang Rose dan aku belum pernah berhubungan lagi. Suatu sore setelah dua minggu tinggal dengan kita, Valen pergi kerumah Mas Jaya untuk nengok keponakan. Toko sudah tutup sehingga agak leluasa bagiku bersama dengan Rose.
Rose sedang mandi didalam kamar mandi di lantai bawah sedangkan aku mandi di lantai atas. Udara sangat panas dan aku rasanya tidak tahan untuk tidak mencebur kedalam bak mandi. Setelah mandi aku baring baring di dalam kamarku, aku mendengar langkah Rose mendekati kamarnya dan membuka pintu kamar. Aku bangkit dari kasurku dan berjalan kearah kamarnya.
“Rose…………”kataku memanggilnya.
Aku buka pintu kamarnya dan ternyata tidak terkunci.
“Mas………….nanti ketahuan Valen” peringatnya. Wajahnya nampak tidak senang. Aku mendekat dan memeluknya. Dia tidak bereaksi, aku berusaha menenangkan diriku sebelum aku berkata sepatah kata. Pelukanku aku perketat dan tanganku melingkar di tubuhnya.
“Mas…….aku tidak bisa bernafas.” Katanya merintih. Suara rintihannya merangsang telingaku dan nafsuku.
“Kamu kenapa kelihatan marah dan jengkel setelah Valen datang kesini?” tanyaku. “Kenapa seperti orang cemburu begitu?”
“Ihhhhhh siapa mau cemburu?” dia mengelak.
“Coba lihat aku…………pandang mataku lekat lekat” kataku sambil mengangkat dagunya. Matanya tidak juga mau memandang kearahku, dia buang pandangannya kearah lain. Aku mendekat ke tubuhnya dari arah depan. Aku dekatkan bibirku ke bibirnya, nafasnya terasa menderu, pelan dan lembut bibirnya membalas lumatan bibirku. Matanya telah berani menatapku sehingga aku bisa memandanginya dan menilai apa yang di mauinya. Pancaran kerinduan yang dia berikan dari sorot mata, baru beberapa hari aku tidak menjamah tubuhnya, beberapa hari aku tidak membelai rambutnya. Mungkin ini adalah apa yang dia dambakan.
Aku cabut bibirku……dan memandang lekat matanya. Kelembutan bibirnya yang habis kukulum berwarna pink. Aku lekatkan lagi bibirku dan dia menyambutnya dengan membuka bibir dan mulutnya. Aku telusukkan lidahku untuk menyapu rongga mulutnya, lidahnya menari nari seirama dengan lidahku yang menyapu tanpa arah. Dia hisap lidahku hingga aku tidak mampu bernafas. Tangannya menuruni perutku dan bersandar di puncak dermaga yang telah bangun.
“Mas Polie tidak kangen sama aku ya?” tanyanya diantara dengus nafasnya.
“Memangnya kamu tahu apa yang kamu pikirkan?” balasku bertanya
“Kenapa mas selalu menghindari aku?” tanyanya lagi
“Kamu tahu ada Valen, mana bisa aku dekat dekat sama kamu?” kataku pelan
“Siapa tahu mas suka juga sama Valen?” katanya lagi
“Jadi itu ya yang bikin kamu sewot?” aku mengunci kata katanya. “Memang pernah aku sentuh Valen seperti aku menyentuhmu?”
“Siapa tahu……….ketika aku tidur mas ke kamar sebelah dimana Valen tidur?” elaknya
“Dasar badung kamu………….” Kataku sambil mencubit telinganya.
“Addduuuggghhh mas Polie lepaskan masssssss….?” Rintihnya pura pura sakit. “Mas suka kan kalau aku badung?” katanya melanjutkan bibirnya mencibir kearah kiri sehingga wajahnya kelihatan lucu dan menggemaskan.
Aku peluk dia dengan menarik tubuhnya mendekat padaku. Tangannya dia kalungkan keleherku dan bibirnya mencium pipiku setelah dia agak jinjit. Aku sembunyikan wajahnya kedadaku dan mendekapnya beberapa saat. Ketenangan terasa di kamarnya Rose.
“Rose……kita ke kamarku.” Kataku sambil menariknya kearah kamarku. Rose menarik tangannya, untuk mengambil sesuatu diatas kasurnya. Wajah cemberutnya agak sirna, ada harapan untuk bisa bergumul lagi setelah beberapa hari tidak melakukan kegiatan senang senang ditempat tidur. Aku menunggunya sejenak sebelum tubuhnya merapat kembali pada pelukanku.
“Apa itu Rose?” tanyaku pendek ingin tahu
“Celana dalamku mas!” katanya sambil menunjukkannya.
“Huh……!! Jadi kamu tidak ake celana dalam?” kataku terkejut. Tanganku menjulur kearah rok yang dia pake dan berniat mengangkatnya. Tapi tanganku di tepisnya dan mendorongnya menjauh.
“Aaaaaaggggh maunya hahhaaaa!!?” katanya renyah
------------------------
Tanganku tidak berhenti, aku terus ulurkan tanganku kearah selangkangannya yang katanya tidak bercelana dalam. Rose mundur menghindari tanganku yang tidak mau terpegang oleh tanganku. Aku meraih rok bawahannya dan ingin menelusupkan tangan telanjangku ke arah lipatan pahanya. Rose tertawa tawa tidak berhenti diselingi jeritan lirih. Aku kejar terus sementara dia terus mundur, badannya sedikit membungkuk untuk menjauhkan tanganku dari pahanya.
“Masssss….ssss sudah deeehhhh!!!!” teriaknya lirih.
“Iyaaa sudah……kamu buka. Aku ingin tahu, apa benar kamu tidak pakai celana dalam.” Kataku menyuruhnya. Tubuhnya kembali tegak…..dia memandangku dan tangannya terangkat.
“Mas yang buka sendiri deh….kalau mas mau tahu?” pintanya memberikan sinyal lampu hijau tanpa perlawanan lagi. Aku tertegun dan melangkah mendekat. Tanganku terjulur kebawah dan meraba kepinggangnya. Merayap turun kebawah dan menarik keatas rok bawahannya. Jari jariku menarik perlahan lahan dan mataku menatap lurus kewajahnya. Dadanya naik turun seolah olah menahan nafas yang menyesak di dadanya. Terkadang terdengar memburu dan sesaat tanganku meraih kulit pahanya, Rose seperti terkesiap dan membalas tatapan mataku. Bibirnya terbuka pasrah dan matanya sayu menahan nafsu. Jariku menari mendekati tabir bawah perutnya. Aku lumat bibirnya kembali dan jarikupun menapaki tabir yang sudah terbuka, jariku terhunus menempel lekat dirimbunnya rambut rambut yang tumbuh di gundukan memeqnya.
“Oooooooohhhhhhh masssss polieeeeee!!!!????” katanya pendek bibirnya terlepas sesaat aku mengusap kulit atas memeqnya. Telapak tanganku mengusap gundukan lunak dan lembut. Kepalanya dia buang kebelakang, saat jariku menusuk diantara gundukan basah. Carian lengket membantu jariku menyusuri pinggir pinggir bibir memeqnya. “Ooooooooohhhhhhhh masssss….zzzzzzzzz” tarian jariku membuat musik keluar dari mulutnya. Aku menahan tubuhnya dibagian punggungnya dengan tanganku sementara tanganku yang satunya dia jepit dengan bibir lunak vaginanya. “Massssssssssss….oooooooohhhhhhh” bibirnya mengoceh tak beraturan. Aku naikkan putaran jariku kearah atas bagian vaginanya. Lenguhan nikmat terdengar jelas. Aku menuntunnya kekasur pegasku dan membaringkan diatasnya.
Rose terkapar dan kembali aku mendapatkan akses kelipatan pahanya dengan leluasa. Aku kembali berdiri dan melepas celanaku. Rose menutup matanya, matanya yang sayu telah terpenuhi oleh birahi yang terlihat jelas dibawah matanya yang menggunduk. Aku lepas kaosku dan membungkuk untuk melepas roknya Rose. Dia membantuku dengan mengangkat pantatnya memberiku akses untuk melucuti roknya. Sedangkan dia melucuti kaosnya yang dipakai. Dalam hitungan detik mahluk Tuhan yang paling sexy terbujur bugil dihadapanku. Aku bersimpuh disamping tubuhnya yang tergolek meremas pelan kuntum putting buah dadanya. Aku teguk air liurku seolah olah sedang kehausan. Rose mengulurkan tanganku keselangkanganku dan membetot pelan batang batreiku. Cairan lengket keluar dari batangku.
“Mas sudah basah………..!” katanya lirih dan pelan.
“Memeqmu juga sudah basah Rose!” kataku mengembalikan kata katanya.
Dia menarikku untuk menindihnya. Dan dengan pelan aku memposisikan diriku diatasnya. Rasanya sudah cukup lama aku tidak berada diatasnya. Aku merasa diatas awan awan putih dengan angin sepoi sepoi. Aku sedang menuai sebuah kenikmatan.
“Rose………..renggangkan pahamu” kataku memerintah. Suaraku pelan dan tenang. Rasanya aku punya hak untuk berada disini.
------------------------------
Rose menggelengkan kepalanya dengan pelan sementara bibirnya tersungging dengan senyum manisnya. Matanya menatapku seolah olah ingin membaca apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Badanku berada diatasnya menindih tubuhnya yang bugil sedangkan batreiku yang keras terjepit antara badanku dengan tubuh telanjangnya. Aku sodok sodokkan batang kemaluanku dengan pelan, aku naik turunkan pantatku dengan maksud untuk mengebor kedua pahanya supaya membuka celah sehingga batangku bisa mencapai muara vaginanya.
“Ayo dong Rose buka pahamu?” kataku memintanya lagi.
“Ngaa mau…….”katanya lirih sambil tersenyum.
“Kenapa Rose….?” Tanyaku pelan sambil mencium pipinya. “Burungku gatal, Rose! Ingin mematuk biji lobangmu” kataku dengan pelan.
“Patuk saja Mas…….” Katanya pendek
“Tidak bisa…..karena pahamu tertutup” kataku lagi.
“Usaha sedikit dong mas….jangan menyerah!” jawabnya
“Bagaimana caranya…….?”
“Jangan putus asa dong” serunya lirih.
Aku mengangkat tubuhku dan melihat kebawah dimana aku bisa melihat rambut hitam tipis yang tumbuh diantara selangkangannya. Aku tempelkan burungku disana dan mendorongnya pelan masuk diantara celah lipatan kedua pahanya.
“Massssss geli….”jeritnya
“Huh “pikirku. Aku lumat bibirnya dan julurkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Aku hisap lidahnya ketika lidahnya dia goyang didalam dan membentur lidahku bak duel sepasang pedang.
“uuuhhhhh “ suaranya lirih ketika lidahnya aku hisap keras. “Sakit mas!” katanya setelah aku lepas lidahnya.
Aku serbu kembali bibirnya dengan brutal, aku seperti dikuasai oleh nafsuku sendiri. Aku ingin melumat habis bibirnya. Aku alihkan ciumanku ke bagian leher dan telinganya. Aku benamkan ciumanku dan hisap cuping telinganya dengan agak kasar dan keras.
“Oooooohhhhhh massssssss” efek dari perbuatanku muncul dalam bentuk suara yang pelan dan syahdu ditelingaku. Aku teruskan hujaman lidahku dan kedua bibirku menjepit telinganya. Dengan pelan dan lembut aku dengar dengusan lirih nafas Rose keluar dari hidungnya. Rintihan kenikmatan seolah olah sedang diunduhnya. Aku dorong pantatku lagi sejenak dan secara otomatis pahanya Rose membuka. Ciumanku dileher dan telinganya tidak berhenti. Bergantian dengan frequency waktu yang sama, aku jilat dan kecup. Iringan suara yang membahana pelan terdengar dengan pelan.
“Masssss………masukkan kontholmu?” pintanya. “Ayo masssss….memeqku sudah basah” Tanpa diminta dua kali, aku turuti permintaannya. Dengan menggeser sedikit pantatnya, Rose membantuku memasukkan batangku kearah lobang nikmat yang dia punya.
“Kontholmu hangat sekali massss?” katanya lirih. “Ooooohhhh rasanya selangit”
“Kenapa tadi kamu tidak membuka pahamu saat ku minta?” tanyaku diantara dengusan nafasku
“Aku ingin kamu ********** aku tadi” katanya memberi efek padaku. Aku semakin giras menggoyang pantatku naik turun dengan pelan. Rose menggoyang pantatnya dengan lembut. Friksi dinding vaginanya dengan kepala batreiku menimbulkan kenikmatan yang sangat tidak ada bandingnya. Tubuh kita bersatu dalam sebuah perhelatan dalam memuaskan birahi masing masing. Rose meliuk liukan badannya dibawahku, pinggulnya menggoyang goyang penisku yang tersarung dalam lorong memeqnya yang terasa hangat dan lengket. Gesekan yang terasa sangat intesive sekali.
“Rose….burungku mau meledak. Berhenti dulu goyangmu” erangku.
“Gaaaaaaattaaaaal masssssss……mas keluarkan saja sama sama massss?” pintanya
“Jangan Rose……aku tidak mau kamu hamil” kataku tegas.
“Ambil kondom massss……..aku gatal sekali rasanya.” Perintahnya
“Aku angkat badanku dan ingin melepas batang batreiku dari lingkaran kenikmatan yang dia berikan padaku. Rasa sayang harus terlepas dari rongga kenikmatannya membuatku memasukkannya lagi hingga amblas. Buah zakarku menempel dan menyapu pahanya.
“Ooooooooohhhh massssss……..jangan dilepas mas……..” Rose geregetan dan kembali menggoyang pinggulnya dengan keras.
---------------------------
Bak seperti air bah yang siap meletus, batangku sudah sangat keras dan siap meluap. Goyangan pinggul yang tanpa henti mengulek ngulek batangku yang tertanam jauh didalam lobang memeqnya dan bergesekan langsung secaara intensive dengan dinding memeqnya yang lembut dan basah.
“Ampun Rose…..aku tidak akan bisa bertahan bila kamu tidak berhenti.” Peringatku padanya. Rose hanya tersenyum menyikapi kata kataku. Matanya menatap ringan lurus kemataku dan menyelami aliran damai dalam mataku. Aku menatapnya balik dan tanganku berusaha meremas ringan bukit kecil yang menjorok keatas berbuah putting lembut.
“Massss Polieeeee………putingku mas……..aku ingin dikecup putingku” teriaknya lirih. Aku tidak mampu melakukannya tanpa melepas batangku dari lingkaran memeqnya.
“Ayooo masssss ……….cepat kecup dulu putingku” katanya berseru.
Aku membungkuk dan batangku yang kaku terlepas dari cengkeraman memeqnya yang lunak. “Ooooooooohhhhh” katanya setengah berseru seperti orang yang kecewa. Aku lumat putting susunya dengan lembut dan aku menyedotnya dengan penuh perasaan.
“Ooohhhhhh massss bisa masukkan lagi batreimu” katanya setengah meminta.
Aku turuti maunya dan aku hentakkan dengan keras batang batreiku memasuki lobang nikmatnya. Rose merintih atas tindakanku terhadap memeqnya. Dia mengaduh nikmat ketika aku menariknya lagi keluar dan kepala batangku dijepit dengan bibir memeqnya yang manis. Rose mengangkat kedua lengan kakinya dan melingkarkannya kepinggangku. Aku terasa tersedot setelah dia menggerakkan kakinya untuk mendorong pinggangku menurunkan penisku kelobangnya.
“Mas ayo genjot cepat, hajar memeqku. Gataaaaaal ….gatellllll massss” katanya
Aku gulingkan tubuhku dan aku minta dia berada diatas. Rose ogah melakukannya, tapi aku paksa dengan berdalih aku capek. Rose melakukannya juga.
Dengan berada diatas aku bisa meremas buah dadanya yang tergantung tepat di atasku. Pinggulnya dengan ringan mulai berguncang maju mundur mengerjai batangku. Aku merasa diatas langit kenikmatan dengan kepala palkonku mentok dibagian jauh dalam memeqnya yang basah. Goyangannya membabibuta dan ulekkannya semakin keras. Batangku seperti dilempar ke dinding memeqnya berulang ulang dan dikocok kocok tanpa belas kasihan. Kenikmatan yang aku reguk terjadi terus menerus dan berulang ulang. Hingga pada sebuah pokok utama dengan meluncurnya teriakan dari mulut kecilnya.
“Masssssssssssssssssssss?!!!!!” tubuh bugilnya ambruk dan memeqnya membetot keras batang batreiku dengan erat. Betotan bibir memeqnya memicuku untuk meledakkan cairan putih yang telah aku simpan beberapa hari.
Badan kita basah bermandikan keringat.
“Rose cepat pergi ke kamar mandi” kataku memintanya. “Cuci memeqmu cepat Rose.” Aku berkata dengan kalut. Aku papah tubuhnya yang lemas dan menuntunnya kedalam kamar mandi. “Uuuuuuuhhhh enak sekali mas rasanya, lega sekali”
“Cepat cuci, aku takut Valen akan segera pulang” kataku. Aku juga melangkah masuk kedalam kamar mandi dan mencuci batreiku sementara Rose sedang jongkok di atas lobang WC untuk melepaskan kencingnya.
“Spermamu banyak sekali mas. Tuh lihat menetes keluar.” Katanya tanpa rasa malu.
------------------------------
Tertangkap basah
Manusia tidak ada yang sempurna, itu juga terjadi padaku. Sepandai pandainya aku menutupi hubunganku dengan Rose, akhirnya tercium juga hubungan ini hingga tertangkap basah.
Akhir bulan Maret, toko sangat ramai dan banyak pembeli memadati toko. Valen sudah trampil dan menguasai harga dengan sangat baik. Kira kira jam 3 siang toko sudah mulai agak sepi karena pasar tidak begitu ramai pada sore hari. Kita bersiap siap tutup, seorang langganan datang dan membeli banyak barang, langanan ini berasal dari desa Sukodono. Belanja seminggu sekali dengan jumlah yang banyak dan berbagai macam barang yang diperlukan. Terkadang Rose atau Valen harus ke gudang bagian dalam ruko untuk mengambilkan barang. Kadang pelanggan yang satu ini akan meninggalkan catatan pembelian dan pergi untuk mencari barang dagangan lainnya.
Sementara kita menyiapkan barang, Rose mengambil beberapa barang di gudang. Setelah beberapa saat Rose tidak muncul dengan barang yang dicarinya, Vaken membantunya.
“Rose?……..sudah ketemu?” teriaknya dari luar. Sementara aku menulis nota dibagian depan. Aku bergegas ke depan dan menutup setengah pintu karena matahari sore menatap penuh ke bagian wajah depan toko.
“Barangnya ada dibagian atas, aku kesulitan mengambilnya. Kotaknya besar besar juga.” Jawabnya dengan agak.
“Koh……….Rose kesulitan mengambil barangnya di gudang. Bisa bantu dulu, biar aku yang nulis bon nya.” Katanya. Aku berdiri dan berjalan kearah gudang sementara Rose masih berdiri diatas tangga. Aku menoleh kebelakang dimana Valen duduk. Agak aman karena pandangan tertutupi oleh lemari pemisah sementara Valen menghadap ke depan sehingga dia membelakangi kita. Rose memandang ke atas ingin mencoba meraih box yang akan dia ambil. Aku memandang keatas, roknya menganga didepan mataku. Aku sentuh kakinya dan merembet keatas pahanya.
Rose menoleh kaget kearahku dan terus melihat keluar dimana Valen sedang duduk dan menulis bon kwitansi, dia ingin memastikan bahwa valen tidak melihat kita. Rose berbisik lirih “Masss…..nanti ketahuan loh?” katanya padaku. Dia menuruni tangga dan melompat turun pada anak tangga kedua. Aku menangkapnya dan tanganku meraih payudaranya. Keinginan untuk bersetubuh dengannya langsung muncul setelah beberaba minggu tidak ada waktu untuk melakukannya. Ketakutan tertangkap basah oleh Valen dan menjaga image didepannya seolah olah sirna. Ada kesempatan melakukannya di gudang ini.
Aku tarik tanggannya Rose dibalik beberapa kotak dan mencium bibirnya dengan buas. Tanganku tidak ketinggalan meraih memeqnya. Ada kehangatan terasa ditanganku. Aku ingin sekali menggaulinya disitu juga tapi rasa was was masih menghantui dan pikiran waras masih mengontrol kemudi otakku.
Rose melayani ciumanku dengan buas juga, ada rasa membutuhkan sesuatu dari sirit matanya. Tiba tiba dia mendorongku lirih.
“Mas cepat naik tangga……….valen nanti curiga kenapa kita begitu lama” katanya. “Nanti malam kekamarku mas………..” pintanya lagi.
Aku memandangnya dengan tidak percaya tapi juga penuh harap. Untuk memulai mungkin sulit tetapi karena ada undangan maka dengan segala cara harus segera terlakasana. Aku maju selangkah kedepan dan kembali mengecup bibirnya dengan lembut. Ada rasa rindu untuk bergumul dengannya lagi. Dan tawaran Rose untuk malam ini tidak boleh terlewatkan.
Aku menaiki tangga dan meraih kotak yang diminta. Aku ambil satu persatu dan memberikan pada Rose. Saat semua sudah terambil kita taruh bersama didalam kardus. Setelah beberapa saat kita bawa kardu besar itu dan menaruh sisa seluruh barang yang dipesan.
------------------------
Valen masih sibuk menulis bon dan menghitung harga. Kelihatannya sangat sibuk. Aku siapkan kerdus dan menempatkannya dipintu keluar toko supaya cepat selesai. Rose merapikan barang barang karena toko sudah hampir tutup. Aku dan Rose mengatur barang barang yang kosong setelah selesai dengan pekerjaan masing masing. Kira kira setengah jam kemudian pelanggan tadi telah datang dan menyelesaikan pembayaran. Aku berjalan kearah gudang dimana barang barang yang diturunkan harus dikembalikan.
“Koh, aku naik dulu ya, mau cuci baju” Valen berkata sambil berlalu.
“Ya…..nanti biar aku yang menghitung uangnya” kataku menjawab.
{Valen mencuci sendiri baju bajunya, kadang kalau mencuci malam hari. Setelah mencuci biasanya dilanjutkan dengan mandi. Sehingga terkadang dia agak lama berada didalam kamar mandi. Terkadang dia tidak begitu disiplin dengan kerjaan mencuci bajunya. Terkadang hingga 4 atau lima hari baju bajunya tidak tercuci. Dia tumpuk di lantai atas dimana kita biasanya mencuci.
Valen mempunyai sebuah baju biru yang terbuat dari bahan kaos. Dia memakai baju itu untuk tidur. Bila dia memakai baju itu biasanya payudaranya nampak begitu indah dari luar. Seolah olah baju yang dia pakai dipotong dan didesain untuk menunjukkan kemolekannya. Bila kita sedang nonton TV bersama dan dia memakai baju itu, ingin sekali aku menelanjangi dan mengecup susunya. Asset yang paling menarik yang sering membuatku tidak tidur adalah teteqnya. Kadang aku membayangkan bisa melucuti apa yang dia pakai untuk menutupi assetnya itu.}
Setelah beberapa saat Valen naik aku menyelesaikan apa yang tertinggal di gudang tadi dengan Rose. Setelah kelar, aku menuju ke bagian depan toko untuk menghitung uang hari itu. Kegiatan ini selalu aku lakukan setiap hari. Kadang sendiri, kadang Valen atau Rose membantuku. Bila Toko sangat rame, kita bertiga menghitung uang sama sama. Terkadang kita bisa mendapat hingga 15 juta.
“Rose kamu bantu aku hitung uang ya?” pintaku padanya.
“Ya mas…..aku ke toilet dulu” katanya menjawabku.
Aku keluarkan uang dari laci uang dan menaruhnya di atas meja. Aku merasa sangat gerah sehingga aku berkeringat dan kaos yang aku pakai terasa lengket dan basah oleh keringatku. Aku mulai mengatur uang ketika Rose datang.
“Kok lama Rose………..?” tanyaku padanya.
“Aku keatas sebentar mas, Valen mencuci bajunya dilantai atas. Hanya pakai BH dan celana dalam saja. Dia kaget ketika aku muncul. Dia kira Mas Polie yang datang sehingga dia teriak kaget.” Jelasnya.
“Aku kok ngga dengar dia teriak” kataku menjawabnya. Pikiranku terpengaruh dengan ceritanya Rose. Aku ingin segera lari naik untuk membuktikan sendiri apa yang dikatakan oleh Rose padaku.
“Teriak lirih…mana bisa didengar dari sini” katanya. “Mas Polie senang ya setelah Valen tinggal disini sekarang” katanya memancingku
“Maksudmu apa Rose” kataku bertanya
“Kan ada bidadari berdada besar dengan kulit putih lagi” katanya.
“Dada besar atau kecil sama Rose” kataku pendek. “Hanya dada saja apa bedanya, punyamu menggairahkan” lanjutku lagi.
“Mas bohong besar. Memang lelaki kalau omong pintar sekali” katanya
“Coba kamu buka Bhmu, Pasti nanti aku berpengaruh dengan burungku” kataku sambil meriah dadanya. Aku tarik turun bagian leher kaosnya untuk menengok dadanya. Aku berdiri dan mendekati Rose, sehingga Rose tidak bisa bergerak menjauh. Aku tarik tangannya dengan tangan kiriku untuk mendekat dan melumat kembali bibirnya seperti sebelum toko tutup. Rose meraih batang bateraiku dengan tangan kirinya. Dia remas agak keras sehingga aku mengaduh. Rose kaget ketika aku teriak.
“Sorry, mas. Aku gemes kalau udah pegang burungnya mas” katanya
“Ayo Rose begini?” ajakku sambil mengangkat tanganku dengan ibu jari kujepitkan diantara bagian jari tengah dan jari telunjuk yang terlipat.
“Aku sudah siap mas dari tadi” katanya
Aku meraih memeqnya dengan tangan kananku. Dan benar, dia sudah melepas celana dalamnya. Memeqnya sudah basah.
“Kira kira Valen akan turun tidak Rose. Aku takut dia nanti melihat kita ketika kita begituan.
“Mungkin tidak mas, karena dia sedang mencuci. Biasanya kalau dia mencuci agak lama” katanya setengah berbisik.
------------------------------
Aku dekatkan mulutku ke telinganya dan menghembuskan pelan nafasku ke lobang telinganya. Desahan pelan dan gelinjang ringan menggoyang tubuhnya. Tubuhnya meliuk ringan mendekat rapat ketubuhku.
“Sebaiknya kita digudang saja mas, kalau Valen turun atau sudah selesai mencuci dia tidak akan melihat. Kalau disini riskan, dia bisa melihat kita dari atas tangga.” Katanya menyarankan.
“Ya sudah kamu jalan duluan, aku masukkan kembali uang hari ini. Takutnya nanti Valen turun.” Kataku padanya dengan bergegas aku segera memasukkan kembali uang uang yang tadi aku tumpahkan kedalam laci dimana aku tadi mengambilnya. Sementara itu Rose sudah berjalan ke arah gudang. Pintu dia buka dan dia berjalan memasuki ruangan gudang. Aku melihatnya dengan seksama dengan jakun dileher naik turun.
“Aku ingin keatas sebentar” pikiranku berkata. “Aku ingin tahu apakah Valen akan lama diatas mencuci bajunya. Tanpa sepengetahuan Rose yang sudah berada didalam gudang aku naik keatas dimana Valen sedang mencuci baju bajunya. Dari arah bawah aku mendengar suara air beradu dengan baju baju yang sedang dicuci. Dengan pelan dan tanpa bersuara aku melangkah mendekati jendela dimana Valen sedang mencuci bajunya. Mengendap endap perlahan aku mendekat dan melongokkan kepalaku ke jendela. Jantungku berdebar debar dengan tingkahku sendiri, aku hampir saja tidak bisa mengendalikannya. Ketika aku melongok, kepala adalah bagian teratas yang terlihat terlebih dahulu. Dia memunggungi aku dan aku nampak leluasa melihat dan memandangnya. Valen sedang duduk berjongkok dengan punggung terlihat. Tali Bh yang dia pakai menghiasi pundak dan wajah punggungnya yang putih mulus. Celana dalam yang dia pakai berwarna hitam sangat kontras dengan warna kulit yang membungkus tubuhnya. Dibagian pinggang dan pinggul daging berat membungkus dan membentuk gundukan indah yang sangat kontras dengan kulitnya Rose. Dengan sangat waspada dan penuh kekawatiran aku berusaha menjaga keberadaanku dibelakang jendela. Pinggulnya yang penuh sangat merangsang dan membuat imajinasiku melayang layang.
Aku tertantang untuk melihat isi cup BH yang dia pakai. Pikiranku berteriak teriak mendesak “Aku ingin tahu isi bungkusan yang menempel di bhnya”. Batreiku dan telurku mendidih rasanya hanya membayangkan teteqnya Valen. Suara pelan dari bagian bawah menyadarkan aku bahwa Rose sedang menungguku di ruangan gudang. Segera aku melangkah turun tangga dengan cepat dan bergegas ke arah gudang dimana Rose masih sedang menunggu.
“Kenapa kamu lama sekali mas?” tanyanya agak cemberut. Tidak ada rasa curiga dari nada suaranya. “Aku hampir saja batal deh kalau menunggu terlalu lama”
“Aku keatas mengambil kunci” kataku pelan. Dengan lembut aku tarik tangannya dan menyungsepkan tanganku kebalik rok yang dia pakai. Memeq segarnya terasa diujung jariku.
Aku terpengaruh dengan bayangan mulus putihnya Valen sehingga botolku sudah mengeras. Aku ingin sekali mencabik cabik memeqnya Rose dengan sepuluh jariku. Dalam otakku wanita didekapku adalah Valen yang sedang mencuci baju diatas. Bayangan tubuhnya mengontrol kendaliku dalam memandang wajah Rose yang didepan mataku. Aku rebahkan Rose di tumpukan kerdus yang tidak terpakai dan menari keatas ujung rok yang sedang dia pakai. Naluriku menggelegar untuk segera menjilat memeqnya yang terhampar didepan mata. Rose pasrah dengan menuruti apa yang aku mau. Aku buka kedua belah pahanya dengan agak kasar dan Rose tertawa ringan seolah olah dia telah bisa mengobarkan nafsuku.
Aku dekatkan mulutku ke bibir memeqnya dengan pelan dan menempelkan seluruh balutan bibirku. Aku keluarkan lidahku dan menjilat bagian luar bibir luar memeqnya. Suara lenguhan mendengung pelan mendesah dan mencerca hangat memohon untuk dilanjut. Bukan perintah yang membuatku melanjutkan tindakanku tetapi suara gaduh yang keluar dari mulut halusnya. Rose tidak terkendali dengan apa yang aku lakukan. Merintih dan mendesis disertai goyangan ringan menggelesot kesana kemari. Tangannya mencengkeram rambut tambut panjang yang tumbuh di kepalaku. Seperti ingin membenamkan mukaku kesekujur memeqnya aku dipaksa untuk memuaskan birahi yang dia timbun beberapa minggu.
Keadaan masih terkendali dan tidak ada suara yang mencurigakan. Kegiatanku memuaskan memeqnya berlanjut dengan memasukkan jariku kedalam memeqnya. Seperti orang mengaduh Rose mengangkat kepalanya dengan pelan sementara matanya memandangku dengan liar. Tangannya terus menarik keras rambutku mendorong bagian belakang kepalaku untuk melumat kepala itilnya. Aku goyang goyang dengan ujung lidahku keatas kekiri dan kekanan.
“Maaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssssssss ampuuuuuuuuuunnnnn” teriaknya lemah dan diapun ambruk. Kedua kakinya bertumpu diatas pundakku lemas.
-----------------------------
Mari kita lanjut fr ini tentang "Tertangkap Basah"
“Ssssssshhhhhttttt Diam Rose…..jangan berisik!” kataku mengingatkan
“Heeeeheeeee abis enak mas.” Katanya lagi. “Tubuhku lemas mas. Aduh enak!” lanjutnya.
“Sudah, pakai celana dalammu. Kita lanjutkan saja nanti malam. Kita harus cepat hitung uang. Valen diatas bisa curiga nanti” kataku sambil berdiri. Tanganku mengangkat tungkai kaki yang teronggok di pundakku. Aku ingin sekali menyogok memeqnya dengan batangku tetapi keraguan menggelayuti karena Valen bisa saja turun dari lantai atas kapan saja dan tanpa kita sadari. Aku berdiri tetapi mataku menjurus ke memeqnya Rose yang masih basah dengan air liurku dan cairan memeqnya. Rasanya sangat sayang untuk begitu saja di tinggalkan. Aku juga berkeinginan menuntaskan apa yang belum selesai. Ada pergulatan antara meneruskan atau menghentikan.
“Rose…….” Kataku pelan. “Aku masukkan ya?” kataku bodoh.
Rasa sebuah kenikmatan itu sangat mengikat, apalagi kenikmatan yang diraih dari olah badan terutama dari kenikmatan adegan alat vital. Perasaan yang timbul rasanya seperti candu yang membuat orang tidak bisa lepas begitu saja. Tawaran rasa nikmat selalu muncul mengingatkan kita untuk kembali mencoba dan mencoba lagi. Kadang bahkan keinginan itu meminta lebih dari apa yang pernah kita dapatkan. Bila tawaran diberikan dari orang yang berbeda pasti akan membuat lebih variatif. Variatif dalam arti bahwa kita memikmati tubuh orang yang berbeda, memeq yang berbeda dan teteq dengan beda ukuran dan bentuknya. Beberapa orang bahkan mengikatkan dirinya sendiri untuk sebuah kenikmatan badani sehingga kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan badani dan kepuasan sexual merupakan bentuk nyata dari sebuah imaginasi dan keinginan yang minta dipenuhi. Valen belum menawarkan apapun padaku tetapi waktu saja dan kemauan dari pihakku dalam mengolah kata dan pendekatan padanya. Tetapi itu tidak menjamin bahwa Valen akan begitu mudah menawarkan rasa nikmat kepadaku. Aku telah mengikatkan diriku pada Rose dalam hal kenikmatan. Dan saat saat Rose sudah mengangkang didepan mataku seperti saat ini merupakan sebuah tawaran nyata dari sebuah pelepasan dorongan sexual yang tidak mudah dihindari. Keinginan untuk menghentikan sebuah galauan hati tidak mampu dilakukan. Memeq yang tergolek didepan mata serta dorongan kuat untuk menuntaskan hasrat memuaskan diri mengesampingkan nalar dan rasa waspada.
“Ya masss……..aku masih gatal” katanya sambil tersenyum. Perasaanku semakin kental untuk terus maju. Dengan sedikit condong kedepan setelah berdiri aku dorong pantatku maju dan pedangku menyentuh mulut sarungnya. Rose mengangkat tungkai kakinya yang panjang untuk mempermudah pedangku masuk kedalamnya. Rasa hangat yang terasa menjalar keselurah batang pedangku dan goresan pedangku yang telah masuk membuat otot otot dinding memeqnya berdenyut denyut ringan meremas batang pedang tumpulku. Kenikmatan seperti ini adalah apa yang aku diskripsikan diatas. Dan kenikmatan seperti ini mengikat erat erat. Aku terjerumus dalam kenikmatan itu sehingga olah badani yang kita lakukan membutakan dan menulikan seluruh indra kita.
“Ooooccchhhhh mas…terus yang keras sedikit” teriak Rose meninggi. “Ooohhhhh terussss masss” aku menuruti kemauannya dalam melepas keinginannya untuk terlampiaskan. Pedangku menancap dalam dan menggosok seluruh dinding penyekat memeqnya. Aliran hangat yang keluar dari dinding dinding memeqnya membuat pedang ku tergelincir mulus dan mudah. Rasa yang muncul sulit diterjemahkan dalam kata kata. Penjabarannya sulit diungkap. Batreiku saja yang membuat terjemahan dalam rasa dalam keseluruh nadi dan memenuhi keinginan indra akan kehangatan dan pencarian kepuasan.
Dengan meliukkan bagian tengah tubuhnya yang sexy, Rose mengerjai batangku, tusukan tusukan cepat yang aku lakukan seperti dibelokkan dalam sebuah kenikmatan. Seperti percikan percikan api kecil yang membakar jerami kering di gudang petani, nafsuku membara. Jeritan jeritan lirih yang keluar dari mulut kecilnya menyentak nyentakkan nafsuku hingga kepuncak kesadaran.
“Masss…..massssss teruuussssssss ayo massssss” teriakan disertai nafas yang tersengal sengal membuatku seperti terhanyut dengan emosi untuk segera menuntaskan apa yang aku lakukan. Keinginan untuk puas dan memuaskan hampir mencapai puncak.
“Addduhhhh massss….rasanya memeqku kaku semua” teriaknya. Sambil mengibas ngibaskan pantatnya dia memeras pedangku. Aku terhanyut oleh permainan goyangannya. Aku ubah posisi, aku tutup kedua kakinya dan mengikatnya dengan satu tangan hingga memeqnya terlihat menyembul. Aku tusukkan kembali pedangku kedalam sarung memeqnya dan friksi benturan antara memeqnya dan pedangku semakin kuat. Memeqnya seperti menjepit tak berongga. Aku seperti mengaduh nikmat ketika tonjolan tonjolan belahan bibir memeqnya terbelah olah kepala batreiku.
“Oooohhhhh Rose……nikmat sekali rasanya” Tusukanku semakin terasa kuat dan siap meledak. “Aku mau keluar Rose…..aku mau keluar Rose …..Duuuhhhhhhh”
Aku cabut batreiku dari memeqnya dan melepas kedua tungkai kakinya yang aku pegang dengan satu tanganku tadi menyemprotkan spermaku kearah mukanya. Cairan spermaku menghantam tumpukan tumpukan kardos yang berada tepat disamping tubuh bugilnya. Beberapa menetes di belahan teteqnya yang berkeringat.
Lunglai dan lemas terasa disekujur badanku dan aku berusaha menetralisir keadaan nafasku yang terengah engah. Aku melihat sekeliling dan mataku tertuju dipintu masuk gudang. Aku melihat sekelebat bayangan bergerak kearah tangga naik. Aku terkesiap dengan apa yang aku lihat. Bayangan tubuh Valen terlihat jelas, Rose masih diam menikmati rasa nikmat yang dia raih dari pergumulan sex yang kita lakukan. Matanya tertutup rapat dan nafas mulai teratur. Seperti orang tidur, dia tergolek lemas tanpa tenaga.
"Rose......aku keluar dulu ya?" kataku pelan.
Aku berdiri dan membetulkan baju yang aku pakai dan berjalan keluar dari ruangan gudang. Aku tinggalkan Rose di ruangan itu dan menutup pintu gudang. Perasaanku galau dan tidak bisa berpikir apa yang aku harus lakukan. Aku ingin naik ketangga dan ingin melihat apa yang Valen lakukan tetapi aku rasanya tidak punya muka untuk berhadapan dengan Valen.
----------------------------------------------------------
Aku berjalan kearah depan toko dan membuka laci dimana semua uang di simpan. Aku keluarkan semuanya dan menaruhnya diatas meja lipat yang biasanya aku gunakan untuk menghitung uang. Pikiranku tidak tentram dan selalu berkecamuk antara sebuah penyesalan mengapa aku tidak menutup pintu gudang, mengapa aku tidak menunda hingga nanti malam, dan masih banyak lagi lainnya yang melanda seluruh pikiran dan benakku. Penyesalanku membuatku semakin sesak dengan apa yang baru saja terjadi. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi Valen. Apakah dia akan menceritakannya pada kakakku? Apakah dia akan menceritakan pada iparku.
Tiba tiba aku mendengar pintu gudang dibuka. Rose sudah tersadar dari pengalaman sexualnya dan berjalan kearahku. Apakah aku akan cerita padanya? Apakah aku harus mengatakan bahwa Valen telah melihat kita bertempur dalam birahi. Apakah aku harus mengatakan bahwa kita telah tertangkap basah. Pikiranku berkecamuk dan tak tahu apa yang aku harus katakan. Aku terdiam dengan pertanyaan pertanyaanku sendiri hingga Rose benar benar muncul dihadapanku.
Akhirnya aku memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang terjadi padanya. Aku seolah olah tidak tahu apa yang terjadi. Rose mendekat kearahku dan memberi aku kecupan di pipiku. Tangannya melingkar di leherku. Aku membalas mengecup pipinya. Aku sempatkan meraih buah dadanya dengan tangan kananku.
“Enak mas?” suaranya pelan dan lemah. Aku tidak tahu bagaimana mengartikan kata katanya. Apakah tadi sebuah pertanyaan atau pernyataan. Yang jelas aku menganggukkan kepalaku setuju bahwa apa yang baru saja kita lakukan adalah kegiatan yang menyenangkan.
Rose meletakkan kedua lengannya di atas meja dan kepalanya dia taruh diatas kedua tangannya seolah olah tidur.
“Aku rasanya lemas sekali mas, puas………..!!” katanya menggumam.
“Kamu tidur saja disini, aku selesaikan dulu menghitung uangnya” balasku “aku juga akan pergi ke lapangan basket setelah ini.” Lanjutkan.
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya sambil kepalanya terus terbenam diantara kedua kepalanya. Matanya tertutup seolah olah tidur pulas dalam kelelahan.
Aku terus menghitung uang ditemani Rose yang menggeletakkan kepalanya diatas meja. Setengah jam kemudian aku telah menyelesaikan pekerjaanku. Aku berdiri sementara Rose sudah pulas dengan tidurnya.
Aku membelai rambutnya dan menyentuh pipinya. “Rose” kataku “Aku main basket ya? Nanti kalau Valen tanya kasih tahu saja kalau aku sedang keluar.” Kataku lirih. Aku buka pintu dan mengeluarkan sepeda motorku.
Udara diluar toko menyapaku. Kesegaran udara yang menerpa tubuhku sedikit menyegarkan pikiranku yang sangat kusut. Sekusut benang layang layang yang tidak teratur mengerolnya. Rasa penat terasa agak membebani seperti kerikil yang menusuk tulang kaki.
Aku pacu motorku ke arah lapangan basket dimana aku main. Beberapa anak telah berada disana bermain main. Aku parkir motorku dan mulai main dengan mereka. Butir butir peluh hasil berlari dan menangkap bola meleleh dari seluruh pori pori tubuhku. Pikiranku kembali sedikit tenang. Pikiranku agak sedikit tenang dengan bermain basket.
Setelah beristirahat dan ngobrol dengan beberapa pemain lainnya aku pulang. Pikiran sudah agak tenang sehingga kekalutan yang aku rasakan tadi siang sudah agak mereda. Menghadapi Valen sudah agak siap sehingga aku tetapkan untuk melanjutkan pulang dengan tenang.
Membuka pintu toko masuk dan mengunci kembali seperti biasa. Aku berjalan naik tangga dan mendapati lampu di kamar Valen mati. Entah kemana dia, aku tidak tahu. Aku berjalan kekamarku dan bersiap mengambil baju untuk mandi. Ketika aku berjalan keluar aku tergerak untuk berjalan kearah kamarnya Rose. Aku ketuk dan buka sedikit. Aku melangkah masuk dan mendapati Rose sedang berbaring sementara tas bajunyo Rose teronggok didepan lemari. Beberapa helai bajunya sudah masuk.
Aku mendekat ke kasurnya Rose dan menyentuh badannya. Rose tertidur dan menggeliat saat aku sentuh pundaknya.
“Rose, kenapa kamu tidur?” kataku pelan.
“Mas………..Valen tadi bicara denganku” katanya pelan. Agak ssenggukan dia berucap menahan nangis.
“Bicara apa, Rose?” kataku pura pura tidak tahu.
“Aku diminta pulang. Dia tadi memergoki kita saat di gudang?” katanya dengan terbata bata. “Aku telah merusak masa depanmu Mas.” Katanya dengan pelan.
“Rose………kamu tidak merusak masa depanku” kataku sambil memeluknya erat. “Dimana Valen sekarang?” tanyaku ingin tahu.
------------------------------------
Para pembaca, fr ini akan segera mengakhiri sebuah petualangan panjang antara aku dengan Rose. Bila pembaca berkenan kiranya para pembaca akan memberikan sebuah tebakan kira kira apa yang akan aku lakukan pada Valen. Bagi yang terobsesi tentang Valen mungkin ada baiknya kasih sedikit tebakan heheheheee
“Mungkin dia pergi ke rumah mas Jaya” katanya pendek. Aku terkesiap dengan jawaban yang dia berikan. “Gawat” pikirku. “Kenapa aku tidak berpikir sampai kesana?” Pikiranku tambah ruwet. Segala kemungkinan bisa terjadi kalau Mas Jaya tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini. Kepercayaan yang dia berikan kepadaku tidak akan ada gunanya.
“Mas Polie, kenapa diam saja?” katanya memotong lamunanku yang tak berujung. Kesadaran memulihkan aku dari lamunan yang berkubang dari dalam sebuah masalah yang terkuak.
“Tidak apa apa Rose, mungkin mas Jaya akan tahu apa yang kita lakukan. Valen mungkin pergi kesana untuk melaporkan apa yang dia lihat. Trus Valen bicara apa lagi?” tanyaku.
“Aku disuruhnya pulang atau dia akan melaporkannya pada Mas Jaya” katanya sambil menangis lagi.” Ada sedikit guncangan dari nada suara tangisnya. Keperihan yang dalam terkuak dari suara tangis keluar. Entah tangisan penyesalan atau tangisan harus berpisah dengan aku, atau mungkin tangisan karena kehilangan pekerjaan. Banyak lagi yang dia utarakan dari pembicaraan dengan Valen.
“Jadi menurut kamu bagaimana Rose?” tanyaku seolah olah menyorongkan arah masalah padanya. Biarlah dia yang membuat keputusan untuk dirinya sendiri.
“Aku tidak tahu mas, mungkin lebih baik aku akan pulang saja besok” katanya lagi.
“Jangan pulang Rose?” kataku menahannya.
“Tidak mas, mungkin aku lebih baik pulang dulu saja supaya aku bisa menenangkan diriku. Kalau nanti aku sudah tenang aku bisa cari kerjaan ditempat lain”
“Aku nanti pasti akan kangen sama kamu Rose” kataku setengah berbisik.
“Aku juga akan sangat kangen sama kamu Mas” katanya membalasku.
Dia lingkarkan tangannya keleherku dan memelukku erat erat. Seperti sebuah perpisahan akan benar benar terjadi segera. Aku membalas pelukannya dan menghimpitkan kepalaku ke arah dadanya. Buah dadanya yang lunak memberikan kehangatan yang sangat indah kepipiku dan wajahku. Setelah beberapa saat aku menengadah dan dia mengecup dahiku dengan penuh kasih sayang.
“Jangan lupa nanti kirim kabar ya Mas?” katanya sambil memandangku.
“Kamu tinggali aku alamat rumahmu ya?” kataku membalasnya.
“Iya aku sudah tulis tadi” katanya
“Dimana kamu tulis?” kataku ingin tahu. Aku bangun untuk mengambilnya, tapi Rose menahanku.
“Aku tadi masukkan kedalam lemari dikamarmu mas.” Katanya
“Ohhhh ya sudah, aku nanti akan nulis surat kekamu, aku janji” kataku meyakinkan.
“Sungguh ya mas” katanya ingin memastikan bahwa aku tidak janji buta.
“Iya aku akan menulisnya nanti” kataku padanya.
Aku kembali berbaring disebelah Rose dengan perasaan kehilangan. Aku merasa ada perpisahaan yang dalam lagi setelah Sri. Bayangan Sri berkelebat mengisi kekosongan pikiranku. Sekarang Rose yang akan meninggalkanku. Perasaan perih terasa dihatiku. Aku membalikkan tubuhku menghadap kearah Rose. Dia menutupkan matanya dan lelehan air mata mengalir turun ke pipinya. Aku julurkan tanganku dan mengusap air yang meleleh itu. Rose membuka matanya dan memegang tanganku. Diciumnya tanganku dengan pelan dan dia genggam erat.
“Mas Polie, nanti kalau ada waktu main main ke Blitar ya?” katanya memohon.
“Aku tidak janji Rose, tapi nanti kalau ada waktu aku akan kesana” kataku menghiburnya.
Dia letakkan tanganku kedadanya. Aku turuti apa yang dia minta dan ingin dia lakukan. Ketika tanganku menyentuh dadanya, ada kehangatan yang mengalir ketubuhku. Aku ingin bersetubuh dengannya sekali lagi malam ini. Aku ambil tanganku dari dadanya dan aku menarik wajahnya kearahku. Aku pagut bibirnya pelan dan tenang. Keindahan sebuah tautan badani terpatri dalam hubungan sentimentil.
“Malam ini aku ingin kamu tidur dikamarku Rose. Aku ingin kamu memelukku seperti saat saat Valen belum tinggal dengan kita. Kamu mau?” tanyaku mengakhiri kalimatku.
Rose diam tetapi matanya menatap dalam mataku. Seperti seorang yang sedang mengukur pikiranku dan arah mana yang akan aku lakukan. Dia akhirnya mengangguk setuju.
“Aku mau mandi Rose” kataku.
“Aku mau mengemasi dulu baju bajuku supaya aku bisa bangun agak pagi dan membuatkan sarapan Mas Polie.”katanya.
Ada sebuah ruang dihatiku yang tiba tiba kosong saat aku berjalan keluar kamarnya. Aku merasa kekosongan ruangan itu meninggalkan sebuah rasa yang perih dan sakit. Secara nalar manusia aku mengumpat Valen tetapi aku sadar bahwa kesalahan ada pada diriku. Kenapa aku begitu ceroboh meninggalkan pintu terbuka disaat aku sedang melakukan sesuatu yang bersifat probadi. Kebencian karena kehilangan seseorang yang sangat dekat secara emosional dan badani merupakan sebuah pengalaman yang menyakitkan. Valen bisa merupakan faktor penyebab ini semua, tapi kembali nalar dan pikiran positive membelokkan arah kemana dan apa yang baik seharusnya diperbuat.
Sifat dendam muncul ke arena pikiran nan luas dan kembali menyalahkan Valen sebagai biang keladi permasalahan. “Valen……..Valen ……..kamu harus balas Valennn” diantara pikiran dan otak yang berkecamuk dalam hatiku, diantara deburan air yang aku hamburkan keseluruh tubuhku dan membasuh keringat yang tercium busuk, diantara dua dinding kamar mandi yang menyekat menutupi pandangan langkung tubuhku yang telanjang. “Valeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnnnnnn kenapa kamu harus melihat dan menjadi saksi olah badanku dengan Rose?????????”
--------------------------------------------
Pikiranku semakin busuk dengan berbagai rencana untuk membalas Valen. Aku hanya ingin melampiaskan kesumat yang begitu menyesak didadaku. Ingin aku memaki dan meneriaki “Kenapa kamu mau ikut campur kehidupanku? Kenapa kamu harus konfrontasi dengan Rose dan memulangkannya? Kenapa kamu Gila Urusan sekali?” dan masih banyak lagi pertanyaan pertanyaan lagi lain yang membuatku sesak.
Air kamar mandi yang biasanya sejuk dan dingin tidak mampu memadamkan bara kesumat yang aku rasakan. Aku menggosok seluruh permukaan kulit tubuhku. Rasa dendam dan amarah membuat aku seperti tidak waras. Mandi yang biasanya menyegarkan berubah menjadi sebuah arena dimana rencana jahat dirancang.
Aku berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat sekeliling menengok kearah kamarnya Valen, lampu kamar masih mati dan tidak ada suara dari dalamnya. Berarti Valen masih belum kembali. Aku berjalan kearah kamarnya Rose dan membuka pintu kamarnya, Rose terlihat tidur. Aku tidak ingin mengganggunya, rasa penat yang dia alami mengkin telah mengantar tidurnya lebih awal.
Aku memutuskan menunggu Valen di ruang toko sehingga aku bisa bicara dengannya. Pikiranku adalah bahwa dia telah pergi ke rumah Mas Jaya. Jadi kemungkinan dia akan pulang dengan Mas Jaya. Kira kira Jam 8.45 pintu toko bergoyang dan suara kunci pintu diputar. “Valen datang” pikirku.
Aku diam saja duduk di meja dimana aku biasa menghitung uang. Lampu toko menyala dengan terang.
“Ko……..kok belum tidur?” tanyanya dengan logat Palembang yang kental.
“Iya….aku sedang nunggu kamu.” Kataku singkat. Mataku memandangnya sesaat. Valen membalikkan badannya dan mengunci pintu toko. Aku memandangi betisnya dan pantatnya yang selama ini aku tidak pernah beri perhatian. Kulit putihnya sangat bersih dan pantatnya kelihatan padat. “Kamu dari mana?” kataku agak keras.
Valen terkesiap dengan pertanyaanku.
“Dari telepon teman koh!” katanya agak sedikit gugup. “Memangnya kenapa koh?” tanyanya balik. Pertanyaan yang aku tidak siap dengan jawabannya.
“Aku mau bicara dengan kamu, bisa duduk sebentar?” pintaku dengan suara yang lebih lunak.
“Bicara apa ko………?” tanyanya
“Kamu tadi kerumah Ce cang?” tanyaku langsung.
“Tidak…? Aku tadi hanya pergi ke Telkom untuk telepon teman” katanya
“Kenapa sampai malam sekali?” tanyaku
“Aku tadi telepon tapi tidak tersambung sambung. Aku tunggu disana sampai aku bisa bicara.” Katanya menjelaskan.
“Jadi kamu tadi aku di gudang?” kataku agak ketus
“Sorry ko aku tidak sengaja. Aku mendengar suaranya Rose seperti mengaduh aku kira dia jatuh. Makanya aku hentikan cucianku dan turun melihatnya.” Katanya menjelaskan.
“Kamu cerita sama Cecemu tentang apa yang kamu lihat tadi?” tanyaku bodoh.
“Ko…..aku sayangkan kenapa koh Polie sampai terjerumus sekian dalam” katanya menjawabku. Berbagai kata kata bijak dia ungkapkan untuk membuatku memahami apa yang dia lakukan terhadap Rose adalah tepat. Berbagai alasan dan pertimbangan dia ungkapkan disertai kemungkinan kemungkinan yang buruk terjadi. “Bagaimana kalau hamil?. Bagaimana kalau suaminya sampai datang kesini? Bagaimana kalau aku mempunyai anak dengan Rose dan berbagaimana lagi kejadian buruk yang akan membayangi masa depanku. Kata kata yang dia lemparkan seperti merajam seluruh indra dan menyadarkan seluruh pusat indraku. Mataku semakin terang dan telingaku seperti mendengar suara suara yang pusat bunyinya bermil mil jauhnya dari tempatku duduk. Kulitku seperti semakin sensitive terhadap sentuhan dan terpaan cahaya begitu juga dengan indra indra lainnya. “Koh Polie paham apa maksudku?” tanyanya padaku.
“Iya aku ngerti?” kataku pendek. “Terima kasih Len udah membuatku sadar” kataku melanjutkan. Percakapan dengan Valen mengakiri sepak terjangku dengan Rose. Malam itu aku gagal mengeksekusi Rose untuk terakhir kali. Romantisme sentimentil yang aku bangun sebelum bicara dengan Valen memudarkan nafsu dan keinginan untuk menyetubuhi badan Rose yang telanjang. Dengan beberapa pertimbangan serta indraku yang sudah terbuka aku tersadar dari berbagai kemungkinan buruk yang mungkin bisa terjadi dan yang mungkin bisa menjadi batu sandungan bagi hidupku. Kesadaran itu datang terlalu dini seolah olah, karena desakan birahi sering kali sangat kuat dan tidak mudah untuk ditahan.
Sekian babak akhir dari perjalanan nafsuku dengan Rose. Dengan catatan “Masih ada beberapa lembar lagi frku dengan Valen sebagai pelengkap penderita dari seluruh event yang terjadi dalam mengarungi bahtera didalam lautan nafsu yang begitu kuat. Terima kasih para pembaca, komentator dan para contributor condom hijau yang telah sudi membaca dan menjawab memorehkan kata kata komentar selama membaca fr panjang ini. Bagi pembaca yang belum pernah berkomentar semoga diberi keberanian berkomentar. Tunggu kisah kelanjutannya dengan pemain yang berbeda di Thread ini juga. Terima kasih.
No comments:
Post a Comment